Eksklusif Warta Kota
Pengakuan Tersangka Pembunuh Icha, di Tahanan Dijuluki Abang Mutilasi hingga Tertekan
Warta Kota sempat wawancara dengan tersangka Rudolf yang bunuh Icha di Apatyemen Grand Pramuka, dari teman dekat hingga ketakutan.
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Tersangka pembunuhan Ade Yulia "Icha" Rizabani di Apartemen Grand Pramuka 17 Oktober 2022 silam, Christian Rudolf Tobing menceritakan detik-detik saat ia menghabisi nyawa rekannya sendiri.
Sebelum membuang mayat ke parkiran truk Kalimalang, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, Rudolf mengakui dirinya membunuh dengan cara mencekik Icha sampai kehabisan napas.
Aksi mantan pendeta muda di Gereja GBP Kasih Allah Ministry (KAM) Bogor, Jawa Barat itu kian mencuri atensi publik lantaran ia terekam kamera pengintai (CCTV) apartemen, tersenyum ketika membawa jenazah Icha di dalam lift.
Ditemui jurnalis Warta Kota Nuriyatul Hikmah di sela-sela persidangan yang berlangsung di PN Jakarta Pusat, Kamis (15/6), Rudolf mengaku awalnya dia hanya ingin memeras Icha lantaran sedang terdesak kebutuhan ekonomi.
Berikut hasil wawancaranya:
Kenapa waktu itu terpikir menghabisi nyawa Icha?
Kalau mau menghabisi nyawa Icha enggak ada terbesit, cuma mau memeras.
Makanya saya sempat jelaskan juga waktu di perubahan BAP (Berita Acara Kepolisian), saya mencekik Icha itu bukanlah suatu tindakan perencanaan tetapi karena selesai memeras, saya kasih dia satu pertanyaan, "Apakah kamu akan melaporkan saya?".
Dia tidak menjawab dan teriak.
Saya panik, di situ saya cekik dia.
Kenapa ingin memeras, bukan karena dia pernah punya utang ya, karena kondisi keuangan saya sedang buruk.
Kalau berapa uang yang diperas dari Icha, BCA itu Rp 19,5 juta, Mandiri itu Rp 11,1 juta atau Rp 11,2 juta, saya lupa.
Baca juga: Terungkap Kejinya Christian Rudolf Tobing Habisi Nyawa Icha sebelum Jasadnya Dibuang di Tol Becakayu

Selesai membunuh, Anda membawa korban melalui lift dan terekam kamera tersenyum. Apakah Anda merasa puas?
Oh itu, bahkan saya sampai dibawa ke Rumah Sakit Polri bagian kejiwaan.
Padahal saya itu di hari ke-4 di Polda, sudah dibawa ke psikolog yang ada di Polda, mereka juga menyatakan saya tidak ada gangguan jiwa.
Tetapi tetap dibawa ke rumah sakit Polri karena memang tuntutan masyarakat juga untuk saya, kan waktu itu juga sempat dibilang psikopat segala macam.
Soal yang di lift itu, karena saya bawa mayat di dalam plastik, saya dudukin di troli, terus ada orang di dalam lift.
Di media sosial itu bagaimana saya senyum seakan-akan saya puas.
Tidak mungkin saya puas membunuh Icha, sampai waktu saya mau buang mayat itu, di otak saya itu dua.
Kalau saya buang dia di pinggir jalan, saya pasti ketahuan.
Baca juga: Saat Diinterogasi Polisi, Rudolf Tobing Masih Sempat Berbohong, Sebut Icha Tewas karena Asma
Tapi kalau saya buang dia ke kali, bagaimanapun juga dia teman dan dia harus dikuburkan dengan semestinya.
Makanya saya putuskan akhirnya saya buang dia di bawah kolong Tol Becakayu, di tempat parkir truk-truk itu, saya buang bahkan bersama tas silver korban yang dibilang katanya hilang dari barang bukti.
Di situ saya selipkan dompet yang isinya kartu, kedua SIM-nya, KTP Icha, bahkan NPWP-nya. Kalau saya mau menghilangkan jejak, sebelah tempat saya buang itu Kalimalang (kali) lho.
Tapi saya ingin Icha dikuburkan secara layak.
Saya tahu konsekuensinya saya akan ditangkap, tetapi karena memang itu semua di luar ekspektasi. Saya tidak ingin sebenarnya Ica pergi dengan cara itu.
Ceritakan hubungan Anda dengan Icha?
Pertama kali kenal itu tahun 2010 di salah satu komunitas rohani namanya di J-Army.
Dulu kami aktif pelayanan. Terus akhirnya ada audisi radio berita kasih sebagai penyiar.
Terus kami ikutan, saya dan dia terpilih. Ya kami bawakan acara rohani.
Kalau dekatnya itu 2011-2012 pada saat mulai siaran di Radio Berita Kasih.
Sampai 2015 masih kontakan. Sampai waktu aku nikah kan dia jadi salah satu yang menjadi penerima tamu.
Anda dijuluki "Abang Mutilasi" oleh sesama tahanan di penjara, bagaimana ceritanya?
Itu awalnya membuat saya sangat tertekan. Waktu baru datang di rutan, pertanyaan pertama itu adalah, "Berapa banyak bagian kamu potong mayatnya?".
Pun kalau ada makan bersama, kadang-kadang masih ada yang tanya seperti itu, "Bang apa yang lo pikirkan saat potong-potong mayat itu?".
Saya sampai capek sendiri, setiap pindah blok pasti di pos ada yang bertanya.
Akhirnya saya sekarang kalau ada yang nanya, saya cuma bilang, "Ya sudah kalau mau saya jelasin, nasi bungkus ya".
Padahal seperti yang tertera di BAP, mayat ditemukan utuh.
Di Rumah Sakit Polri juga dijelaskan sama salah satu saksi kalau mereka melihat mayat itu utuh.
Saya enggak tahu siapa yang menyebarkan isu saya memutilasi. Jadi sampai titik ini, awalnya risih tertekan dengan seperti itu.
Tetapi lama kelamaan ya udahlah enggak mungkin juga saya tanggapin.
Kan jumlah tahanan yang ada di Salemba 3.000 lebih, enggak mungkin saya ngomong 3.000 kali. Jadi ya saya jalani aja . Memang ini yang harus saya bayar.
Bagaimanapun, saya enggak bilang kalau saya enggak salah, apa yang saya lakukan ini adalah kebodohan.
Jadi tahanan itu adalah seseorang yang tidak layak untuk mendapatkan sesuatu yang layak, saya sampai dalam konsep seperti itu. (m40/eko)
Arief Rosyid Hasan Sebut Kompetensi Anak Muda Tak Cuma Pengalaman |
![]() |
---|
Komando TKN Fanta Prediksi Setelah Gibran Dilantik Sanggup Beradaptasi Meski Minim Pengalaman |
![]() |
---|
Pinkan Mambo Pernah Dibayar Cuma 30 Ribu Per 3 Jam hingga Digodain Om-om |
![]() |
---|
Wakil Ketua Komisi E DPRD Elva Farhi Qolbina Bercita-cita Jadi Anggota Legislatif Sejak SMP |
![]() |
---|
Pengobatan Alternatif Mak Erot Diminati dari Kalangan Pejabat hingga Artis, Hanya Pakai Rempah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.