Illegal Logging

ISESS Minta Mabes Polri Usut Dugaan Penadahan Illegal Logging di Pulau Tengah Karimunjawa

Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) merespons dugaan penadahan hasil pembalakan liar (illegal logging) di Pulau Tengah Karimunjawa.

Warta Kota/Istimewa
Ilustrasi pembalakan liar. Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) merespons dugaan penadahan hasil pembalakan liar (illegal logging) di Pulau Tengah Karimunjawa. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) merespons dugaan penadahan hasil pembalakan liar (illegal logging) di Pulau Tengah Karimunjawa.

Dugaan penadahan hasil illegal logging tersebut mencuat setelah video aksi Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Menggugat (YLBHIM), Ahmad Gunawan viral di media sosial. 

Ditambah kesaksian warga dan sejumlah pihak lain soal praktik pidana di Desa Kemujan, Kepulauan Karimunjawa, Jateng tersebut.

Atas dasar itulah, pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto mendorong polisi mendalami kesaksian itu. 

"Harusnya diusut tuntas, termasuk bila ada keterlibatan aparat," kata Bambang kepada media dalam keterangannya, Sabtu (7/10/2023). 

Bambang meminta Divisi Propam Mabes Polri diterjunkan dalam mengusut kasus ini.

Baca juga: Dugaan Penadahan Illegal Logging Terjadi di Pulau Tengah Karimunjawa

Sebab kasus tersebut katanya diduga menyeret petinggi kepolisian.

"Karena ini ada dugaan keterlibatan aparat, sebaiknya Propam Mabes Polri turun melakukan penyelidikan," ujar Bambang. 

Bambang menyarankan kasus ini tak hanya diselidiki Polda Jateng.

Ia juga mengingatkan bahwa polisi memiliki Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) yang mestinya bisa mencegah illegal logging.

Apalagi peran dan tupoksi Polairud salah satunya menjaga keamanan dari kejahatan di perairan dangkal.

"Ini termasuk sungai atau selat laut Karimun Jawa maupun perairan sekitar pulau-pulau lainnya," ujar Bambang. 

Bambang menyinggung hasil illegal logging yang dibawa ke Karimun Jawa tentunya harus dibawa keluar dari pulau tersebut melalui perairan laut di sana. 

"Jadi layak dipertanyakan bagaimana kinerja satuan Polairud setempat sehingga bisa terjadi kejahatan illegal logging yang berlangsung cukup lama," ujar Bambang. 

Selain itu, Bambang mengingatkan agar kasus semacam ini didalami dari level hilirnya.

Baca juga: Cegah Pembalakan Liar dan Perdagangan Kayu Ilegal, Pemerintah Terbitkan Kajian Implementasi FLEGT

Sehingga dapat terungkap asal, tujuan, dan bentuk kejahatan yang dilakukan demi melanggengkan praktik illegal logging ini. 

"Kalau mau serius memberantas ilegal loging, harusnya diusut hulu sampai hilir. Illegal logging itu adalah kejahatan di hulu, ada jalur angkutan yang membawa hasil kejahatan tersebut ke hilir. Makanya harus diungkap mulai hulu sampai hilirnya, dikirim kemana kayu-kayu ilegal tersebut," ujar Bambang.

Dugaan penadahan hasil illegal logging tersebut mencuat setelah video aksi Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Menggugat (YLBHIM), Ahmad Gunawan viral di media sosial. 

Ahmad Gunawan melakukan investigasi terhadap perahu dengan muatan kayu-kayu tanpa disertai dokumen di Pulau Tengah, 16 Maret 2023 lalu. 

Aksi tersebut mendapati nakhoda dengan kapal muatannya sebanyak 30 kubik kayu bodong yang didatangkan dari Kalimantan. 

Ahmad Gunawan pun melakukan kunjungan langsung ke Pulau Tengah dan menjelaskan peruntukan kayu-kayu tersebut untuk membangun resort.

Kasus ini sebenarnya sudah dilaporkan ke sejumlah pihak terkait namun belum ada penindakan tegas hingga saat ini. 

Bahkan, menurut Maskuri, salah warga yang mendampingi, dugaan praktik penadahan illegal logging masih berlangsung sampai sekarang di Pulau Tengah.

“Pembongkaran (muatan) kayu bodong itu masih berjalan September lalu,” kata dia. 

Dia pun mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas dugaan praktik penadahan illegal logging yang diduga dilakukan pemilik resort di Pulau Tengah.

“Hukum harus ditegakkan, jangan sampai hukum tumpul ke atas tajam ke bawah, harus ditegakkan, karena melihat ada intimidasi pada warga,” ujar dia.      

Menurut penuturan mantan karyawan yang pernah bekerja di salah satu resort di sana, Abdussalam, dirinya pernah ditugaskan untuk menghitung kayu yang dibawa kapal tanpa disertai dengan dokumen lengkap, tapi hanya nota jumlah kayu yang dibawa.

Rata-rata tiap bulan ada empat kali pengiriman dengan jumlah 28-30 kubik setiap pemberangkatan. 

Baca juga: PT JIEP Kembalikan Fungsi Hutan Kota di Kawasan Industri Pulogadung yang Sempat Dikuasai PKL

Menurut pengakuan mantan nakhoda kapal, Hamka, dirinya pernah membawa muatan kayu ulin dari Kumai Kalimantan Tengah untuk dibawa ke Pulau Tengah.

Dirinya terlibat tiga kali pengiriman tanpa disertai surat sama sekali. 

Menurutnya aktivitas pengambilan dan pengiriman kayu dari Kalimantan harus dilakukan di malam hari.

Jika perahunya sampai di sana siang hari, maka diperintahkan untuk keluar pelabuhan dan bersembunyi di rawa-rawa lalu kembali lagi ke pelabuhan malam hari, dengan muatan sekali berangkat 33 kubik kayu. 

Pria yang diupah Rp 3 juta sekali pengiriman ini mengaku berhenti bekerja sebagai nakhoda pengiriman kayu ke Pulau Tengah lantaran takut terjerat persoalan hukum. 

“Bagaimana kita ambil izin berlayar kalau tidak ada dokumen kayu? Soalnya izin berlayar itu harus tercantum dokumen kayu berapa ratus batang, mana kita berani kalau tidak ada dokumen kayu,” ujar dia.    

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

 

 

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved