Berita Nasional

337 Juta Data Penduduk Indonesia Bocor dan Dilego di Internet, CISSReC: Ancaman Serius Bagi Negara

337 Juta Data Penduduk Indonesia Bocor dan Dilego di Internet, CISSReC: Ancaman Serius Bagi Negara dan Masyarakat

Editor: Dwi Rizki
HO
Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC 

Kemudian, 28.6 Juta data pekerja Taiwan, 23.5 Juta data kependudukan Taiwan, 30 Juta data pribadi penduduk Thailand, 789 Juta data pemilih India, 10 Juta data dari operator telekomunikasi Jordania, 23 Juta data facebook Jepang serta 51 Juta data facebook Vietnam.

"Melihat seringnya terjadi kebocoran data pribadi, pemerintah harus lebih serius dalam menerapkan hukum dan regulasi terkait dengan Pelindungan Data Pribadi," jelasnya.

Dalam kasus kebocoran data, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab adalah perusahaan sebagai pengendali atau pemroses data, serta pelaku kejahatan siber yang menyebarkan data pribadi ke ruang publik.

"Untuk pihak-pihak yang berdomisili di Indonesia kita bisa menggunakan UU PDP pasal 57 sebagai dasar tuntutan," imbuhnya.

Pakar yang sedang mengambil studi di Lemhanas ini menambahkan UU PDP bukanlah tidak ampuh, namun belum bisa diterapkan secara maksimal karena adanya beberapa hambatan.

UU PDP memang sudah disahkan pada tahun 2022 dan langsung berlaku saat diundangkan, namun DPR dan pemerintah masih memberikan masa transisi selama 2 tahun, seperti diatur dalam UU PDP pasal 74, untuk semua pihak mulai menyesuaikan kebijakan internal sesuai dengan diatur dalam UU PDP.

Termasuk salah satunya adalah merekrut Petugas Pelindungan Data (Data Protection Officer).

Namun pelanggaran terkait UU PDP yang dilakukan selama masa transisi tersebut sudah dapat dikenakan sanksi hukuman pidana, hal ini sesuai dengan pasal 76 UU PDP yang menyebutkan bahwa undang-undang berlaku sejak tanggal diundangkan, meskipun untuk sanksi administratif masih harus menunggu turunan dari UU PDP.

Hal ini tentu saja berbeda dengan UU no 1 tahun 2023 tentang KUHP dimana dalam pasal 624 UU KUHP diatur bahwa UU KUHP mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun
terhitung sejak tanggal diundangkan.

"Hanya saja sanksi hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan oleh lembaga atau komisi yang dibentuk oleh pemerintah dalam hal ini adalah Presiden. Sehingga jika komisi PDP tersebut tidak segera dibentuk, maka pelanggaran yang dilakukan tidak akan dapat diberikan sanksi hukuman," jelas Dr Pratama.

"Oktober 2024 adalah batas maksimal diberlakukannya UU PDP secara penuh, namun seharusnya bisa lebih cepat jika pemerintah sudah membentuk lembaganya serta turunan UU-nya." tambahnya.

Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah segera membentuk komisi PDP sesuai amanat UU PDP pasal 58 hingga pasal 60 UU PDP di mana lembaga pengawas PDP ini berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Karena dengan melakukan pembentukan lembaga atau otoritas tersebut, proses penegakan hukum serta pemberian sanksi bisa segera diterapkan, sehingga diharapkan dengan diterapkan sanksi administratif serta sanksi hukum yang ada di UU PDP, pihak pihak yang terkait dengan data pribadi lebih perhatian terhadap keamanan data pribadi.

"Hal ini adalah supaya kasus-kasus insiden kebocoran data pribadi dapat diselesaikan dengan baik dan rakyat bisa terlindungi," jelasnya.

Baca Berita Warta Kota lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved