Pilpres 2024

PKS Sebut Jangan Ada Framing Negatif Hak Angket DPR

Politisi PKS sekaligus Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid meminta tidak ada framing negatif

Editor: Desy Selviany
Tribunnews.com
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berbincang dengan awak redaksi Tribun Network dalam acara kunjungan Pimpinan MPR RI ke Redaksi Tribunnews di Palmerah, Jakarta, Rabu (18/12/2019). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

WARTAKOTALIVE.COM - Politisi PKS sekaligus Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid meminta tidak ada framing negatif terkait dengan hak angket DPR RI soal dugaan kecurangan Pilpres 2024.

Menurut Hidayat, hak angket adalah hak DPR yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945).

Dia mengatakan, selama memenuhi syarat maka tidak ada yang bisa melarang DPR menggunakan hak angket.

“Syarat hak angket itu adalah diusulkan hanya oleh minimal 25 anggota DPR dan berasal lebih dari satu fraksi. Selama syarat itu terpenuhi, tidak ada halangan hak angket itu digunakan," kata Hidayat dalam keterangan pers seperti dikutip pada Minggu (25/2/2024).

"Dan tidak ada hak konstitusional siapa pun, apalagi pihak di luar DPR, untuk membuat gaduh dengan mem-framing negatif dan menolak hak angket oleh DPR,” sambung Hidayat Nur Wahid dikutip dari Kompas.com.

Selain itu, Hidayat menilai wacana hak angket DPR terkait penyelidikan dugaan kecurangan Pemilu berbeda dengan perselisihan hasil pemilu yang disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Ramai Wacana Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu 2024, Mahfud MD: Sangat Sangat Boleh

Meskipun, kata Hidayat, terdapat preseden menyatakan MK bisa memutus atau membatalkan apabila ada terbukti terjadi kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada penyelenggaraan Pemilu atau Pilkada.

“Biarkan dua proses itu berjalan sesuai dengan porsinya, karena keduanya berbeda sekalipun sama-sama konstitusional. Salah satunya tidak perlu digunakan untuk menafikan yang lain," ucap Hidayat.

Hidayat mengatakan, selama permohonan hak angket dan wacana sengketa hasil Pemilu dan pemilihan presiden (Pilpres) memenuhi syarat, maka seharusnya kedua hal itu bisa dijalankan.

"Keduanya konstitusional, dan perlu ditempuh untuk memastikan legitimasi Pemilu dan hasil Pemilu. Selain itu juga bentuk ketaatan pada konstitusi untuk menyelamatkan demokrasi, hukum, dan kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia," papar Hidayat.

Wacana menggulirkan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu pertama kali diangkat oleh calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya, PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan, menggunakan hak angket karena menurutnya DPR tidak boleh diam dengan dugaan kecurangan yang menurutnya cukup vulgar.

"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).

Gayung bersambut, calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyatakan partai politik pengusungnya juga siap untuk menggulirkan hak angket.

Tiga parpol pengusung Anies-Muhaimin adalah Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera.

"Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," ujarnya saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).

(Wartakotalive.com/DES/Kompas.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved