Kasus Rafael Alun

Rafael Alun Lega Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Diskon Besar Uang Pengganti, Apa Kata KPK?

Mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun sedikit lega atas vonis Pengadilan Tipikor. Dia tak jadi dimiskinkan, malah dapat diskon.

Editor: Valentino Verry
kompas.com
Mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo lega mendengar vonis hakim Pengadilan Tipikor, Senin (8/1/2024). Dia memang dihukum 14 tahun penajra, namun untuk uang pengganti dapat diskon besar dari Rp 18,9 miliar menjadi Rp 10,79 miliar. 

"Dakwaan penuntut umum mengenai gratifikasi dari PT Krisna Bali Internasional Cargo tidak terbukti adanya," ujarnya.

Dalam perkara ini, selain 14 tahun penjara, Rafael Alun juga divonis hukuman denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan penjara.

Uang pengganti sebesar Rp 10,79 miliar itu harus dibayar paling lambat satu bulan setelah perkara inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama tiga tahun," kata Hakim.

Hukuman demikian diputuskan Majelis Hakim karena menilai Alun telah menerima gratifikasi berdasarkan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Rafael Alun juga dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana termuat dalam dakwaan," kata Hakim Suparman Nyompa.

Reaksi KPK

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri. (KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)

Juru Bicara KPK Ali Fikri pun mengapresiasi hukuman tersebut, meski lebih ringan dari aspek uang pengganti.

"KPK mengapresiasi atas putusan Majelis Hakim yang telah mempertimbangkan dan memutus sesuai tuntutan amar pidana yang dibacakan Tim Jaksa," katanya.

Fikri mengatakan, kasus Rafael Alun Trisambodo bermula dari pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang tidak sesuai dengan profil Penyelenggara Negara.

"Maka ini menjadi terobosan KPK dalam strategi penanganan perkara korupsi," ujarnya.

"Dukungan masyarakat juga yang turut mengawal setiap prosesnya juga menjadi kunci penyelesaian perkara ini," imbuhnya.

Menurut Fikri, KPK mengimbau kepada para penyelenggara negara untuk melaporkan LHKPN-nya secara jujur dan tepat waktu.

Dia mengingatkan batas akhir penyerahan LHKPN tahun ini jatuh pada 31 Maret 2024.

"Peran masyarakat menjadi penting dalam pengawasan LHKPN sebagai instrumen awal transparansi kepemilikan harta seorang penyelenggara negara, untuk mencegah terjadinya potensi tindak pidana korupsi," kata Fikri Ali.

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved