Berita Nasional
Pantas Warga Rempang Tolak Proyek Eco City, LSM NCW Temukan Banyak Hal Janggal, Ini Dia
LSM Nasional Corruption Watch (NCW) melakukan penyelidikan mendalam soal proyek nasional Eco City di Pulau Rempang. Hasilnya? Banyak yang janggal.
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Valentino Verry
Ia menilai, pada akhirnya Xinyi kena batunya usai bentrokan terjadi antara masyarakat Pulau Rempang dan aparat.
Bahkan, adanya kejadian itu diduga membuat saham mereka turun sampai 20 persen pada 26 September 2023 lalu.

Saham Xinyi naik pada 29 September 2023 usai Menteri Investasi Bahlil Lahadalia secara tegas menyatakan investasi Rempang Eco City tetap akan dilanjutkan dengan empat poin petunjuk dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Ini sangat terencana dan tertata rapi bahwa Xinyi ini akan dinaikkan namanya, dibuat seolah-olah ini perusahan besar," kata Hanifa.
"Yang dikatakan target berikutnya membangun pabrik kaca terbesar, sehingga investor akan memperebutkan membeli sahamnya," sambung dia.
Pihaknya turut menyoroti studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) Proyek Eco City Rempang yang belum dituntaskan.
Di mana terindikasi dari undangan Kepala Pusat Perencanaan Program Strategis BP Batam, Nomor B-4392/A2.1/PT.02/09/2023 tentang Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Rempang Eco City.
“Ini menjadi pertanyaan publik selanjutnya, apakah sebuah mega proyek bisa dilaksanakan dan dianggap sudah melewati proses kajian yang komprehensif sehingga layak untuk diteruskan?” tuturnya.
NCW juga menyoroti pernyataan Menteri Bahlil yang mengeklaim bahwa hanya 20 persen masyarakat Rempang yang tak setuju dipindahkan serta sebagian besar menolak lantaran tidak memiliki alas hak atas tanahnya.
“Namun rakyat di lapangan, menurut hasil penyelidikan dan pengumpulan data informasi dari sumber terpercaya dan pengaduan masyarakat ke DPP NCW, 80 persen masyarakat Pulau Rempang yang memiliki alas hak SHM, menolak untuk dipindahkan atau direlokasi ke lokasi baru,” kata dia.
Temuan berikutnya terkait pembiayaan relokasi serta penggusuran tanah masyarakat Pulau Rempang yang belum dialokasikan pemerintah pusat ataupun BP Batam.
Menurut Hanifa, kondisi ketidaksiapan anggaran menimbulkan tanda tanya besar publik.
"Kenapa masyarakat dipaksa segera pindah jika anggaran relokasi belum tersedia?” ujarnya.
Selanjutnya, temuan perihal awal mula konflik lahan di Pulau Rempang terjadi pada 2001 bermula dari diterbitkannya HPL (Hak Pengelolaan Lahan) oleh pemerintah pusat dan BP Batam.
HPL itu diterbitkan untuk perusahaan swasta, lalu berpindah tangan ke PT Makmur Elok Graha.
Berita Nasional
Rempang
Eco City
Nasional Corruption Watch (NCW)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Ketua DPP Nasional NCW Hanifa Sutrisna
Lisa Mariana Ingin Tes DNA Ulang, Ridwan Kamil: Mau Di Mana Aja, 1.000 Persen Hasilnya Sama |
![]() |
---|
Serba-serbi Ahmad Sahroni, Sebut Rakyat Tolol Hingga Punya Gurita Bisnis Pengiriman BBM |
![]() |
---|
Influencer Merasa Dapat Intimidasi Setelah Kritik Anggota DPR RI Ahmad Sahroni |
![]() |
---|
Stasiun Tanah Abang-Rangkasbitung Lumpuh Akibat Demo, Ini Alternatifnya |
![]() |
---|
Unjuk Rasa Bubarkan DPR Jilid 2 Ricuh, Massa Hadapi Water Canon |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.