Berita Nasional

Tuai Banyak Protes, DPR Tetap Sahkan Perppu Cipker menjadi Undang-undang, PKS dan Demokrat Menolak

DPR RI resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Editor: Feryanto Hadi
surya.co.id/ahmad zaimul haq
ILUSTRASI: Massa elemen buruh dan mahasiswa dari Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) menggelar aksi di depan Gedung Grahadi, Selasa beberapa waktu lalu 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- DPR RI resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna DPR hari ini.

Pengesahan dilakukan di tengah masifnya penolakan yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat

“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?,” tanya Ketua DPR Puan Maharani saat rapat paripurna, Selasa (21/3) dikutip dari Kontan.

 “Setuju,” jawab peserta sidang.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR M Nurdin memaparkan, pembahasan Perppu Cipta Kerja di DPR tidak tergesa-gesa. Karena pembahasan dapat diakses platform media sosial DPR. Selain itu, juga telah ada sosialisasi dari pemerintah mengenai Perppu Cipta Kerja.

Ketua Panja Pembahasan Perppu Cipta Kerja, Abdul Wahid menyampaikan, Baleg DPR menerima penugasan pembahasan Penetapan Perppu Cipta Kerja pada 14 Februari 2023.

Baca juga: Jejak Karier Yani Wahyu Purwoko, Wali Kota Jakbar yang Didepak Heru Budi, Dikenal Dekat dengan Anies

Setelah itu, Baleg DPR telah melakukan rapat kerja dengan pemerintah. Baleg DPR juga melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan para pakar.

Adapun para pakar yang diundang antara lain, Prof Ahmad Ramli, Prof Nindyo Pramono, Prof Aidul Fitriciada Azhari, Dr Ahmad Redi, SH, MH. Lalu, Dr Ahmad SH, MH, Dzulfian Syafrian SE, Msc, Phd, Dr Raden Pardede, Dr Sofyan Djalil SH MALD, dan Reza Siregar.

Seperti diketahui, dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I, terdapat 7 fraksi DPR yang menyetujui penerbitan Perppu Cipta Kerja. Yakni Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, dan PPP.

Sementara itu, terdapat 2 fraksi yang menolak yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.

Baca juga: Diancam Tak Dipilih Gubernur Lagi, Ridwan Kamil Gerak Cepat, Akan Perbaiki 71 Ruas Jalan Rusak

Poin yang Rugikan Pekerja versi Partai Buruh

Partai Buruh dan sejumlah elemennya menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja sejak tahun 2020 silam.

Penolakan itu bukan tanpa alasan karena para buruh merasa Undang-undang baru tersebut berpihak pada perusahaan.

Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz mengatakan, ada sembilan point yang dianggap tidak berpihak pada kaum buruh.

Pertama soal hubungan kerja para buruh dengan perusahaan, kedua masalah upah yang diterima pekerja sangat rendah dengan biaya kehidupan.

"Ketiga tentang pesangon yang diterima juga renda," ucap Riden saat demo di depan DPR RI, Senin (13/3/2023).

Kemudian, jam kerja yang diberikan kaum buruh juga tidak sesuai dan tak ada penambahan uang lembur.

Kelima, adanya tenaga kerja asing juga menjadi masalah bagi kaum buruh dan warga negara Indonesia.

Banyak perusahaan yang mendatangkan tenaga kerja asing dengan upah yang cukup besar.

"Ketujuh tentang kontrak kerja, kedelapan tentang outsourcing, dan kesembilan berkurangnga hak cuti pekerja," jelasnya.

Baca juga: Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Kaji Sisi Perlindungan HAM Pekerja dalam UU Cipta Kerja

Menurutnya, jika sembilan poin ini dihilangkan dalam Undang-undang atau digantikan oleh Omnibus Law maka ada ketimpangan yang dirasakan buruh.

Hatam pun menilai, Undang-undang yang efektif adalah UU nomor 13 tahun 2023 tentang ketenagakerjaan.

"Intinya ada kesimbangan saja bagi pekerja," kata Riden.

Baca juga: Pakar Sebut Jaksa Agung Semestinya Terapkan UU Cipta Kerja Dalam Kasus Duta Palma

Pria yang juga jabat Ketua Mahkamah Partai Buruh ini menilai, Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja berpihak kepada pemodal atau perusahaan.

Hal ini pun dapat dilihat ketika terjadi PHK, di mana para perusahaan memberukan uang pesangon sangat rendah dan tidak sesuai dengan masa kerja.

Kemudian, para pekerja juga statusnya tidak jelas karena sebagai karyawan kontrak, sebagai outsourcing dan harian lepas.

Massa elemen buruh dan mahasiswa dari Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) menolak UU Cipta Kerja.
Massa elemen buruh dan mahasiswa dari Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) menolak UU Cipta Kerja. (surya.co.id/ahmad zaimul haq)

"Bahkan kerjanya bisa berjam-jam, lima jam dibayar, kadang dua jam baru dibayar tidak ada kepastian, makanya sikap kita tegas," terang Riden.

Selain menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law, para buruh juga menolak RUU Kesehatan.

Kemudian, para buruh meminta agar DPR RI mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Menurut Ketua Umum Partai Buruh, Said Iqbal, buruh tidak mau kecolongam dengan pengesahan Undang-undang tersebut dalam rapat Paripurna.

Oleh karena itu, ribuan buruh bakal melakukan aksi unjuk rasa di depan DPR RI hari ini.

"DPR ini sebenarnya mewakili siapa? Mewakili rakyat atau pemilik modal (perusahaan)," terangnya.

AHY kritik Jokowi

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menanggapi perihal terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.

AHY mengatakan, bahwa beleid itu harusnya muncul, jika situasi sedang genting. 

"Saya tegaskan kembali bahwa Partai Demokrat menolak dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja, Perppu seharusnya hanya digunakan untuk keadaan genting dan memaksa," ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).

AHY menilai, saat ini tidak ada situasi genting, Karenanya, Partai Demokrat meminta pemerintah untuk kembali berpikir jernih terkait Perppu tersebut.

"Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan segelintir golongan, Jangan sampai kepentingan bisnis tertentu mengalahkan kepentingan hajat hidup yang lebih besar," ujar AHY. 

Baca juga: Puluhan Ribu Buruh Bakal Geruduk Jokowi di Istana Negara, Polisi Waspadai Ada Penunggang Gelap

AHY memastikan, Perppu Ciptaker berdampak pada kondisi sosial-politik, lingkungan dan ekonomi masyarakat. 

Ia pun mendorong, agar pemerintah dapat menempatkan kepentingan rakyat, termasuk para buruh dan pekerja di atas kepentingan golongan.

"Jadi wajar jika banyak elemen masyarakat sipil yang juga tidak setuju, menilai langkah ini sebagai pembangkangan dan pengkhianatan terhadap konstitusi," kata AHY. 

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved