Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK

Pernyataan Ahli di Sidang Praperadilan Firli Bahuri dan Dukungan dari Kelompok Pemuda

Sementara itu, salah satu ahli lainya adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad.

Editor: Feryanto Hadi
layar tangkap Kompas TV
Ketua KPK Nonaktif Firli Bahuri 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan penetapan status tersangka Ketua KPK non aktif Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memasuki tahap pemeriksaan saksi dan keterangan ahli, pada Kamis (14/12).

Dari 6 saksi yang dihadirkan Firli, satu di antaranya adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Prof Romli Atmasasmita. Prof Romli menyoroti tahapan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap laporan polisi.

Melainkan langsung dilakukan penyidikan.

"Dalam hal tidak dilakukan penyelidikan dan langsung dilakukan penyidikan dalam suatu perkara, tidak dapat dinyatakan sah penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan terhadap perkara tersebut,” kata Romli.

Baca juga: Polisi Sita Barang Bukti saat Geledah Apartemen Firli Bahuri di Darmawangsa

Sementara itu, salah satu ahli lainya adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad.

Dalam persidangan terungkap bahwa Termohon, dalam hal ini Polda Metro Jaya, menggunakan empat alat bukti dalam menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka, yaitu saksi, surat, pendapat ahli dan petunjuk.

Namun demikian, Prof Suparji mengungkapkan bahwa alat bukti Polda Metro Jaya tersebut tidak memenuhi unsur kualitatif dan kausalitas, hanya memenuhi unsur kuantitatif.

“Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014, yang pada pokoknya menyatakan alat bukti harus bersifat kuantitatif dan kualitatif,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Jumat 15 Desember 2023.

Suparji menjelaskan, secara prosedural, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor, maka harus ada saksi dan surat yang menunjukkan serta membuktikan adanya mens rea dan actus rea pemenuhan unsur-unsur pasal tersebut.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Diperiksa di Bareskrim Sebagai Saksi Atas Permintaan Firli Bahuri

“Dalam hal tindak pidana pemerasan, secara prosedural penetapan tersangka harus didukung adanya saksi dan surat yang membuktikan adanya perbuatan memaksa seseorang, yaitu suatu perbuatan yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa takut pada orang lain,” ujarnya.

Suparji mengatakan, selama seseorang yang dipaksa belum memenuhi apa yang dikehendaki oleh oknum Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut, maka Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dimaksud tidak dapat dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e UU Tipikor.

“Tindak pidana ini baru dianggap selesai dilakukan oleh pelaku jika orang yang dipaksa menyerahkan sesuatu itu telah kehilangan penguasaan atas sesuatu yang bersangkutan, maka dengan ditolaknya pungutan yang dilakukan oleh pegawai negeri tersebut,” katanya. 

Di samping itu, Suparji mengungkapkan, prosedur penetapan tersangka untuk tindak pidana suap, harus ada alat bukti yang membuktikan adanya meeting of minds antara pemberi dan penerima suap untuk menerima hadiah dan janji.

“Meeting of minds merupakan nama lain dari konsensus atau hal yang bersifat transaksional untuk menerima hadiah atau janji yang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya,” ungkapnya.

Sedangkan pada tindak pidana gratifikasi, Suparji menjelaskan, secara prosedural juga harus ada alat bukti yang menunjukkan adanya penerimaan hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, yang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

“Pada akhirnya, secara prosedural, penetapan tersangka yang tidak memenuhi alat bukti yang berkualitas dan berkausalitas, yaitu tidak ada alat berupa saksi-saksi atau surat-surat yang menunjukkan dan membuktikan kapan, di mana, oleh siapa, kepada siapa adanya perbuatan seseorang memeras, menyuap dan menerima gratifikasi, dapat dibatalkan melalui mekanisme praperadilan,” ujarnya.

Dapat dukungan

Di sisi lain, Firli juga mendapatkan dukungan dari sejumlah kalangan

Di hari yang sama saat sidang praperadilan digelar, puluhan anak muda di Aceh menggelar aksi dukungan terhadap Firli dan KPK.

Tampak spanduk warna putih yang terbentang sepanjang sekitar 5 meter memuat tulisan berisi dukungan kepada Ketua KPK non aktif tersebut untuk menjemput keadilan lewat praperadilan.

"Aceh Dukung Firli Bahuri, Jemput Keadilan, Menangkan Praperadilan," bunyi spanduk tersebut.

Sejumlah pemuda asal Aceh memberikan dukungan kepada Firli Bahuri dalam menghadapi sidang praperadilan
Sejumlah pemuda asal Aceh memberikan dukungan kepada Firli Bahuri dalam menghadapi sidang praperadilan (Ist)

Koordinator aksi Fakhrulrazi mengatakan aksi simpatik ini spontan dilakukan setelah melihat banyaknya pakar hukum yang mengkritisi prosedur penetapan tersangka Firli.

Selain itu, kinerja Firli dalam upaya pemberantasan korupsi dinilai luar biasa.

Terbukti, banyak koruptor kelas kakap, mulai dari Bupati, Gubernur, Anggota DPR, menteri hingga pejabat di lembaga tinggi negara ditangkap dan diproses hukum tanpa pandang buku.

"Menurut pandangan kami, kinerja pak Firli selama ini sangat luar biasa," kata Fakhrul melalui pesan tertulisnya, Jumat (15/12/2023)

Karena itu, ia meyakini hakim PN Jakarta Selatan yang menyidang praperadilan yang diajukan Firli akan sangat objektif melihat persoalan ini.

"Kami percaya bahwa hakim praperadilan di PN Jakarta Selatan akan objektif melihat persoalan ini," terangnya.

Selanjutnya, ia juga mendukung dan mendoakan Firli agar bisa mendapat keadilan, dan dapat dibebaskan dari segala tuduhan.

"Kami mendoakan FB dapat keadilan dibebaskan dari segala tuduhan dengan menang di praperadilan," harapnya.

Ditetapkan Tersangka

Sebagaimana diketahui, Polisi telah menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.

"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.

Adapun Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.

"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.

Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.

"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.

 

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved