Pernikahan Beda Agama

Polemik Pernikahan Beda Agama, Politisi PAN Anggap Haram, Pengamat: SEMA Itu Bukan Undang-undang

Ke depan akan terjadi kebingungan di masyarakat soal pernikahan beda agama. Jika tadinya hakim masih bisa mencatatnya, sekarang sudah dilarang.

Editor: Valentino Verry
kompas.com
Ilustrasi - MA mengeluarkan surat edaran bagi para hakim agar menolak pencatatan pernikahan beda agama. Sementara menurut pengamat hukum, SEMA itu kekuatannya lebih rendah dari Undang-Undang. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) baru saja mengeluarkan aturan baru soal pernikahan beda agama.

Ternyata aturan dalam bentuk surat edaran MA (SEMA) ini menimbulkan tafsir yang berbeda, dan bikin bingung masyarakat.

Menurut politisi PAN Guspardi Gaus, SEMA Nomor 2/2023 ini cukup bagus.

Baca juga: Sah, Pengadilan Tidak Boleh Mengabulkan Pernikahan Beda Agama

Dalam SEMA itu diatur larangan pencatatan perkawinan beda agama. Selanjutnya, aturan tersebut jadi pegangan hakim.

"SEMA yang diterbitkan pada 17 Juli 2023 tersebut ditujukan bagi ketua/kepala pengadilan tinggi maupun pengadilan negeri di seluruh Indonesia dan disebutkan bahwa pengadilan dilarang mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama," kata Guspardi kepada wartawan, Jumat (21/7/2023).

Apalagi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara gamblang menjelaskan perkawinan itu sah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.

Pada pasal 8 huruf f mengatur larangan perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Baca juga: Istri Yama Carlos Ungkap Alasan Gugat Cerai, Arfita Dwi Putri: Pernikahan Beda Agama Kita Ini Salah

“Jadi tidak boleh ada praktik perkawinan beda agama. Islam mengharamkan, dan UU melarang,” ujar anggota Baleg DPR RI ini

Menurut angota Komisi II DPR RI itu, penerbitan SEMA ini sangat tepat dalam upaya menutup celah bagi pelaku perkawinan antaragama yang selama ini berusaha melakukan berbagai cara melegalkan perkawinan beda agama.

"Penting untuk diingat bahwa pencatatan perkawinan itu merupakan wilayah administratif sebagai bukti keabsahan perkawinan agar tercapai kemaslahatan lewat pencatatan," ucapnya.

"Kalau Islam menyatakan perkawinan beda agama tidak sah, maka tidak mungkin bisa dicatatkan," imbuhnya.

Oleh karena itu, aturan resmi yang telah dikeluarkan oleh MA ini wajib ditaati semua pihak.

Dan tidak ada alasan lagi bagi hakim untuk menerima pendaftaran perkawinan beda agama atas alasan apapun.

"SEMA ini menegaskan larangan tersebut untuk dijadikan panduan hakim," ujarnya.

"Karenanya, pelaku, fasilitator, dan penganjur kawin beda agama adalah melanggar hukum," pungkas Legislator asal Sumatra Barat tersebut.

Beda Tafsir

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti. (kompas.com)

Pakar Hukum, Bivitri Susanti menyebut SEMA terkait larangan hakim mengabulkan pernikahan beda agama telah mengeyampingkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Adminitrasi Kependudukan (Adminduk).

Sebab, dampak SEMA itu akan membuat hakim tidak bisa mengabulkan penetapan untuk mencatatkan perkawinan beda agama.

"Dampak SEMA nantinya hakim tidak bisa lagi mengabulkan penetapan untuk mencatatkan perkawinan beda agama," ujarnya, Kamis (20/7/2023).

"Ini artinya SEMA mengenyampingkan UU Adminduk UU 23/2006 Pasal 35 huruf a," imbuh Bivitri.

Sebagai informasi dalam Pasal 35 huruf a UU Adminduk disebutkan bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 34 berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.

Adapun SEMA bukanlah undang-undang, sehingga hal itu juga tidak bisa mempengaruhi pencatatan pernikahan warga negara Indonesia (WNI) beda agama yang ada di luar negeri.

"Untuk orang yang mencatatkan pernikahan di luar negeri tidak terpengaruh, karena SEMA ini bukan UU, dia hanya surat edaran untuk hakim-hakim," ucapnya.

Akademisi Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu mengatakan UU Adminduk tentang pencatatan perkawinan tetap berlaku.

Lebih lanjut, Bivitri mengatakan bahwa negara bertugas melakukan pencatatan pernikahan warga negaranya.

"Tidak boleh dihilangkan. Itu hanya soal mencatatnya. Kalau soal perkawinannya, bukan wilayah UU Adminduk, tapi UU Perkawinan, jadi yang kawin di luar negeri tidak mengikuti UU Perkawinan Indonesia," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.

Dalam SEMA ini, Hakim dilarang untuk mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.

“Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan,” demikian bunyi SEMA ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin, Senin (17/7/2023).

Dalam SEMA ini disebutkan, perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.

Hal ini sesuai Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan,” tulis poin dua SEMA tersebut.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved