Kasus Suap Hakim Agung

Pertama Kali Terjadi, Seorang Hakim Agung Dituntut 11 Tahun oleh Jaksa KPK, Tapi Divonis Bebas

Hakim Agung Gazalba Saleh diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Bandung. Sebelumnya jaksa KPK menuntut hukuman 11 tahun penjara dalam kasus suap.

Editor: Rusna Djanur Buana
KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA
Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (8/12/2022). Melalui sidang Tipikor di PN Bandung, Gazalba Saleh divonis bebas dan langsung keluar penjara. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Hakim Agung Gazalba Saleh divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Sebelumnya sang Hakim Agung duduk di bangku pesakitan dengan dengan status terdakwa kasus suap.

Setelah melalui serangakaian pemeriksaan panjang dan menghadirkan sejumlah bukti, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Gazalba Saleh dengan hukuman 11 tahun penjara.

Namun dalam sidang Tipikor di PN Bandung dia dituntut bebas murni.

Kini, hakim agung nonaktif pada Mahkamah Agung (MA) itu telah menghirup udara bebas.

Keputusan PN Bandung seolah menjadi antiklimaks dari proses hukum yang sangat panjang.

Seperti dilansir Kompas.com, kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap hakim yustisial MA, Elly Tri Pangestu, serta sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di MA, pengacara, dan pihak Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana pada September 2022.

Baca juga: Fantastis, Harta Calon Hakim Agung Pajak Triyono Martanto Rp51 M, Termasuk Uang Tunai Rp31 Miliar

Mereka diduga terlibat suap pengurusan perkara kasasi KSP Intidana di MA.

Dari hasil gelar perkara, KPK mengumumkan 10 tersangka dalam perkara ini yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangesti, PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal.

Mereka ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara itu, tersangka pemberi suap adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur KSP Intidana.

Menyusul kemudian Gazalba Saleh yang turut ditetapkan sebagai tersangka perkara yang sama.

Suap itu diberikan kepada Gazalba agar MA menjatuhkan vonis kasasi sesuai keinginan salah satu pihak KSP Intidana.

Kasus ini memang bermula dari perseteruan di tubuh KSP Intidana pada awal tahun 2022.

Baca juga: Hakim Agung Haswandi Sebut MA Berbenah Demi Kembalikan Kepercayaan Publik

Mulanya, debitur KSP Intidana bernama Heryanto Tanaka melaporkan pengurus Intidana, Budiman Gandi Suparman atas dugaan pemalsuan akta.

Dalam proses hukum yang berjalan, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan Budiman Gandi Suparman bebas.

Merespons ini, jaksa mengajukan kasasi ke MA. Untuk memastikan Budiman dinyatakan bersalah dan dihukum penjara, Heryanto melalui pengacaranya, Yosep Parera, diduga menyuap Gazalba melalui kepaniteraan MA senilai Rp 2,2 miliar.

Sebab, Gazalba merupakan anggota majelis hakim yang mengadili kasasi perkara pidana Budiman.

Keinginan itu pun terwujud. Perkara kasasi ini berujung vonis lima tahun penjara terhadap Budiman.

“KPK kemudian menemukan kecukupan alat bukti mengenai adanya dugaan perbuatan pidana lain dan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka, sebagai berikut, Gazalba Saleh,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Karyoto, di gedung KPK, Jakarta, Senin (28/11/2022).

Meski resmi ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir November 2022, Gazalba baru ditahan 10 hari setelahnya, tepatnya 8 Desember 2022.

Baca juga: Hakim Agung Haswandi Sebut Buku Saku Pedoman Eksekusi MA Jadi Solusi Tidak Jelasnya Prosedur

Atas gugatan praperadilan atas penetapan tersangka ini, Gazalba mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Lewat gugatan itu, Gazalba meminta hakim menyatakan penetapan tersangka dirinya tidak sah dan tidak berdasar hukum, juga memulihkan hak, kedudukan, serta harkat dan martabatnya.

Namun demikian, awal Januari 2023, PN Jaksel menyatakan tidak menerima atau niet ontvankelijke verklaard (NO) gugatan praperadilan Gazalba.

“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Hakim Tunggal PN Jaksel, Haryadi, dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023).

Putusan NO yang diketok Hakim Haryadi merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena alasan formil, sehingga dalil yang diajukan Gazalba tak dipertimbangkan.

Proses hukum terhadap Gazalba pun terus berlanjut. Gratifikasi dan pencucian uang Selang beberapa bulan penyidikan, KPK mengendus transaksi tak wajar yang pernah dilakukan Gazalba.

Ditetapkan sebagai tersangka

Maret 2023, KPK menetapkan Gazalba sebagai tersangka kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ia diduga menyamarkan, menyembunyikan, dan membelanjakan uang dari kasus rasuah menjadi aset bernilai ekonomis.

Gazalba pun dijerat Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang gratifikasi dan pasal TPPU.

“Tujuannya untuk mengoptimalkan asset recovery hasil korupsi yang dinikmati pelaku,” tutur Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri, Selasa (21/3/2023).

Kasus ini pun bergulir ke meja hijau. Setelah melalui rangkaian pembuktian, Jaksa KPK menuntut Gazalba dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa meminta Majelis hakim Tipikor pada PN Bandung menyatakan Gazalba bersalah menerima suap sesuai jeratan Pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Alasan vonis bebas

Namun demikian, oleh Majelis Hakim Tipikor, Gazalba divonis bebas. Majelis Hakim yang diketuai oleh Joserizal menilai Gazalba tidak bersalah seperti yang didakwakan jaksa KPK.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan alat bukti di kasus Gazalba tidak kuat, sehingga terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan.

Hal ini juga diungkap oleh kuasa hukum Gazalba, Aldres Jonathan Napitupulu. Aldres mengatakan, dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim Tipikor, Gazalba tak terbukti menerima suap dari debitur KSP Intidana.

"Tidak ada buktinya yang membuktikan Pak Gazalba itu menerima hadiah atau janji yang didakwakan oleh penuntut umum," kata Aldres saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/8/2023) malam.

Aldres menyebutkan, sejak proses penyusunan berita acara pemeriksaan (BAP) hingga persidangan, saksi Prasetyo Nugroho selaku asisten Gazalba konsisten menyatakan hakim agung tersebut tidak menerima suap.

Katanya, Prasetyo mengaku menikmati sendiri uang suap dari debitur KSP Intidana, Heryanto Tanaka.

Ia juga disebut mencatut nama Gazalba dalam dugaan suap jual beli perkara di MA itu.

Menurut Aldres, Prasetyo juga mengkelaim telah membohongi pegawai negeri sipil (PNS) di MA yang menjadi jalur suap, Redi Novarisza, bahwa Gazalba sudah sepakat membantu penanganan perkara Heryanto Tanaka.

"Terdakwa sudah terima uang ya dia bohong uang dia terima sendiri," ujar Aldres.

Selain itu, kata Aldres, dalam persidangan juga tidak bisa dibuktikan Prasetyo berkomunikasi dengan Gazalba terkait penanganan perkara KSP Intidana.

Menurut dia, jaksa hanya bisa membuktikan komunikasi Prasetyo dengan Redi Novarisza.

"Sementara dalam perkara ini yang perlu dibuktikan adalah apakah ada komunikasi dan penerimaan oleh Gazalba," tuturnya.

Putusan hakim yang membebaskan Gazalba pun langsung dieksekusi. Hakim agung nonaktif tersebut disebut langsung keluar dari penjara.

Ajukan kasasi Namun demikian, perjalanan kasus ini belum usai. Menindaklanjuti vonis bebas Gazalba, KPK mengaku segera mengajukan kasasi ke MA.

Meski menghormati putusan hakim, KPK yakin barang bukti yang diajukan terkait perkara ini di persidangan cukup.

"Kami akan segera lakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung,” kata Ali Fikri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/8/2023).

Juru bicara KPK tersebut mengatakan, penanganan kasus dugaan suap Gazalba bukan hanya persoalan penegakan hukum. Menurutnya, perkara ini juga menyangkut marwah institusi peradilan.

“Agar tidak terjadi praktik lancung korupsi, salah satunya melalui modus jual beli perkara,” tutur Ali.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Antiklimaks Dugaan Suap Hakim Agung Gazalba Saleh: Dituntut 11 Tahun Penjara, Divonis Bebas"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved