Breaking News

Pencabulan

Ayah yang Cabuli Anak Kandung di Depok Tewas Dikeroyok Tahanan Lain, IPW Salahkan Kepala Rutan

Menurut Sugeng, polisi sudah tahu bahwa tanggung jawab keselamatan dan keamanan itu ada kepada kepala rutan polisi.

Penulis: Hironimus Rama | Editor: Feryanto Hadi
Tangkapan video youtube kompastv
Tahanan Polres Metro Depok berinisial AR (50) meninggal dibalik jeruji besi, Minggu (9/7/2023). AR meninggal usai dikeroyok delapan napi di dalam selnya. 

Laporan Wartawan TribunnewsDepok.com Hironimus Rama

WARTAKOTALIVE.COM., PANCORAN MAS - Indonesia Police Watch (IPW) menilai ada pelanggaran kode etik berat dalam kasus meninggalnya tahanan berininisial AR (50) di sel tahanan Polres Metro Depok pada Minggu (9/7/2023).

Hal itu diungkapkan Sugeng Teguh Santoso saat dikonfirmasi TribunnewsDepok.com, Rabu (12/7/2023).

"Kalau menurut IPW, itu pelanggaran kode etik yang berat. Ini suatu kelalaian. Dibalik kelalaian ini, diduga ada faktor pembiaran atau sengaja," kata Sugeng.

Menurut dia, polisi sudah tahu bahwa tanggung jawab keselamatan dan keamanan itu ada kepada kepala rutan polisi.

Pada waktu-waktu tertentu, lanjut Sugeng, tanggung jawab ada pada perwira jaga atau komandan jaga.

Baca juga: Baru Empat Hari Masuk Sel, Ayah Pemerkosa Anak Kandung di Depok Tewas Dihajar Sesama Tahanan

"Nah itu sudah jelas dalam Perkap (Peraturan Kapolri) Nomor 4 tahun 2005. Dalam Perkap ini dikatakan bahwa apabila terjadi penganiayaan, polisi petugas jaga harus bertanggung jawab," jelasnya.

Selain itu, polisi juga sudah tahu bahwa pelaku kasus asusila dan pemerkosaan (apalagi terhadap anak) mempunyai potensi 99 persen  dianiaya.

"Ini yang harus dijaga, bukan dibiarkan," papar Sugeng.

Dia menduga ada pembiaran dalam kasus ini, apalagi dikaitkan dengan adanya isu permintaan uang Rp 1 jutat hingga Rp 1,5 juta.

"Ini harus didalami, tanggung jawabnya bukan sekedar kode etik. Kalau terjadi suatu kesengajaan untuk dianiaya, dia harus diminta pertanggungjawaban pidana juga termasuk penjaganya," tandas Sugeng.

Reza Indragiri: Polisi yang Jaga Harus Kena Sanksi

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan bahwa dirinya memang pernah mendengar bahwa pelaku kejahatan seksual akan dihukum paling berat oleh sesama tahanan atau napi.

Bila benar demikian adanya, ia mengatakan bahwa mestinya dibutuhkan pemisah antara tahanan atau napi seksual dengan tahanan lainnya, pun ruangan harus dilengkapi CCTV.

"Saya pernah dengar info tentang itu. Kabarnya, pelaku kejahatan seksual akan dihukum paling berat oleh sesama tahanan atau napi lainnya," ungkap Reza dihubungi, Rabu (12/7/2023).

"Jika benar, maka memang dibutuhkan pemisahan antara napi kejahatan seksual dan napi pidana lainnya. Juga ruangan dilengkapi CCTV dan yang jelas disertai sanksi bagi pelanggarnya," sambungnya.

Baca juga: Keluarga Dimintai Rp 1,5 Juta Sebelum Pelaku Pencabulan Anak Kandung Tewas di Tahanan Polres Depok

Sementara bagi personel yang abai lantaran tahanan menjadi korban penganiayaan juga perlu dijatuhi sanksi tegas.

Bukan tanpa alasan, sebab sudah seharusnya penegak hukum menjamin keselamatan tahanan guna terselenggaranya proses ajudikasi hingga tuntas.

"Meninggalnya tahanan berarti menghentikan proses hukum, padahal yang bersangkutan belum divonis apa pun," ungkapnya.

"Ironis bahwa aparat penegak hukum gagal menjamin keselamatan tahanan dan mendukung terselenggaranya proses ajudikasi hingga tuntas," tutup Reza.

Baca juga: Tewasnya Tersangka Pencabulan Anak Kandung oleh 8 Tahanan di Depok, Tak Ada Motif Minta Uang Kamar

Sementara, Wakasat Reskrim Polres Metro Depok, AKP Nirman Pohan mengatakan bahwa saat kejadian pengeroyokan terhadap AR, tidak ada suara-suara mencurigakan karena aktivitas tahanan di dalam.

"Mereka biasa nyanyi-nyanyi segala macam, tidak ada suara mencurigakan," katanya.

Selain itu, kamar tahanan korban berada paling belakang, sementara penjagaan di depan.

"Di sana ada 4 kamar tahanan dengan 84 penghuni, ruang tahanan itu kan kecil, di sana ada aula, musala dan saat kejadian kamar tahanan itu tidak dikunci agar mereka melakukan ibadah dan aktivitas lainnya," ungkapnya.

Tahanan Polres Metro Depok berinisial AR (50) meninggal dibalik jeruji besi, Minggu (9/7/2023). AR meninggal usai dikeroyok delapan napi di dalam selnya.
Tahanan Polres Metro Depok berinisial AR (50) meninggal dibalik jeruji besi, Minggu (9/7/2023). AR meninggal usai dikeroyok delapan napi di dalam selnya. (Tangkapan video youtube kompastv)

Berdasarkan keterangan para pelaku, pengroyokan tersebut dilakukan menjelang Ashar sekitar pukul 14.30 WIB.

"Penjagaan ada, saat kejadian semua lengkap hadir, cuma karena di ruang tahanan itu biasa, ada yang mengobrol, nyanyi-nyanyi, jadi suara tidak terpantau tidak ada suara mencurigakan," terang Nirwan.

Secara tegas, dirinya juga membantah ada keterlibatan aparat terkait penganiayaan tersebut.

"Tidak ada yang terlibat, ini murni karena para pelaku kesal dengan kasus korban yang melakukan pencabulan terhadap anak kandungnya," tegasnya.

Kemudian, dari pihak keluarga korban, Nirwan mengatakan, hanya meminta pelaku diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Nanti para tersangka disidangkan dengan kasus masing-masing, setelah kami lakukan pemberkasan juga itu dikenakan pasal tambahan terkait penganiayaan ini, proses lagi," jelas Nirwan.

Keluarga Sempat Dimintai Rp 1,5 Juta

Diberitakan sebelumnya, tahanan Polres Metro Depok kasus pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri berinisial AR (50) tewas dikeroyok 8 tahanan lainnya di balik jeruji besi, Minggu (9/7/2023).

AR tewas dikeroyok delapan orang tahanan lainnya berinisial MD, EAN, FA, AN, AN, AN, MN, dan FNA yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Polres Depok, delapan tahanan tersebut naik pitam lantaran dalam kasusnya AR melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak di bawah umur yang merupakan putri kandungnya sendiri. 

Akibat dari pengeroyokan tersebut, AR meninggal dengan sejumlah luka lebam di bagian tubunya. 

Namun keluarga membantah bahwa motif pelaku menganiaya korban karena hal tersebut.

Kerabat korban Jun mengatakan AR mulai masuk ke dalam tahanan di Mapolresta Depok antara Jumat (7/7/2023) atau Sabtu (8/7/2023).

Jun kerabat korban tewas di tahanan Polres Depok
Jun, kerabat pelaku pencabulan anak kandung yang tewas dikeroyok 8 tahanan lain di Polres Depok mengatakan sebelum tewas dikeroyok, keluarga dimintai uang Rp1,5 Juta oleh kepala kamar. Karena tidak diberi, korban dikeroyok hingga tewas oleh para pelaku.

Baca juga: BREAKING NEWS: Tersangka Pencabulan Anak Kandung Tewas Dikeroyok 8 Tahanan Lain di Polres Depok

Sebab sebelumnya AR ditahan di ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak.

Hal itu dikatakan Jun, dalam tayangan Kompas TV, Senin malam.

"Sejak masuk tahanan, itulah mulai proses kejadian. Informasinya karena penganiayaan. Pertama ada informasi kepala kamar minta uang sama istrinya. Jadi si korban ini dimintakan uang Rp 1,5 juta oleh kepala kamar," kata Jun.

Baca juga: Tewasnya Tersangka Pencabulan Anak Kandung oleh 8 Tahanan di Depok, Tak Ada Motif Minta Uang Kamar

Namun karena keluarga tidak memiliki uang dan tidak bisa menyediakan, maka AR dianiaya oleh 8 tahanan lainnya di kamar tahanan tersebut.

Sementara Wakasat Reskrim Polres Metro Depok, AKP Nirman Pohan, angkat suara terkait adanya tahanan yang tewas dikeroyok 8 tahanan lainnya ini.

Menurut Nirman, kepada korban berinisial AR, delapan tahanan tersebut naik pitam lantaran dalam kasusnya AR melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak di bawah umur yang merupakan putri kandungnya sendiri. 

Akibat dari pengeroyokan tersebut, AR meninggal dengan sejumlah luka lebam di bagian tubunya. 

"Hasil visum resmi belum ditemukan, namun luka-luka luar yang terlihat ada luka lebam di pantat, dada dan punggung," ungkap Nirman kepada awak media di Mapolres Metro Depok, Senin (10/7/2023) 

Pihaknya kata Nirwan juga berhasil menyita barang bukti berupa potongan pipa yang digunakan untuk menganiaya korban. 

"Alat yang digunakan tangan kosong, namun yang dipukul ke pantat itu pakai pipa. Potongan pipa itu mungkin dipatahin sama mereka, pipa air," ungkap Nirman. 

Sementara itu katanya kepolisan masih menunggu hasil visum resmi dari RS Polri Kramat Jati untuk mengetahui penyebab tewasnya AR.

"Yang menyebabkan kematian masih menunggu hasil autopsi," ucap Nirman. 

Disinggung mengenai adanya permintaan uang kamar dari kepala kamar, Nirman menepis hal tersebut.

Baca juga: Tim Patroli Perintis Presisi Polres Depok Amankan Pasutri Bawa Sajam, Diduga Pencuri Burung

Sebab sejauh ini kata dia motif yang ditemukan adalah para tersangka geram lantaran kasus asusila yang dilakukan korban terhadap putri kandungnya sendiri. 

"Sejauh ini kita lakukan pendalaman tidak ditemukan fakta fakta (permintaan uang kamar), yang kita temukan, yang menjadi motifnya adalah karena kasusnya korban adalah pencabulan anak dibawah umur," tutupnya. 

Sementara, itu salah seorang pelaku, PAN (28) mengungkapkan dirinya secara spontan naik pitam ketika mendengar bahwa korban melakukan perbuatan asusila terhadap putri kandungnya sendiri. 

"Kasusnya melakukan pencabulan kepada anak kandungnya, kebangetan banget dia," kata PAN 

PAN mengaku mendapatkan cerita itu langsung dari istri korban, ketika istri korban datang membesuk AR. 

"(Saat besuk) saya minta cerita dari istrinya, dapat cerita langsung dari istrinya saat itu, teman-teman dengar dan mereka ikut-ikutan juga," katanya. 

PAN mengaku melakukan penganiayaan tersebut murni secara spontan lantaran geram apa yang sudah dilakukan korban terhadap putrinya sendiri. 

"Saya kesal karena kasus dia," sambungnya. 

Baca juga: VIDEO Terduga Pelaku Pencabulan Anak Kandung di Kebon Jeruk Akui Tak Pernah Lucuti Sang Anak

Seperti diketahui tahanan Polres Metro Depok kasus pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri berinisial AR (50) tewas dibalik jeruji besi pada Minggu (9/7/2023).

AR yang mencabuli anak kandungnya sendiri berkali-kali, tewas karena dikeroyok 8 tahanan lain di dalam selnya di Mapolrestro Depok.

Ke 8 tahanan pelaku pengeroyokan tersebut mengaku geram lantaran AR melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak di bawah umur yang tiafa lain merupakan putri kandungnya sendiri. 

"Berawal karena korban ini kasusnya adalah cabul terhadap anak kandung. Mungkin para pelaku ini kesal karena perbuatan cabyul dilakukan terhadap anak kandung sendiri," ungkap Wakasat Reskrim Polres Metro Depok, AKP Nirman Pohan, di Mapolrestro Depok, Senin (10/7/2023). 

"Ditanyakan 'apa kasusmu' oleh napi lain. Itulah yang menjadi pemicu para pelaku melakukan hal tersebut (pengeroyokan)," sambungnya. 

Nirman pun membeberkan kronologinya.

Dimana saat itu korban sempat pingsan saat dikeroyok.

Korban kemudian langsung dibawa ke RS Bhayangkara, Kelapa Dua, Depok. 

"Setelah dilakukan pemeriksaan, oleh dokter yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia," ungkap Nirman. 

Baca juga: Penculik Bocah Enam Tahun di Sawah Besar Ternyata Mantan Napi Kasus Pencabulan Anak

Dalam kasus ini selain sudah menahan ke 8 pelaku, katanya Polrestro Depok juga menyita barang bukti berupa satu potong paralon yang digunakan dalam pengeroyokan tersebut.

Karena perbuatannya para pelaku dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan matinya seseorang.

Dimana ancaman hukumannya hingga di atas 5 tahun penjara.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

 

 

 

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved