Pilpres 2024

TKN Sebut Dirty Vote yang Bahas Kecurangan Pilpres Adalah Fitnah, JK Tantang: Tunjukkan Fitnahnya

TKN Prabowo-Gibran sebut film Dirty Vote yang ungkap Pilpres curang adalah fitnah, Jusuf Kalla tantang tunjukkan data fitnahnya dimana

istimewa
Anies Baswedan dan Jusuf Kalla di kediaman mantan Wapres RI itu di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (7/10/2023). Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) menantang pihak TKN Prabowo-Gibran yang menuduh bahwa film Dirty Vote berisi fitnah. JK minta ditunjukkan dimana fitnahnya dengan data. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka angkat soal soal film dokumenter Dirty Vote yang mengungkap kecurangan Pilpres 2024.

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman menyebut bahwa film tersebut adalah fitnah yang mengutamakan narasi kebencian dan tuduhan tidak ilmiah.

Menanggapi hal itu Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) menantang pihak yang menuduh bahwa film Dirty Vote tersebut berisi fitnah.

Baca juga: Jusuf Kalla Minta Anies Istirahat di Masa Tenang: Kalau Perlu Dua Hari Dua Malam Kau Tidur

Jusuf Kalla meminta pihak tersebut membalas tuduhan itu dengan data.

"Sutradaranya masih sopan lah. Pihak lain marah, apalagi dibongkar semuanya. Semua orang bisa bilang fitnah tapi tunjukan dimana fitnahnya. Tunjukan datanya. Tidak ada kan. Semua ada pidato, angka-angka tanggal-tanggalnya," tutur JK di kediamannya di Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2024).

Jusuf Kalla mengaku sudah menonton film dokumenter Dirty Vote.

Dia pun mengapresiasi film besutan Dhandy Dwi Laksono tersebut.

"Saya sudah nonton tadi malam dan itu film itu luar biasa, ini kebenaran lengkap foto dan kesaksikan," ujarnya.

Baginya film tersebut, belum membongkar seluruh taktik pemenangan paslon tertentu seperti pembangian bansos, pengerahan suara dengan menggunakan petugas-petugas daerah yang berpengaruh.

"Tapi bagi saya film itu ringan dibanding kenyataan yang ada, masih tidak semuanya mungkin masih 25 persen. Masih banyak lagi," ungkap JK.

TKN Sebut Fitnah

Sebelumnya Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman menyebut bahwa film tersebut justru mengutamakan narasi kebencian dan tuduhan yang disampaikan tidak ilmiah.

"TKN menanggapi sebagai berikut. Bahwa di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, perlu kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang bernada asumtif, dan sangat tidak ilmiah," kata Habiburokhman di Media Center TKN, Jakarta Selatan, Minggu (11/2/2024).

Habiburokhman pun turut  mempertanyakan kapasitas tokoh yang terlibat dalam film tersebut. 

Baca juga: Beda Tanggapan Kubu Ganjar dan Prabowo Soal Film Dirty Vote yang Ungkap Desain Kecurangan Pemilu

Diketahui, yang terlibat yakni 3 ahli hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

"Dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mensabotase pemilu. Bukan mensabotase lah, ingin mendegradasi pemilu ini, dengan narasi yang yang sangat tidak mendasar," ujar Habiburokhman. 

Selain itu Habiburokhman juga menyampaikan, film ini sengaja dirilis di hari masa tenang pemilu.

"Ya karena cara-cara yang fair untuk bertarung secara elektoral sudah tidak mampu lagi mereka lakukan," imbuhnya. 

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil merilis film dokumenter tentang desain kecurangan pemilu.

Dokumenter berjudul “Dirty Vote” tayang hari ini mengambil momentum 11.11, yaitu tanggal 11 Februari bertepatan hari pertama masa tenang pemilu dan disiarkan pukul 11.00 WIB di kanal YouTube.

Dirty Vote persisnya dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film ini.

Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.

Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo.

Tentu saja penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data.

Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Baca juga: Timnas AMIN Nilai Film Dirty Vote Berikan Pendidikan soal Politisi Kotor Permainkan Publik

Baca juga: Penjelasan TKN soal Dugaan Prabowo Subianto Korupsi Pembelian Mirage Qatar, Diberitakan Media Asing

Sederhananya menurut Bivitri Susanti, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.

“Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi. Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” kata Bivitri dalam keterangannya, Minggu (11/2/2024

Bivitri mengingatkan, sikap publik menjadi penting dalam sejarah ini.

Apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru?

“Atau kita bersuara lantang dan bertindak agar republik yang kita cita-citakan terus hidup dan bertumbuh. Pilihan Anda menentukan,” katanya.

Menurut Feri Amsari esensi pemilu adalah rasa cinta tanah air.

Menurutnya, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini.

“Dan rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya. Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat. Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” jelas Feri.

Dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.

Ini merupakan film keempat yang disutradarainya mengambil momentum pemilu.

Pada 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu di mana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.

Pada 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta.

Dua tahun kemudian, Film Sexy Killers tembus 20 juta penonton di masa tenang pemilu 2019.

Sexy killers membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi – Ma'ruf Amin versus Prabowo-Hatta.

Seyogyanya menurut Dandhy, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.

Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ungkapnya.

Baca juga: TKN Sebut Film Dokumenter Dirty Vote yang Bahas Kecurangan Pemilu Era Jokowi Adalah Fitnah 

Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.

Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira, mengatakan dokumenter ini sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.

Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.

“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” katanya.

20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI. 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jusuf Kalla Apresiasi Film Dirty Vote: Tunjukan Bukti Fitnahnya, 

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved