Pilpres 2024
Fahri Bachmid: Tidak Ada Alat Konstitusional Buat Review Produk Putusan MK Soal Usia Capres-Cawapres
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid sebut tidak tersedia alat konstitusional untuk mereview produk putusan MK.
WARTAKOTALIVE.COM - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid memberikan pandangan dan analisis hukum soal polemik putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan itu terkait Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres sehingga dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Fahri Bachmid berpendapat, sebenarnya jika ditelaah lebih jauh secara cermat, baik dari aspek filosofis maupun legalistik, tidak cukup terdapat argumentasi memadai, untuk dengan mudah menjustifikasi bahwa produk putusan dari lembaga etik dapat batalkan produk putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sebab, pada hakikatnya MK dengan putusannya adalah organ konstitusional yang sangat limitatif terkait dengan kewenagan atributifnya, termasuk sifat putusannya yang bercorak 'ergo omnes' maupun 'final and binding'" kata Fahri, Senin (6/11/2023).
Ketua Mahkamah Partai Bulan Bintang (PBB) ini sebut sepanjang produk putusan yang telah dikeluarkannya sama sekali tak dibuatkan sebuah mekanisme banding atau peninjauan kembali untuk mereview terhadap segala hal.
Baik materil dan formil yang melingkupinya, apakah berkaitan dengan keadaan atau fakta hukum tertentu, aspek legal serta prosedur hukum acara dan seterusnya.
Fahri mengakui, tak terkecuali unsur dinamika yang terjadi dalam proses pengambilan putusan dalam forum rapat permusyawaratan hakim (RPH).
Misal, terdapat pendapat berbeda ‘dissenting opinion’ dan/atau alasan hukum yang berbeda ‘concurring opinion’ para hakim konstitusi.
Tetapi, ketika telah dibacakan dalam forum persidangan yang terbuka untuk umum, maka tentunya disitulah letak keabsahan atau keberlakuannya.
Apakah sifatnya putusan MK yang ‘Self Implementing’ atau ‘Legally Null And Void’ atau ‘Conditionally Constitutional’ ataukah yang ‘Conditionally Unconstitutional’.
"Sehingga tidak tersedia alat konstitusional untuk dapat mengujinya" tegas Fahri.
Hal ini tentunya berbeda yang konstruksi pelembagaan forum etik MK, yang hanya berdasarkan pada mandat hukum setingkat UU.
Dimana UU mendelegasikan agar MK wajib menyusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang berisi norma yang harus dipatuhi setiap hakim konstitusi, dalam menjalankan tugasnya.
Hal itu untuk menjaga integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan.
Sehingga, jelas dia, jika mencoba mendalami dengan metode penafsiran yang sistematis serta teleologis, maka sesungguhnya produk putusan MKMK dalam hal hakim terlapor atau hakim terduga, menurut Majelis Kehormatan, jika terbukti melakukan pelanggaran, maka konsekwensi hukumnya adalah diberikan sanksi, baik ringan maupun berat, dan sangat sulit untuk menalar jika putusan etik dapat menganulir putusan pengadilan (MK).
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.