Pilpres 2024
Pecatan TNI Ruslan Buton 'Ancam' Moeldoko Cabut PK Mahkamah Agung, Jika Tidak Ini yang Terjadi
Pecatan TNI Ruslan Buton meminta KSP Moeldoko untuk segera mencabutpeninjauan kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung soal Partai Demokrat
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Budi Sam Law Malau
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Eks perwira TNI Ruslan Buton yang dipecat karena kasus pembunuhan di Sulawesi Tenggara 2017 lalu, mengancam Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko agar segera mencabut peninjauan kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung RI sehubungan dengan kepengurusan Partai Demokrat.
Sebab menurut Ruslan Buton apa yang dilakukan Moeldoko adalah cara brutal penguasa mengambil alih Partai Demokrat dari jajaran pengurus yang sah di bawah Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono.
Jika tidak, kata Ruslan Buton, dirinya siap membela Partai Demokrat sampai titik darah penghabisan dan Moeldoko akan mempermalukan dirinya sendiri.
"Dan saya ingatkan untuk KSP Moeldoko, segera cabut permohonannya, sebelum Anda mempermalukan dirimu sendiri. Permohonan Anda tidak akan pernah dikabulkan, karena Hakim di Mahkamah Agung tadi akan berdiri di atas kebenaran," ujar Ruslan Buton dihadapan kader Partai Demokrat, dalam tayangan di akun YouTube @nuli, yang dilihat Wartakotalive.com, Minggu (18/6/2023).
Ruslan Buton mengaku siap mati dan pasang badan sampai titik darah penghabisan untuk melawan upaya perebutan atau pengambilalihan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Ruslan Buton mengatakan apa yang dilakukan Moeldoko dengan melakukan Peninjauan Kembali ke Mahmakah Agung (MA) atas AD/ART Partai Demokrat adalah bentuk kesewenang-wenangan dan arogansi penguasa.
Baca juga: Pecatan TNI Ruslan Buton Siap Mati Lawan Moeldoko Untuk Selamatkan Demokrat, Beri Cap Jempol Darah
Selain itu, Ruslan Buton yang juga sempat divonis 7 bulan penjara karena meminta Jokowi mundur dalam video yang viral pada 2020 lalu, merasa upaya Moeldoko ini adalah salah satu cara menjegal pencapresan Anies Baswedan.
"Saya hormat dengan beliau, karena latar belakang dengan saya sama. Dan beliau adalah mantan pimpinan saya. Tetapi ketika beliau melakukan tindakan konyol di situ, arah kami berseberangan. Dan itulah yang mendorong saya untuk bergabung dengan Partai Demokrat," kata Ruslan Buton,
Ruslan Buton mengatakan dirinya tidak ingin melihat ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
"Apa yang mereka lakukan, seolah-olah republik ini milik mereka sendiri, dan ini tidak bisa," katanya.
Apalagi menurut Ruslan sebelumnya semua yang diajukan Moeldoko untuk merebut Partai Demokrat selalu ditolak oleh pengadilan.
Namun katanya jika penguasa memaksakan kehendaknya, Ruslan Buton mengaku siap mati dan pasang badan sampai titik darah penghabisan.
"Jika semua ini dipaksakan dan terjadi. Maka saya siap mati dan pasang badan sampai titik darah penghabisan, untuk menyelamatkan Partai Demokrat," kata Ruslan Buton.
Baca juga: DPP Demokrat Gelar Aksi Cap Jempol Darah Sebagai Bentuk Perlawanan Terhadap PK Moeldoko
Ia juga meminta semua kader Partai Demokrat bertahan melawan upaya Moeldoko, apapaun yang terjadi.
"Kita harus sepakat untuk bertahan menyelamatkan Partai Demokrat, apapun yang terjadi." ujarnya.
"Mahkamah Agung adalah lembaga hukum yang sangat independen, yang sangat paham apa yang harus dia lakukan. Yang dibutuhkan tanpa kompromi tanpa tekanan. Namun saya peringatKan bahwa ketika itu dipaksakan mendukung berpotensi membuat suatu kegaduhan," katanya.
Sebab kata Ruslan, dirinya dan semua kader Partai Demokrat akan melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan.
"Sebagai anak bangsa yang mencintai republik ini, maka kita wajib melawan ketidakadilan dan siap mati. Maka saya pastikan jika kezaliman terjadi atas apa yang diputuskan, maka sampai titik darah penghabisan kita bertahan," katanya.
Karenanya Ruslan Buton juga mengingatkan dan meminta Moeldoko untuk segera mencabut permohonan peninjauan kembalinya ke Mahkamah Agung.
Sosok Ruslan Buton
Ruslan Buton adalah mantan perwira TNI AD, yang terakhir berpangkat Kapten Infanteri.
Ruslan sempat menjabat sebagai Komandan Kompi dan Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Maluku Utara.
Karier Ruslan Buton berakhir setelah terlibat dalam kasus pembunuhan seorang warga bernama La Gode pada 27 Oktober 2017.
Baca juga: Anies Baswedan Terancam Gagal Nyapres Jika MA Benar-benar Kabulkan PK Moeldoko atas Partai Demokrat
Diketahui La Gode merupakan petani cengkeh yang mencuri singkong parut sebanyak 5 kilogram atau harganya sekitar Rp 20 ribu.
Setelah itu, La Gode ditahan di pos Satgas dan Ruslan beserta rekan-rekannya menjalankan penganiayaan kepadanya hingga dinyatakan meninggal dunia.
Ia ditangkap di Jalan Poros, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
Ruslan dipecat dari anggota TNI AD pada 6 Juni 2018 dan mendapatkan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dari Pengadilan Militer Ambon.
Setelah itu Ruslan Buton kembali terkena kasus hukum, karena melayangkan surat terbuka yakni meminya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur dari kursi Presiden Indonesia, pada 2020.
Hal tersebut pun sempat mendapat perhatian publik Tanah Air dan videonya viral di media sosial pada 18 Mei 2020.
Ruslan Buton menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi Covid-19 sulit diterima oleh akal sehat.
Ia juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi.
Baca juga: Jokowi Bilang "Ndak Tahu Apa-apa" saat Ditanya AHY soal Manuver Moeldoko Ingin Rebut Demokrat
Menurut Ruslan Buton, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan Buton di videonya kala itu.
Setelah 10 hari viral surat terbukanya, Ruslan Buton dijemput polisi dari kediaman orangtuanya di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, pada Kamis (28/5/2020) lalu, tanpa perlawanan.
Penangkapan dilakukan oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton.
Hal itu karena adanya laporan yang masuk ke SPKT Bareskrim Polri bernomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei 2020.
Pelapor Aulia Fahmi membuat Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 dengan terlapor Ruslan Buton.
Aulia melaporkan Ruslan Buton atas dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong sesuai UU 1/1946 tentang KUHP Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15. Juga,
Penyebaran Berita Bohong (hoaks) melalui Media Elektronik UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 Ayat (2). Dan, Kejahatan Terhadap Penguasa Umum UU Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP Pasal 207.
Dalam kasus ini, Ruslan Buton divonis 7 bulan penjara.
Cap Darah
Ratusan kader, relawan, dan simpatisan Partai Demokrat memadati kantor DPP Partai Demokrat untuk menggelar aksi cap jempol darah, Jumat (16/6/2023) siang.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap Peninjauan Kembali (PK) Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Mahkamah Agung (MA).
“Ini merupakan bentuk protes keras dan meluas atas upaya KSP Moeldoko merebut Partai Demokrat yang kesekian kalinya. Aksi cap jempol darah ini juga merupakan bukti kesetiaan dan loyalitas kepada Ketum Partai Demokrat yang sah yaitu Mas AHY,” kata Kepala BPJK Umar Arsal.
Teriakan membara seperti “Lawan Moeldoko!, Demokrat Butuh Keadilan!, Kita Tidak Boleh Takut!” tak henti disuarakan para kader yang hadir.
Mereka pun mengantre dengan semangat untuk membubuhkan cap darah itu di kain putih yang telah disediakan.
“Ini baru setetes darah, kami siap menyerahkan hidup kami untuk Partai Demokrat,” teriak para relawan.
Umar Arsal juga mengatakan aksi ini akan terus berlangsung hingga MA menyampaikan putusannya.
“Aksi ini bukan yang terakhir, tapi yang pertama dan akan terus dilakukan setiap minggu sampai kebenaran diputuskan oleh MA,” tegas Umar.
Lukisan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertuliskan "No Peace No Justice" juga terpampang jelas sebagai pesan yang disampaikan dalam aksi ini.
Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat Sigit Raditya mengatakan partainya berharap MA dapat memberikan putusan yang adil.
Baca juga: Harap-harap Cemas Menanti Hasil PK Moeldoko, AHY Antisipasi Keputusan di Luar Nalar dari MA
Jika tidak, Demokrat akan memperjuangkan keadilan seperti makna tersirat dari lukisan terbaru SBY itu.
"Jadi ini adalah awal dari simpatisan dan kader Demokrat yang selama ini gelisah diombang-ambingkan oleh proses hukum yang tak kunjung selesai. Kami berharap keadilan dari Mahkamah Agung untuk proses PK Moeldoko ini, ya jadi mohon ada keputusan yang baik yang seadil-adilnya," tegas Sigit.
"Jika tidak maka seperti pesan yang ada di lukisan tersebut, lukisan yang dibuat Pak SBY, kami akan memperjuangkan keadilan sampai di mana pun," tutup Sigit.
Seperti yang diketahui pada 3 Maret 2023, KSP Moeldoko mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) atas putusan sengketa kepengurusan Partai Demokrat yang dipimpin oleh AHY.
Dilansir dari website MA, saat ini permohonan PK Moeldoko sudah mengantongi nomor 128 PK/TUN/2023.
Berkas perkara itu masuk MK pada 15 Mei 2023. Namun hingga saat ini, MA belum menunjuk majelis hakim yang akan mengadili kasus tersebut.
Tanggapan Moeldoko
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko enggan menanggapi aksi cap jempol darah ratusan kader dan simpatisan Partai demokrat.
Dia sebatas mencibir aksi tersebut dan mengingatkan para pihak agar taat konstitusi dan "nggak usah macam-macam."
"Apa yang perlu ditanggapi? Enggak perlu lah, itu nggak penting itu," kata Moeldoko saat berada di Malang, Jawa Timur pada Sabtu (17/6/2023) malam, sebagaimana dikutip Kompas.com.
Sebelumnya, ratusan kader dan simpatisan Partai Demokrat melakukan aksi cap jempol darah di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat pada Jumat (16/6) siang.
Aksi ini merupakan wujud penentangan atas peninjauan kembali (PK) yang diajukan Moeldoko di Mahkamah Agung RI sehubungan kepengurusan Partai Demokrat.
Aksi dilakukan dengan jempol para kader terlebih dulu ditusuk jarum dan darah mereka diabadikan dalam spanduk putih yang ditempel di tembok.
Menurut Moeldoko, aksi cap jempol darah itu berlebihan. Ia menyebut Indonesia adalah negara konstitusional yang segalanya telah diatur konstitusi.
"Kita ini kan semuanya hidup di atas konstitusi. Ini kan ada konstitusi, enggak usah macam-macam lah," kata Moeldoko.
Ia pun mencibir aksi itu dengan meminta kader Demokrat menggelar aksi cap jempol darah tiap hari.
Baca juga: Demokrat Depok Serahkan Surat Permohonan Perlindungan Hukum ke PN Usai Moeldoko Ajukan PK
"Biar darahnya habis," katanya.
MA sendiri belum memutuskan hakim agung untuk mempersidangkan PK Moeldoko. Pihak Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai PK ini adalah upaya kelompok berkuasa mengganggu pihak yang bertentangan.
Konflik antara Demokrat dan Moeldoko sendiri terjadi sejak 2021 ketika sejumlah kader menggelar kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang.
Dalam KLB itu, Moeldoko didapuk sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Akan tetapi, AD/ART Demokrat kubu Moeldoko tidak diterima Kementerian Hukum dan HAM. Kepengurusan resmi Demokrat pun masih dipegang oleh AHY.
Meskipun demikian, Moeldoko tidak menyerah dan menggugat ke PTUN. Usai gugatan di PTUN ditolak, Moeldoko mengajukan PK ke MA.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.