Pilpres 2024

Kata Ganjar Pranowo Soal Konflik Rempang, Batam Dalam Kuliah Kebangsaan UI

Kata Ganjar Pranowo Soal Konflik Rempang, Batam Dalam Kuliah Kebangsaan UI

|
Editor: Joanita Ary
Wartakotalive/Yolanda Putri Dewanti
Bacapres Ganjar Pranowo menghadiri kuliah kebangsaan yang digagas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Senin (18/9/2023). 

WARTAKOTALIVECOM, JakartaGanjar Pranowo bakal calon presiden (bacapres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) turut menyoroti soal konflik Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dalam Kuliah Kebangsaan di Fakultas Ilmu Politik (Fisip) UI, Senin (18/9/2023).

Ganjar menyebut konflik tanah di Rempang yang banyak diperbincangkan masyarakat saat ini.

Dalam hal ini Ganjar menerangkan tentang konflik agraria.

"Sekarang yang rame di Rempang ya, ramai sekali," ujarnya di hadapan mahasiswa dan dosen serta profesor Fisip UI, Depok, Jawa Barat, Senin (18/9/2023).

Menurutnya jika bicara tentang konflik tanah, termasuk di Rempang, berawal dari tidak adanya sertifikat.

"Itu tanahnya siapa? Dulu, ketika kebijakan pemerintah akan dilakukan dan pekerjaan akan dilaksanakan, pokoknya iya aja deh. Ini tanah tidak ada sertifikatnya," ujarnya.

Ia menerangkan, kebijakan atau program sertifikat tanah baru digencarkan oleh pemerintah saat ini. Menurutnya sertifikasi tanah merupakan mitigasi untuk mencegah konflik agraria.

"Di mana sertifikat yang sudah beres? Belum. Program sertifikasi itu kan baru jalan, pemerintahan sekarang saja," kata mantan Gubernur Jawa Tengah itu.

"Mitigasi tersebut yang kemudian penting untuk mencegah," ujarnya.

Ganjar pun mengaku telah memberikan usulan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Perdagangan, dan Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Saya sampaikan, coba Anda rekrut karyawan yang tidak semuanya insinyur. Tolong lah Antropolog, tolong lah Sosiolog, tolong lah Psikolog, agar kemudian dia bisa tahu, menjelaskan lebih dulu," ucap Ganjar.

Kemdian Ganjar mengungkapkan, pemerintah kadang tak ingin repot menjelaskan kepada masyarakat dan lebih memilih menggunakan regulasi tentang pengadaan tanah.

"Kan kadang-kadang pemerintah tidak mau, capek menjelaskan, udah lah pakai UU pengadaan tanah aja, makannya njeglek (komunikasi terputus -red)," ujarnya.

Ia menjelaskan, saat masyarakat menolak sementara hukum terus berjalan, maka akan muncul kekerasan.

"Begitu hukum berjalan, tampilannya adalah kekerasan, itu yang terjadi," ujarnya.

Sumber: KOMPAS
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved