Pilpres 2024
Fahri Bachmid: Tidak Ada Alat Konstitusional Buat Review Produk Putusan MK Soal Usia Capres-Cawapres
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid sebut tidak tersedia alat konstitusional untuk mereview produk putusan MK.
"Saya belum menemukan suatu argumentasi konstitusional dan hukum yang kokoh terkait dengan ekstensifikasi produk putusan lembaga etik yang dapat membatalkan produk putusan MK, belum memadainya teori serta doktrin hukum yg relevan dangan hal itu."
"Sebab secara filosofis, sesungguhnya putusan MKMK adalah dalam rangka menegakan 'Code of Conduct' yaitu menegakan 'Sapta Karsa Hutama' sebagaimana diatur dalam peraturan MK RI Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi MK RI" jelasnya.
Fahri Bachmid berpandangan, jika mendasari pandangan dari berbagai pihak yang mempersoalkan Putusan MK dalam Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dinilai melanggar ketentuan norma Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU RI No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang mengatur bahwa:
"Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara"
Kemudian, ketentuan ayat (6) mengatur bahwa:
"Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan"
Berdasarkan konstruksi norma ini, dia berpendapat masih terdapat kekosongan pengaturan terkait pranata tersebut.
"Oleh karena mekanisme teknis terkait dengan bagaimana MK mengadili ulang perkara terkategori terdapat pelanggaran prosedur mengadili oleh karena terdapat dugaan 'conflict of interest' dalam perkara tersebut," paparnya.
"Sebab UU MK tidak mengatur jalan keluar secara yuridis jika keadaan hukum yang demikian itu memang terjadi, sebab hal tersebut secara ideal harus diatur dalam undang-undang organik yang mengatur secara khusus dengan hukum acaranya dalam UU 24 tahun 2003 tentang MK, dan yang terahir diatur dalam UU No. 7/2020"
"Selain tidak diatur dalam UU MK, secara khusus juga tidak diatur dalam peraturan mahkamah konstitusi terkait dengan pranata konstitusional itu, sehingga saya berpandangan memang masih terdapat kekosongan hukum ‘recht vacuum’ atas persoalan itu" papar dia kembali.
(Wartakotalive.com)
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.