Pilpres 2024

Ini Pembelaan Jokowi setelah Pernyataan Presiden Boleh Memihak Capres Mendapat Kritik Keras

Presiden Jokowi mengklarifikasi pernyataannya tentang presiden boleh berpihak pada capres. Minta tidak disalahartikan.

Editor: Rusna Djanur Buana
Dok. Sekretariat Presiden via Kompas.com
Presiden Joko Widodo saat menjelaskan soal aturan presiden dan wakil presiden boleh kampanye di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/1/2024). 

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," katanya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas menjelaskan bahwa presiden dan menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.

Baca juga: Tom Lembong Ungkap Kenangan dengan Gibran: Dulu Orangnya Rendah Hati dan Sangat Baik

Oleh karena itu, Jokowi berpandangan bahwa presiden dan menteri boleh berpolitik.

"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh," ujarnya.

Saat ditanya lebih lanjut soal bagaimana memastikan agar presiden tidak terlibat dalam konflik kepentingan ketika berkampanye dalam pemilu, Jokowi menegaskan, sebaiknya tidak menggunakan fasilitas negara.

Dikritisi akademisi

Komentar Jokowi soal Presiden boleh berkampanye dan berpihak pada salah satu capres menuai kritik dari kalangan akademisi.

Presiden Joko Widodo dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal tersebut disampaikan oleh Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, kemarin.

Ubedilah mengingatkan UU Pemilu mengamanatkan beberapa ketentuan yang menekankan perlunya netralitas presiden.

Misalnya Pasal 48 ayat (1) huruf b UU menetapkan bahwa KPU harus melaporkan pelaksanaan seluruh tahapan pemilu dan tugas-tugas lainnya kepada DPR dan Presiden.

"Artinya posisi struktural itu (KPU lapor ke Presiden) menunjukan bahwa Presiden bukan menjadi bagian yang terlibat dalam proses kontestasi elektoral, agar tidak ada abuse of power dalam proses pemilihan umum," kata Ubedilah kepada Kompas.com, Rabu (24/1/2024).

Lebih lanjut, Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Pemilu tersebut juga mengatur bahwa presiden memiliki peran dalam membentuk tim seleksi untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR.

Posisi menetapkan tim seleksi KPU itu membuat Presiden berkewajiban untuk netral dalam seluruh proses pemilu.

"Sangat berbahaya jika posisi Presiden tidak netral sejak menyusun tim seleksi anggota KPU maka seluruh anggota KPU dimungkinkan adalah orangnya Presiden.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved