Pilpres 2024

Didukung Golkar dan PAN, Pengamat Ungkap Tiga Hal Isi Pidato Prabowo Subianto yang Patut Dikritisi

Pengamat Komunikasi Politik, M Lukman sebut ada tiga hal dari isi pidato Prabowo Subianto yang perlu dikritisi seusai didukung Partai Golkar dan PAN.

Editor: PanjiBaskhara
WartaKota/Alfian Firmansyah
Pengamat Komunikasi Politik, M Lukman sebut ada tiga hal dari isi pidato Prabowo Subianto yang perlu dikritisi seusai didukung Partai Golkar dan PAN. Foto: Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto terharu mendapatkan dukungan dari Partai Golkar, PKB, dan PAN di Pilpres 2024. 

TRIBUNBEKASI.COM - Ada tiga hal yang patut dikritisi dari isi pidato Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, setelah mendapatkan dukungan dari Partai Golkar dan PAN, di Pilpres 2024.

Tiga hal patut dikritisi dari isi Prabowo Subianto tersebut dibeberkan langsung oleh Pengamat Komunikasi Politik, M Lukman.

Pertama, M Lukman dia menilai Prabowo Subianto seolah belum menerima kekalahan di Pilpres 2014 dan 2019.

Bahkan, jelas M Lukman, Prabowo Subianto dinilai sangat ngotot ingin berkuasa.

Baca juga: Amien Rais Mengaku Siap Dukung Prabowo Subianto Jika Anies Baswedan Tak Maju Nyapres di Pilpres 2024

Baca juga: Selain Prabowo Subianto, Anies Baswedan Juga Suka Kucing Kampung Sebut Bagian dari Healing

Baca juga: Golkar-PAN Merapat ke Kubu Prabowo Subianto, Adian Napitupulu Tanggapi Isu Jokowi Main 2 Kaki

Hal tersebut terlihat dari berbagai diksi dalam pidato Prabowo Subianto seusai mendapatkan dukungan dari Partai Golkar dan PAN.

Lukman mencatat ada beberapa diksi yang memperlihatkan jika Prabowo Subianto belum menerima kekalahan dari Joko Widodo atau Jokowi di pilpres sebelumnya dan ingin berkuasa, yakni seperti 'pembangunan bangsa dan negara' dan 'kehendak ingin memperbaiki kehidupan rakyat—kita'.

Lalu ada diksi 'kita sepakat akan kita tinggalkan kepentingan pribadi dan golongan dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan rakyat', dan 'mewujudkan harapan rakyat sesuai dengan harapan para partai koalisi' dibungkus secara bersamaan dengan kalimat yang meragukan 'kecintaan' pihak lain terhadap bangsa dan negara Indonesia.

"Terlepas dari apakah sikap 'keraguan' itu mengarah kepada Bacapres PDIP, Ganjar Pranowo atau bukan, namun statement Prabowo Subianto di atas tergolong relatif serupa terjadi di tahun Pilpres 2014,"

"Terutama berpijak kepada narasi-narasi kerakyatan dan kebangsaan yang disampaikan olehnya pada saat mendeklarasikan Cawapres-nya dari PAN, Hatta Rajasa," ujar Lukman, dalam keterangan resminya, Senin (14/8/2023).

Lukman akui, penekanan statement Prabowo Subianto yang berulang itu justru seolah menegaskan belum selesainya pemulihan diri pasca trauma politik sejak kegagalan menjadi Presiden terpilih pada Pilpres tahun 2014 dan Pilpres 2019.

"Hal ini berpotensi menjadikan Prabowo Subianto dalam ruang-ruang publik yang rasional sebagai calon pemimpin yang masih 'ngotot' berkuasa, dan bahkan labil untuk berkontestasi politik di level Pilpres, sekalipun dua kali percontohan telah menggagalkannya," ujarnya.

Kemudian, Lukman menuturkan dalam welcoming speech kepada partai Golkar dan PAN, Prabowo Subianto disebut 'dengan tidak malu-malu' menyebut dirinya dan para tokoh partai dalam koalisinya saat ini berada dalam pemerintahan Presiden RI Joko Widodo.

