Pilpres 2024
Anies Baswedan Diminta PDIP untuk Minta Maaf Soal Data Jalan, Partai Demokrat: Tidak Ada yang Salah!
Bacapres Partai NasDem, Anies Baswedan diminta PDI Perjuangan untuk segera melontarkan permintaan maafnya lantaran pernyatannya soal data jalan.
WARTAKOTALIVE.COM - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta Bacapres Partai NasDem, Anies Baswedan untuk segera melontarkan permintaan maaf.
Permintaan maaf tersebut diminta PDI Perjuangan karena Anies Baswedan menyatakan soal data pembangunan jalan di era Presiden RI Joko Widodo dan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani langsung merespon mengenai Anies Baswedan yang diminta agar minta maaf oleh politisi PDIP atas pernyataan data pembangunan jalan.
Menurut Kamhar Lakumani data yang disampaikan Anies Baswedan berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak ada yang salah dan apa adanya.
Baca juga: Elektabilitas Ganjar Lebih Tinggi dari Prabowo dan Anies, Survei SMRC dari Kalangan Pemilih Kritis
Baca juga: VIDEO Survei SMRC Terbaru Elektabilitas Ganjar 35,9, Prabowo 32,8, Anies 20,1
Baca juga: Survei SMRC: Elektabilitas Ganjar Pranowo 35,9 Persen, Bersaing Ketat dengan Prabowo, Anies Merosot
"Kutipan data BPS disampaikan Mas Anies tak ada yang salah. Data tersaji dari BPS seperti itu adanya. Jika kemudian Kementerian PUPR melalui Dirjen Bina Marga Hedy Rahadian panik dan kebakaran jenggot setelah data itu dipresentasikan ke publik,"
"Itu yang justru patut dipertanyakan, mengingat bahwa sejak dulu penyajian data di BPS seperti itu" kata Kamhar lewat keterangannya ke Tribunnews, dikutip Senin (29/5/2023).
Kamhar melanjutkan terlepas dari motif pihak-pihak yang menjadikan ini polemik, terang benderang bahwa data BPS ini menegaskan prioritas dan bentuk keberpihakan pemerintah.
"Kebijakan Pemerintahan Pak SBY termasuk dalam pembangunan infrastrukturnya nafas dan jiwanya pro rakyat,"
"Sementara Pemerintahan Pak Jokowi terbaca lebih berorientasi proyek dan tidak pro rakyat," lanjutnya.
Justru merekalah kata Kamhar yang semestinya minta maaf ke rakyat.
Presiden Jokowi dijadikan petugas partai, bukan petugas rakyat agar menjadi negarawan yang menjadikan kepentingan rakyat, bangsa dan negara sebagai yang utama dan diutamakan.
Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja.
"Mereka yang mesti minta maaf kepada rakyat karena sejak awal kader yang didorong dan dipromosikan menjadi pemimpin ditingkat nasional dipenuhi rekayasa dan gimmick. Model pemimpin yang hanya pandai umbar janji namun tak cakap dalam menunaikannya," kata Kamhar.
Presiden Jokowi dikatakan Kamhar juga model kepemimpinan top down yang abaikan aspirasi dan diskursus di ruang publik seperti pemindahan IKN, UU Ciptaker dan sebagainya.
"Termasuk punya andil besar atas terjadinya kemerosotan pada sistem ketatanegaraan kita, kemunduran demokrasi, marak korupsi, dan hukum yang tajam ke lawan namun tumpul ke kawan," katanya.
Kemudian Kamhar menanyakan bagaimana kabar mobil Esemka dan janji ekonomi meroket.
"Mobil 'gaib' esemka apa kabar? Janji ekonomi meroket, ternyata utang yang meroket. Korupsi Bansos untuk wong cilik dikala pandemi jadi kejahatan kemanusiaan terbesar sepanjang republik berdiri. Katanya partai wong cilik, nyatanya jatah wong cilik ‘diembat’ juga."
"Masih banyak sekali catatan kelam dalam 2 periode pemerintahan sekarang yang menunggu giliran untuk terkuak. Tak selamanya bisa ditutupi. Jadi, mereka yang semestinya minta maaf kepada rakyat," tutupnya.
Sebelumnya Politikus PDIP Gilbert Simanjuntak mendesak bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan, untuk meminta maaf.
Hal tersebut atas pernyataan Anies Baswedan yang membandingkan pembangunan jalan era Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan rezim Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pasalnya, data dipaparkan Anies Baswedan di acara HUT ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Sabtu (20/5/2023) lalu itu tidak sesuai dengan data milik Kementerian PUPR.
"Heboh soal salah data tentang panjang jalan yang dibangun era Presiden SBY yang dikatakan Anies Baswedan lebih panjang dari yang dibangun Presiden Jokowi tidak diikuti permintaan maaf Anies maupun timnya" ucapnya saat dikonfirmasi, Sabtu (27/5/2023).
Pembangunan Anies Baswedan di Jakarta Ngawur
Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2012 Anies Baswedan harus minta maaf karena dianggap salah interpretasikan pembangunan jalan di era Presiden Jokowi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Bakal calon presiden (Bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu menyebut, pembangunan jalan di era SBY jauh lebih panjang dibanding era Jokowi.
“Heboh soal salah data tentang panjang jalan yang dibangun era Presiden SBY yang dikatakan Anies Baswedan lebih panjang dari yang dibangun Presiden Jokowi, tidak diikuti permintaan maaf Anies mau pun timnya" kata Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah (Badiklatda) DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Prof Gilbert Simanjuntak, Sabtu (27/5/2023).
Menurut dia, Anies harusnya meminta maaf kepada publik termasuk kepada Presiden Jokowi, bukan menyalahkan media karena salah membaca data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta ini menilai, harusnya Anies dan timnya memvalidasi data kembali sebelum disampaikan kepada muka publik di acara Milad ke-21 PKS di Senayan, Jakarta Pusat beberapa hari lalu.
"Sepatutnya Anies dan tim menggunakan akal sehat (common sense) soal berita tersebut, karena latar belakang sebagai peneliti yang menggunakan data tentu akan mempertanyakan dulu kesahihan (validitas) data tersebut" jelasnya.
"Seakan Anies dan tim baru ada di negara ini, karena selama era Presiden SBY tak ada berita soal kemajuan bermakna pembangunan jalan di Indonesia," ujarnya.
"Artinya menjadi aneh kalau langsung menggunakan data tersebut karena tidak sesuai akal sehat,” sambungnya.
Prof Gilbert mengatakan, Anies sendiri tidak patut menyatakan hal tersebut, karena yang dilakukan di Jakarta adalah mempersempit jalan dengan memperlebar trotoar dan mengambil jalan yang ada untuk jalur sepeda.
Sekarang kemacetan makin parah di Jakarta juga ada sumbangan kebijakan ngawur mempersempit jalan ini.
"Selain itu, yang dilakukan Anies di Jakarta adalah mengganti nama jalan, dan membangun tugu bamboo, sepeda dan sepatu" ujarnya.
"Terasa aneh, kenapa malah mempersoalkan pekerjaan orang lain dengan melihat negara, sedangkan diri sendiri tidak mampu bekerja untuk sebuah kota besar" imbuhnya.
"Pada saat berkata soal adu gagasan, menjadi aneh kalau melihat data saja ngawur dan tidak minta maaf" tegas Gilbert.
Sebelumnya, bacapres dari Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyebutkan, pembangunan jalan di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih panjang dibandingkan era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menanggapi hal itu, Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hedy Rahadian mengatakan, ada kesalahan dalam memahami data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Yang disebut bahwa pembangunan jalan SBY lebih panjang dari zaman Jokowi, itu bukan itu maksud data BPS, jadi salah interpretasi data BPS" ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Dia menjelaskan, data BPS yang menjadi acuan pernyataan Anies Baswedan tersebut menampilkan data berdasarkan status jalan dari jalan provinsi menjadi jalan nasional, bukan data pembangunan jalan baru.
Misalnya sekian kilometer jalan provinsi sudah dibangun sebelum era SBY, namun pada era SBY jalan provinsi itu berubah statusnya menjadi jalan nasional karena diterbitkan surat keputusan (SK) baru.
"Jadi status kewenangan jalan nasionalnya bertambah sekian belas ribu kilometer itu, itu adalah perubahan status dari jalan provinsi menjadi jalan nasional. Bukan pembangunan jalan baru" jelasnya.
Sebagai informasi, Anies menyebut pembangunan jalan nasional selama era Jokowi hanya sekitar 500 kilometer (Km).
Sedangkan era SBY mampu membangun jalan nasional 20 kali lipat dari itu yakni sekitar 11.800 Km.
Dengan demikian, sebanyak 11.800 Km jalan nasional tersebut belum tentu berasal dari pembangunan jalan baru.
"Jadi ini waktu jaman SBY kan nambah jalan nasional, itu bukan hasil pembangunan kebanyakan, ada sih pembangunannya tapi sedikit. Jaman Jokowi juga sama, ada perubahan walau sedikit,” ungkapnya.
Elektabilitas Anies Baswedan Merosot
SMRC atau Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting merilis hasil survei terbaru terkait elektabilitas bakal calon presiden atau Capres pada pemilu 2024 mendatang.
Hasil survei dari SMRC ini menyebut elektabiliats Ganjar Pranowo melampaui Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2024.
Hasil tersebut terjadi pada kelompok pemilih kritis.
"Ganjar dan Prabowo bersaing ketat memperebutkan urutan teratas, sementara Anies di urutan ketiga dengan selisih suara signifikan dengan Prabowo dan Ganjar,” kata Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, dalam pemaparannya di Jakarta, Minggu (28/5/2023).
Dilansir dari Kompas Senin (29/5/2023) Deni menjelaskan, hasil survei tersebut Ganjar naik dari 31,1 persen menjadi 35,9 persen pada periode yang sama.
Prabowo Subianto pun demikian, naik dari 29,7 persen menjadi 32,8 persen.
Namun dalam lima bulan terakhir, suara Anies Baswedan merosot dari 29,7 persen di survei Desember 2022 jadi 20,1 persen pada survei terakhir 23-24 Mei 2023.
Kriteria pemilih kritis menurut Deni adalah pemilih yang punya akses ke sumber-sumber informasi sosial-politik secara lebih baik.
Mereka yang termasuk dalam kategori pemilih kritis sebab mereka memiliki telepon.
Sehingga bisa mengakses internet untuk mengetahui dan dapat menentukan sikap terhadap berita-berita sosial-politik.
Selain itu, mereka pada umumnya adalah pemilih kelas menengah bawah ke kelas atas, lebih berpendidikan, dan cenderung tinggal di perkotaan.
Mereka juga cenderung lebih bisa memengaruhi opini kelompok pemilih di bawahnya.
Total pemilih kritis ini secara nasional diperkirakan sekitar 80 persen.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
(Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha/Wartakotalive.com/FAF)
data pembangunan jalan
Anies Baswedan
Presiden RI Joko Widodo
Susilo Bambang Yudhoyono
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PDI Perjuangan
Kamhar Lakumani
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.