Berita Nasional

Ujang Komarudin: Jokowi Butuh Sekali Golkar Setelah tak Jadi Presiden

Pengamat politik Ujang Komarudin melihat ada simbiosis mutualisme antara Jokowi dan Golkar. Tapi, Jokowi ternyata lebih butuh.

Warta Kota/Yolanda Putri Dewanti
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan Jokowi sangat butuh Golkar di saat sudah pensiun, karena sudah tak punya kendaraan politik. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diisukan bakal bergabung dengan Partai Golkar.

Bahkan, santer dikabarkan bahwa Jokowi bakal menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Apalagi, kedekatan Jokowi dengan partai berlambang pohon beringin bukan isapan jempol belaka.

Baca juga: PKB Siap Adang Laju Istri Kaesang di Pilkada Sleman, PAN: Ayo Maju Mbak, Pengamat: Butuh Jokowi

Pengamat politik sekaligus dosen ilmu politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpendapat bahwa antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Partai Golkar saling membutuhkan.

"Kalau saya melihat sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain, tetapi ini lebih menguntungkan Pak Jokowi," ucap Ujang, Kamis (14/3/2024).

"Kenapa lebih menguntungkan? Karena kita tahu Pak Jokowi di Oktober nanti akan selesai masa jabatannya, tidak punya ‘perahu’, tidak punya ‘rumah’, tidak punya ‘benteng’, ketika beliau sudah tidak menjabat lagi sebagai presiden, makanya butuh Partai Golkar," tambah Ujang.

Ujang mengatakan, bahwa aturan di internal partai yang dinahkodai Airlangga Hartarto itu sangat ketat dalam hal pemilihan ketua umum.

Baca juga: Erwin Aksa: Golkar Menggunakan Sistem Merit, Jokowi harus Ikut Pelatihan jika Gabung

"Tetapi memang di aturan internal Partai Golkar sendiri sangat ketat untuk bisa menjadi ketua umum," ujarnya.

"Oleh karena itu, kita lihat saja dinamikanya seperti apa ke depan," imbuhnya.

"Saya melihat Jokowi butuh Golkar, Golkar butuh Jokowi. Tetapi yang sangat membutuhkan Golkar adalah Pak Jokowi," lanjutnya.

"Kalau Golkar sih ke depan tidak terlalu butuh pada Pak Jokowi," kata Ujang lagi.

Meskipun hubungan Jokowi dan Golkar cukup dekat, kata Ujang, partai politik berlambang pohon beringin tersebut memiliki skema tersendiri dalam hal pemilihan ketua umum.

Baca juga: Isu Bergabung dengan Partai Golkar, Jokowi Ingin Tegaskan Diri Sebagai Pemain Kunci

"Kenapa? Walaupun dekat, walaupun sampai hari ini masih satu keluarga katakanlah dengan Pak Jokowi karena saya tahu Golkar itu menjadi jangkar pemerintahan Pak Jokowi, dan selalu loyal pada Pak Jokowi," ucapnya.

"Tetapi, ketika Pak Jokowi tidak jadi presiden di Oktober 2024 nanti, Golkar mempunyai skema sendiri, punya permainannya sendiri tanpa melibatkan Pak Jokowi ke depan," tutup dia.

Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira, mengatakan jika Jokowi memang akhirnya pisah jalan dengan partai berlambang banteng itu, maka kemungkinan bakal mencari kendaraan politik baru dan dalam posisi lebih membutuhkan Golkar ketimbang sebaliknya.

“Sekarang yang membutuhkan itu bukan Golkar seperti yang Bung Erwin (Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa) sampaikan tadi. Yang membutuhkan itu beliau, Pak Jokowi yang membutuhkan kendaraan apa yang bisa digunakan untuk dia bisa eksis di dalam proses kekuasaan ini ke depan nanti,” kata Andreas seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa (12/3/2024).

Politisi PDIP Andreas Hugo Pereira mengatakan, Jokowi sangat butuh Golkar sebagai kendaraan politik.
Politisi PDIP Andreas Hugo Pereira mengatakan, Jokowi sangat butuh Golkar sebagai kendaraan politik. (Kompas.com)

Andreas memperkirakan Jokowi akan tetap berupaya mempertahankan pengaruh politiknya kepada pemerintahan mendatang supaya tetap berada di lingkaran kekuasaan.

“Entah itu secara langsung, atau ikut memberikan kekuasan. Kalau secara langsung menjadi ketua umum, atau kalau tidak, bagaimana beliau tetap ada dan ikut memberikan kontribusi di dalam kekuasaan ke depan, yang intinya adalah beliau eksis di dalam proses kekuasaan,”ucapnya.

Andreas juga mengingatkan supaya Partai Golkar tidak terjebak dengan iming-iming kekuasaan sehingga dengan mudah menerima jika Jokowi memutuskan akan bergabung di kemudian hari.

Sebab Andreas khawatir Partai Golkar cuma dijadikan instrumen supaya Jokowi tetap bisa mempertahankan pengaruh politiknya, ketimbang menggapai cita-cita masyarakat madani.

Andreas memperingatkan hal itu bisa terjadi berkaca dari isu penundaan Pemilu, memperpanjang jabatan presiden menjadi 3 periode, sampai menjadikan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden melalui perubahan aturan di Mahkamah Konstitusi.

“Hari-hari ini adalah episode berikut daripada apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi. Sekarang Golkar atau mungkin partai yang lain gitu, sehingga beliau eksis di dalam proses kekuasaan ini,” ucap Andreas.

“Ini soal formalitas etik dan moral, dan segala macam itu bukan masalah bagi beliau di dalam melihat persoalan ini, bagaimana berkuasa ini. Jadi saya kira pendekatan cara melihat persoalan, kalau kita melihat dengan pendekatan formal seperti ini, kita akan ketipu terus,” sambung Andreas.

Isu soal rencana bergabungnya Presiden Jokowi ke Partai Golkar sebelum atau sesudah periode kedua pemerintahannya berakhir semakin santer.

Kabar mengenai Jokowi yang disebut bakal bergabung ke Golkar mencuat ketika dia mengenakan dasi berwarna kuning saat berangkat melakukan kunjungan kerja ke Tokyo, Jepang, pada 16 Desember 2023.

Saat itu Jokowi ditanya alasan mengenakan dasi berwarna kuning, lantaran biasanya kerap mengenakan dasi berwarna merah dalam lawatan ke luar negeri.

Sampai saat ini status Presiden Jokowi sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjadi dipertanyakan, meskipun partai berlambang banteng bermoncong putih itu tidak pernah secara tegas menyatakan status keanggotaan Jokowi.

Di sisi lain, Jokowi membiarkan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden (Cawapres) mendampingi calon presiden (Capres) nomor 2 Prabowo Subianto.

Gibran juga merupakan kader dan diusung PDIP dalam pemilihan kepala daerah Kota Solo pada 2020 silam.

Di sisi lain, PDIP juga mengusung Capres-Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Akibat situasi itu, hubungan antara PDIP dan Jokowi akibat persaingan politik dalam Pilpres 2024 terlihat kurang harmonis.

Kini PDIP juga turut mengomentari soal peluang mengajukan hak angket di DPR, terkait dugaan pelanggaran pemerintah dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Padahal, PDIP sampai saat ini masih menjadi salah satu partai koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved