Pilpres 2024

Beda Tanggapan Kubu Ganjar dan Prabowo Soal Film Dirty Vote yang Ungkap Desain Kecurangan Pemilu

Beda kubu TPN Ganjar-Mahfud dan TKN Prabowo-Gibran tanggapi film Dirty Vote yang bahas desain kecurangan pemilu 2024

Akun YouTube @PSHK Indonesia
Beda tanggapan kubu Ganjar dan kubu Prabowo soal film Dirty Vote yang bahas desain kecurangan pemilu 2024 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis memandang film dokumenter Dirty Vote, besutan jurnalis sekaligus sutradara Dandhy Dwi Laksono yang dirilisMinggu (11/2/2024), penting untuk pendidikan politik masyarakat.

Todung Mulya Lubis mengatakan film tersebut penting untuk masyarakat agar bisa memahami dinamika politik di Indonesia.

Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers di Media Center TPN Menteng Jakarta Pusat pada Minggu (11/2/2024).

"Banyak hal-hal yang positif yang kita bisa lihat dalam film ini, walaupun anda tentu boleh tidak setuju dengan film ini. Tapi menurut saya, film ini adalah pendidikan politik yang bagus, pendidikan politik yang penting buat masyarakat, buat kita semua untuk punya kemelekan politik dalam memahami dinamika politik di Indonesia," kata dia.

Ia berharap film yang bermuatan kritik terkait proses penyelenggaraan Pemilu 2024 tersebut tidak direspons dengan kriminalisasi.

Sikap "baperan" atau membawa perasaan, kata dia, dapat membahayakan demokrasi.

Baca juga: Film Dirty Vote Viral, TPN Ganjar: Jangan Ada Pihak yang Merasa Baper

"Yang saya tidak mau adalah jangan baperan. Banyak orang baperan kalau dikritik. Baperan ini berbahaya. Kalau anda merasa tidak setuju dengan apa yang dibuat dalam film itu, bantah saja dengan membuat film yang lain. Kritik bisa dibalas dengan satu kritikan yang lain. Jadi jangan baperan dan jangan cepat-cepat membuat laporan ke kepolisian," kata dia.

"Karena menurut saya kriminalisasi seperti ini akan memnunuh kreatifitas. Kriminalsasi seperti ini akan membunuh demokrasi itu sendiri. Kita ini bisa kuat karena kita punya demokrasi. Dan inilah yang menjadi taruhan kita ke depan sebagai bangsa dan negara," sambung dia.

Berbeda

Sementara Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman menyebut bahwa film tersebut justru mengutamakan narasi kebencian dan tuduhan yang disampaikan tidak ilmiah.

"TKN menanggapi sebagai berikut. Bahwa di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, perlu kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang bernada asumtif, dan sangat tidak ilmiah," kata Habiburokhman di Media Center TKN, Jakarta Selatan, Minggu (11/2/2024).

Habiburokhman pun turut  mempertanyakan kapasitas tokoh yang terlibat dalam film tersebut. 

Diketahui, yang terlibat yakni 3 ahli hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

"Dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mensabotase pemilu. Bukan mensabotase lah, ingin mendegradasi pemilu ini, dengan narasi yang yang sangat tidak mendasar," ujar Habiburokhman. 

Selain itu Habiburokhman juga menyampaikan, jika film ini sengaja dirilis di hari masa tenang pemilu.

"Ya karena cara-cara yang fair untuk bertarung secara elektoral sudah tidak mampu lagi mereka lakukan," imbuhnya. 

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil merilis film dokumenter tentang desain kecurangan pemilu.

Film di Masa Tenang

Dokumenter berjudul “Dirty Vote” tayang hari ini mengambil momentum 11.11, yaitu tanggal 11 Februari bertepatan hari pertama masa tenang pemilu dan disiarkan pukul 11.00 WIB di kanal YouTube.

Dirty Vote persisnya dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film ini.

Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.

Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo.

Tentu saja penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data.

Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Baca juga: TKN Sebut Film Dokumenter Dirty Vote yang Bahas Kecurangan Pemilu Era Jokowi Adalah Fitnah 

Sederhananya menurut Bivitri Susanti, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.

“Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi. Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” kata Bivitri dalam keterangannya, Minggu (11/2/2024

Bivitri mengingatkan, sikap publik menjadi penting dalam sejarah ini.

Apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru?

“Atau kita bersuara lantang dan bertindak agar republik yang kita cita-citakan terus hidup dan bertumbuh. Pilihan Anda menentukan,” katanya.

Baca juga: Ganjar Pranowo Terpukul Budayawan Blacius Subono Meninggal saat Cosplay jadi Semar di Kampanyenya

Pesan yang sama disampaikan oleh Feri Amsari.

Menurutnya, esensi pemilu adalah rasa cinta tanah air.

Menurutnya, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini.

“Dan rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya. Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat. Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” jelas Feri.

Dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.

Ini merupakan film keempat yang disutradarainya mengambil momentum pemilu.

Pada 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu di mana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.

Pada 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta.

Dua tahun kemudian, Film Sexy Killers tembus 20 juta penonton di masa tenang pemilu 2019.

Sexy killers membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi – Ma'ruf Amin versus Prabowo-Hatta.

Seyogyanya menurut Dandhy, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.

Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ungkapnya.

Baca juga: Masa Tenang Pemilu, Kubu Ganjar-Mahfud Memohon TNI-Polri Jangan Mau Diperalat Kepentingan Politik

Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.

Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira, mengatakan dokumenter ini sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.

Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.

“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” katanya.

20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI. 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul TPN Ganjar-Mahfud: Film Dokumenter Dirty Vote Penting Untuk Pendidikan Politik Masyarakat, 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved