Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Lubang Buaya dari Legenda Siluman Buaya Putih Hingga G30S PKI
Lubang Buaya menjadi salah satu kawasan di Cipayung, Jakarta Timur yang menentukan sejarah Indonesia hingga kini.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
Para buaya tersebut sering membuat lubang untuk bersembunyi. Maka dari itu, kawasan tersebut dinamai Lubang Buaya.
Selain dihuni buaya nyata, masyarakat sekitar Lubang Buaya juga percaya dengan sebuah legenda yang menyebutkan terdapat buaya putih di sungai dekat lokasi.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Bintaro dari Tragedi Kelam Hingga Kawasan Perumahan Artis
Namun, bukan hanya buaya pada umumnya yang terlihat, melainkan masyarakat juga percaya ada buaya yang tidak kasat mata atau siluman buaya putih. Buaya gaib tersebut bisa diatasi oleh ulama yang bernama Pangeran Syarif.
Masyarakat sekitar memanggil Pangeran Syarif dengan sebutan Datok Banjir.
Sebab, mereka yakin sosok Datok Banjir mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Dengan demikian, daerah tersebut diberi nama Lubang Buaya.
Yanto Wijoyo (45) yang merupakan keturunan kesembilan dari Datuk Banjir mengungkapkan pencetusan nama Lubang Buaya itu berawal saat leluhurnya melakukan perjalanan ke Jakarta pada abad 7.
"Menurut cerita kakek nenek saya, sebelum sampai kemari (Datuk Banjir) melakukan perjalanan melalui rute Kali Sunter. Mengendarai kendaraan dari bambu yang disebut getek," kata Yanto.
Dalam perjalanannya, getek Datuk Banjir tersedot ke dalam lubang hingga menyentuh bagian dasar Kali Sunter.
Namun, Datuk Banjir tak ikut terseret ke lubang.
Menurut Yanto, ini merupakan ulah dari penguasa gaib yang ada di Kali Sunter, yakni seekor siluman buaya putih. Buaya putih tersebut dikisahkan bernama Pangeran Gagak Jakalumayung.
Yanto menambahkan, jika di sungai Sunter terdapat penguasa gaib seekor siluman buaya putih.
Siluman buaya putih itu memiliki anak bernama Mpok Nok, seekor buaya tanpa ekor yang disebut buaya buntung.
Kemudian Mbah Datuk pun bertarung melawan keduanya sebelum dapat masuk ke desa yang dinamai Lubang Buaya.
Akhirnya menang melawan kedua buaya tersebut, Mbah Datuk memberi nama Lubang Buaya yang mengacu pada desa tersebut.
"Mbah Datuk Banjir kan datang kemari sebagai pendatang. Masuk di kampung ini berhadapan dengan halangan-halangan daripada jin, penguasa Kali Sunter. Akhirnya bisa ditaklukkan dan akhirnya bisa dijadikan, bahasa kasarnya santrinya lah," imbuh Yanto.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.