Prabowo Subianto juga menegaskan beberapa kalimat seperti 'kami mengerti permasalahan', dan statement 'berhasil membawa bangsa dan negara untuk mencapai cita-cita negara adil, makmur, dan membawa kesejahteraan menyeluruh'.

Padahal, kata Lukman, dua kalimat di atas merupakan keniscayaan politik pilpres di Indonesia yang sejatinya meletakkan fundamen 'kerakyatan' sebagai objek penyertaan yang bersifat long lasting atau abadi.

Selain itu, seringkali para tokoh capres maupun cawapres justru mengalami 'gagal paham' tentang inti dari persoalan-persoalan kerakyatan yang sesungguhnya tidak bisa secara serampangan dikerdilkan menjadi suatu permasalahan yang—seolah-olah- universal.

Bangsa, rakyat, masyarakat di Indonesia, lanjut Lukman merupakan kesatuan dari manifestasi entitas/wujud yang berbeda-beda, demikian pula keniscayaan dalam setiap problematika per entitasnya," ujarnya.

"Ucapan Prabowo Subianto yang ditepuk-tangani oleh para pimpinan partai koalisi justru urung dilihat secara signifikan sebagai narasi kepemimpinan yang sarat visi."

"Implikasi serius ke depannya, sejarah membuktikan terpilihnya pemimpin dengan hanya bermodalkan ambisi berkuasa semata (tanpa visi kerakyatan yang transparan kepada publik) berpotensi besar membahayakan demokrasi kepada regresi yang konkret," ujar Lukman.

Ketiga, Lukman menyebut framing terhadap statement bahwa mereka berada dalam kapal pemerintahan yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo.

Sekaligus dengan demikian mereka 'sangat mengerti' pokok persoalan rakyat dan sebagainya, bisa digolongkan sebagai sikap politik band-wagoning.

Yaitu gestur politik yang hanya menempel/mengunci kepada 'sang lokomotif' dan akan mengikuti kemana pun lokomotif mengarahkan tujuannya.

Sebagai capres yang pernah mengalami kekalahan politik sebanyak dua kali, Lukman sebut Prabowo Subianto seharusnya mampu lebih bijak, cerdas, dan berhati-hati dalam menyuarakan.

Sekaligus juga bisa membedakan apa itu political claims dan performance claims (sebagai Menteri).

Pernyataan glorifikasi pekerjaan atau performance claims dari masing-masing Menteri tidak relevan dan tidaklah etis untuk diklaim sebagai 'keberhasilan' pribadi Menteri yang bersangkutan apalagi untuk di-glorifikasi menjadi 'keberhasilan' partai koalisi.

'Hal ini tentunya akan menimbulkan internal discomfort dalam Kabinet Pemerintahan yang juga berisikan para Menteri dari partai koalisi yang lain. Presiden Joko Widodo tentu tidak akan menoleransi 'kekisruhan' dalam kabinetnya, khususnya yang berkaitan dengan legacy kinerja pemerintahannya selama total dua periode," ujarnya.

Sebagai pribadi yang selalu berhati-hati dalam menempatkan diri ketika menjadi kader partai dan ketika menjadi pemimpin negara, pun hingga saat ini, dalam jabatan Presiden, Joko Widodo dinilai tidak pernah menyatakan mendukung satu pun nama Bacapres secara resmi.

"Presiden Joko Widodo tentu akan fokus dengan penyerasian legacy-nya dan pencatutan namanya demi aktivitas manuver politik dan glorifikasi kepentingan tertentu justru berpotensi dianggap Presiden sebagai upaya disloyalty dan memecah-belah keseriusan kinerja Pemerintah," ujarnya.

Terkait tiga hal yang telah diuraikan, Lukman mengingatkan kepemimpinan di Indonesia membutuhkan 'kreativitas'. Ketiadaan visi yang jelas, politik band-wagoning, dan ambisi berbasiskan glorifikasi justru berkebalikan dengan habit dan situasi Joko Widodo sejak pertama kali diusung sebagai Capres.

"Joko Widodo justru konsisten dengan blusukan yang dilakoninya sejak menjadi Pedagang Kayu dan Mebel, Walikota, Gubernur, hingga Presiden."

"Dari situlah ia membaca, mengkreasikan dan mengamalkan 'kerakyatan' secara langsung dengan sepenuh kesadaran atas risiko munculnya pro dan kontra dari keputusan dan/atau kebijakannya."

"Semua orang bisa melakukan blusukan, namun ke-khas-an itu hanya kembali terlekatkan kepada sosok Joko Widodo sebagai influencer of 'blusukan'," ujar Lukman.

Respon Ganjar Soal Prabowo Didukung Golkar dan PAN

Bakal calon presiden (capres) dari PDIP Ganjar Pranowo menyatakan deklarasi dukungan yang dilakukan dua partai politik yakni Partai Golkar dan PAN yang mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (bacapres) 2024, dinilai sah-sah saja.

Menurut Ganjar Pranowo, hal itu merupakan hak setiap partai politik (parpol).

Semua pihak menurutnya harus menghormati keputusan Partai Golkar dan PAN tersebut.

"Enggak apa-apa, itu hak mereka, setiap partai politik yang mesti kita hormati. Sikap boleh dong apapun itu," kata Ganjar Pranowo di kediaman istri mendiang Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid di kawasan Jakarta Selatan, Minggu, (13/8/2023) malam saat disinggung soal Partai Golkar dan PAN yang akhirnya bergabung ke Partai Gerindra dan PKB. 

"Biasanya kalau pengalaman dari tahun ke tahun, itu selalu saja ketika ada tren naik, semua berbondong-bondong ke sana, biasanya seperti itu. Tapi enggak apa-apa, itu hak yang mesti kita hormati," sambungnya.

Seperti diketahui, Partai Golkar dan PAN lebih memilih mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2024. 

Adapun deklarasi itu disampaikan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu, (13/8/2023) pagi.

Sebelumnya, empat Partai Politik berkumpul untuk mendeklarasikan Prabowo Subianto menjadi Bakal Calon Presiden di Pilpres 2024 di Gedung Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2023).

Pertama, Ketua Umum Partai Golkar yaitu Airlangga Hartarto yang mendeklarasikan Prabowo Subianto.

Airlangga mengatakan, Prabowo yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, sebelumnya lahir dari rahim Partai Golkar saat mulai di dunia politik.

"Kenapa Golkar menjatuhkan pilihan ke Prabowo? Tidak lain tidak bukan karena Letnan Jenderal Prabowo lahir dari rahim Partai Golkar. Oleh karena itu, beliau mengikuti berbagai kegiatan di Golkar dan kekaryaannya tidak diragukan lagi. Ini egaliter, searah, setujuan dengan Golkar, Pak Prabowo," ujar Airlangga.

Airlangga juga mengungkap, memilih lokasi ini karena, tempatnya bersejarah dan merupakan tempat naskah proklamasi disusun.

"Ini menjadi inspirasi Golkar memberikan dukungannya kepada Letnan Jenderal Prabowo Subianto sebagai calon presiden RI 2024-2029," ujar Airlangga.

Kedua, Partai Amanat Nasional (PAN) juga resmi mendeklarasikan Ketua Umum (Ketum) Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres 2024.

Deklarasi dukungan ini pun disampaikan oleh Ketum PAN Zulkifli Hasan atau Zulhas. 

"Memutuskan memberikan dukungan calon presiden periode 2024-2029 kepada Letnan Jenderal Prabowo Subianto," kata Zulhas

Terlihat, sejumlah elite PAN yang hadir, yaitu Waketum PAN Yandri Susanto, Sekjen PAN Eddy Soeparno, Ketua Fraksi PAN DPR Saleh Daulay, dan Putri Zulkifli Hasan.

Hadir juga Ketua PAN DKI Eko Patrio dan Ketum BM PAN Sigit Purnomo Said atau Pasha. Ketua DPW PAN Jawa Timur, Ahmad Rizki.

Kemudian, Gerindra yang hadir ialah Ketua Harian Gerindra Dasco, Waketum Habiburokhman, dan Waketum Budi Djiwandono.

(Wartakotalive.com/CC/M32)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved