Pilpres 2024

PSI Dorong Pelanggaran HAM Berat Masuk Visi Misi Prabowo, Kaesang: Intinya untuk Kemajuan Indonesia

Hingga saat ini hanya pasangan Prabowo-Gibran yang tidak memasukan visi misi penyelesaian HAM berat di masa lalu untuk kampanye Pilpres 2024.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Sigit Nugroho
wartakotalive.com, Alfian Firmansyah
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Kaesang Pangarep mendatangi kediaman Bakal Calon Presiden dari Koalisi Indonesia Maju sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kertanegara 4, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung pasangan bakal capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Meski mendukung, namun PSI berjanji akan mendorong penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu masuk ke dalam visi misi Prabowo Subianto.

Demikian dikatakan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep saat mengunjungi posko relawan Jokowi, Timbul Sehati Indonesia, Jalan Penjernihan Dalam, Bendungan Hilir, Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Diketahui hingga saat ini hanya pasangan Prabowo-Gibran yang tidak memasukan visi misi penyelesaian HAM berat di masa lalu untuk kampanye Pilpres 2024.

Dikutip dari Kompas.com, Kaesang Pangarep memastikan partainya akan mendorong semua visi misi yang baik untuk Prabowo-Gibran.

“Balik lagi, semua concern kita intinya untuk kemajuan Indonesia. Mau dalam bidang ekonomi, tadi dalam hukum. Pasti kita akan majukan semua,” kata Kaesang.

Baca juga: PSI Dorong Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Masuk Visi Misi Prabowo Subianto

Kaesang berujar bahwa meskipun menjadi partai politik (parpol) terakhir yang bergabung dengan KIM, PSI tak serta merta menerima visi-misi Prabowo-Gibran begitu saja.

“Bukan berarti semua program yang diajukan capres-cawapres kita langsung setuju, enggak juga,” ujar Kaesang.

“Kami pasti akan dorong beberapa program yang selaras dengan yang PSI mau,” ucap Kaesang.

Adapun dalam visi dan misinya, Prabowo-Gibran tidak menjanjikan bakal menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu.

Hal itu berbeda dengan rencana program kerja bakal capres-cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud MD serta bakal capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.

Baca juga: Anis Matta Jadi Sosok Pemberi Ide ke Jokowi untuk Koalisi Besar dengan Prabowo Subianto

Kedua pasangan calon (paslon) itu menyatakan bakal berupaya menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu.

Diketahui di era pemerintahan Presiden Jokowi, negara sudah mengakui dan meminta maaf atas pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Ada 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu yang diakui pemerintah di antaranya Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, dan Kerusuhan Mei 1998.

Bahkan pengakuan itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

Namun sayangnya, pemerintah baru bisa menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu hanya berbasis non yudisial.

Sehingga kasus tersebut tidak diusut secara hukum sehingga tidak diketahui pihak mana yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan bahwa 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu akan semakin sulit diadili.

Sebab sejumlah pihak yang diduga terlibat sudah meninggal dunia.

BERITA VIDEO: Arahan Prabowo ke Pimpinan TNI Soal Pengaruh Geopolitik Global

RK dan Khofifah Sedang Dibahas untuk Masuk ke Dalam TKN Prabowo-Gibran

Di sisi lain, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menerangkan perkembangan terkait Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Dasco mengatakan bahwa mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa turut dibahas untuk masuk dalam TKN Prabowo-Gibran.

"Kalau dibicarakan di internal tentunya sudah dibicarakan," kata Dasco di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).

Namun, Dasco belum dapat memastikan apakah kedua nama tersebut akan turut masuk dalam TKN atau tidak nantinya.

Sebab, ujar Dasco, perihal keputusan nama-nama struktur TKN Prabowo-Gibran masih dalam konsolidasi para ketua umum parpol di Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Baca juga: Anis Matta Jadi Sosok Pemberi Ide ke Jokowi untuk Koalisi Besar dengan Prabowo Subianto

"Tapi menyangkut apakah masuk atau enggak, tunggu tanggal mainnya saja," ujar Dasco.

Sebelumnya, beredar nama sejumlah tokoh yang disebut-sebut dipastikan masuk dalam tim itu.

Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, Habiburokhman.

 Habiburokhman menyebut pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Khofifah Indar Parawansa.

"Masih, ya, dan saya ini ya saya belum bisa sampaikan karena belum diumumkan secara resmi, feeling  (perasaan) saya ini ya sangat-sangat mungkin sekali Bu Khofifah masuk (TKN)," kata Habiburokhman kepada awak media, Rabu (1/10/2023).

Baca juga: Golkar Bantah Ridwan Kamil Gabung TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD

Menurut Habiburokhman mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga dipastikan akan  bergabung dalam TKN Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

"Pasti dong, pasti (Ridwan Kamil masuk struktur)," ucap Habiburokhman. 

Anis Matta Jadi Sosok Pemberi Ide ke Jokowi untuk Koalisi Besar dengan Prabowo Subianto

Mantan pentolan PKS sekaligus Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mengaku menjadi salah satu pihak yang menyarankan ke Presiden Jokowi agar membuat koalisi besar.

Koalisi besar itu kata Anis Matta bisa menjadi legacy Presiden Jokowi di akhir pemerintahan 2024 karena bisa mempersatukan perbedaan politik.

Hal itu diungkapkan Anis Matta seperti dikutip Kompas.com, Kamis (2/11/2023).

Baca juga: Golkar Siapkan Khofifah Indar Parawansa untuk Perkuat TKN Prabowo-Gibran di Wilayah Jatim

Anis mengaku awalnya mengusulkan kepada Jokowi agar merangkul Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada tahun 2019.

Dia menilai, legacy Jokowi ketika sudah tidak menjabat Presiden lagi bukan infrastruktur, melainkan konsolidasi elite politik.

"Saya waktu itu usulkan ke Pak Jokowi supaya rangkul Pak Prabowo, 'legacy Bapak yang paling besar itu nanti bukan infrastruktur, tapi konsolidasi elite'. Jadi, legacy Pak Jokowi saya bilang, 'Pak, bukan infrastruktur. Tapi legacy-nya adalah rekonsiliasi politik, itu konsolidasi elite'. Nah, ini terjadi," ujar Anis.

Anis menjelaskan, ketika Prabowo dirangkul masuk ke kabinet pada 2019, itu adalah peristiwa yang luar biasa.

Pasalnya, Prabowo dan Jokowi sama-sama menghadapi perbedaan pemikiran para pengikutnya.

BERITA VIDEO: Arahan Prabowo ke Pimpinan TNI Soal Pengaruh Geopolitik Global

"Pak Prabowo tentu kalau tengok balik ke pengikutnya pasti dia pikir, 'saya dituduh pengkhianat ini'. Pak Jokowi juga kalau dia tengok ke pengikutnya dia juga pikir, 'terus ngapain kita bertengkar selama ini, capek-capek kan. Habis itu gabung lagi'," tuturnya.

Anis mengaku mengusulkan agar rekonsiliasi ini perlu dilanjutkan ke depannya. Caranya, kata dia, adalah dengan mewariskan suatu koalisi besar pada Pemilu 2024.

Masalahnya, pemerintahan Jokowi sudah agak pecah saat itu karena Nasdem telah mendeklarasikan Anies Baswedan.

"Jadi satu (Nasdem) sudah mulai, tapi tidak keluar dari pemerintah. Tapi maksudnya koalisi pemerintah ini beda-beda. Itu bulan Februari," katanya. Pertahankan rekonsiliasi Anis menyebutkan, Jokowi setuju dengan ide koalisi besar demi mempertahankan rekonsiliasi.

Walhasil, Anis menyarankan kepada Jokowi untuk mengumpulkan semua yang tersisa dari pemerintahan ke satu koalisi yang sama.

Jokowi pun kala itu disebut menyetujui ide Anis Matta untuk menciptakan koalisi besar.

"Dan beliau mengatakan, 'ini ide yang luar biasa. Kalau begitu silahkan coba ngobrol sama para pimpinan partai'. Kita cuma punya niat baik," tutur Anis.

Selanjutnya, Anis bergerak dengan mengajak Prabowo bicara di bulan yang sama dan saat Ramadhan 2023.

Mereka berbincang-bincang di kantor Kementerian Pertahanan.

Namun, secara tiba-tiba, PDIP yang juga masuk rencana koalisi besar tiba-tiba mendeklarasikan Ganjar sebagai capres.

Baca juga: Perang Hamas vs Israel, Anis Matta: Pas Pilih Prabowo Sebagai Presiden karena Paham Geopolitik Dunia

"Tapi di luar dugaan kita ini, tiba-tiba satu hari jelang Lebaran, PDI-P tiba-tiba mengumumkan Ganjar sebagai capres," jelasnya.

Melihat kejadian itu, Anis kembali bertemu Jokowi. Dia bertanya kepada Jokowi, apa yang sebenarnya sedang terjadi, dan bagaimana nasib dari koalisi besar ini.

Sebab, tidak bisa dimungkiri sudah ada penjajakan kepada PDIP untuk membentuk koalisi besar.

Rupanya mengajak PDIP masuk ke koalisi besar tidak berhasil. Anis tidak ingin berbicara secara mendetail perihal ini.

"Mungkin teman-teman PDIP juga punya pertimbangan yang lain yang kita tidak tahu secara persisnya. Yang jelas ide koalisi besar ini tidak berhasil," kata Anis.

"Jadi saya bicara ke Pak Presiden, 'Pak, kalau begitu, ini sudah jadi tiga kelompok kabinet Bapak ini. Nasdem sudah punya capres sendiri. PDIP sudah punya capres sendiri. Jangan-jangan jadi empat lagi ini'," sambungnya.

Anis mengaku mengusulkan kepada Jokowi untuk tidak mencoba memaksakan pasangan calon pada Pilpres 2024 hanya menjadi dua.

Sebab, koalisi di dalam pemerintahan sendiri saja sudah pecah. Dia menyarankan kepada Jokowi agar membiarkan pemilih yang memiliki ide lain untuk berekspresi.

"Biarlah orang yang nolak Bapak mungkin yang misalnya di pemilih Anies Baswedan, beri ruang mereka untuk berekspresi. Dan kalau Mas Ganjar ini kalau masih ada jalan untuk ketemunya, supaya ada dalam koalisi besar, itu lebih bagus," imbuh Anis. (*)

(Wartakotalive.com/DES/Kompas.com)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved