Berita Nasional

Tuai Banyak Protes, DPR Tetap Sahkan Perppu Cipker menjadi Undang-undang, PKS dan Demokrat Menolak

DPR RI resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Editor: Feryanto Hadi
surya.co.id/ahmad zaimul haq
ILUSTRASI: Massa elemen buruh dan mahasiswa dari Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) menggelar aksi di depan Gedung Grahadi, Selasa beberapa waktu lalu 

Pertama soal hubungan kerja para buruh dengan perusahaan, kedua masalah upah yang diterima pekerja sangat rendah dengan biaya kehidupan.

"Ketiga tentang pesangon yang diterima juga renda," ucap Riden saat demo di depan DPR RI, Senin (13/3/2023).

Kemudian, jam kerja yang diberikan kaum buruh juga tidak sesuai dan tak ada penambahan uang lembur.

Kelima, adanya tenaga kerja asing juga menjadi masalah bagi kaum buruh dan warga negara Indonesia.

Banyak perusahaan yang mendatangkan tenaga kerja asing dengan upah yang cukup besar.

"Ketujuh tentang kontrak kerja, kedelapan tentang outsourcing, dan kesembilan berkurangnga hak cuti pekerja," jelasnya.

Baca juga: Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Kaji Sisi Perlindungan HAM Pekerja dalam UU Cipta Kerja

Menurutnya, jika sembilan poin ini dihilangkan dalam Undang-undang atau digantikan oleh Omnibus Law maka ada ketimpangan yang dirasakan buruh.

Hatam pun menilai, Undang-undang yang efektif adalah UU nomor 13 tahun 2023 tentang ketenagakerjaan.

"Intinya ada kesimbangan saja bagi pekerja," kata Riden.

Baca juga: Pakar Sebut Jaksa Agung Semestinya Terapkan UU Cipta Kerja Dalam Kasus Duta Palma

Pria yang juga jabat Ketua Mahkamah Partai Buruh ini menilai, Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja berpihak kepada pemodal atau perusahaan.

Hal ini pun dapat dilihat ketika terjadi PHK, di mana para perusahaan memberukan uang pesangon sangat rendah dan tidak sesuai dengan masa kerja.

Kemudian, para pekerja juga statusnya tidak jelas karena sebagai karyawan kontrak, sebagai outsourcing dan harian lepas.

Massa elemen buruh dan mahasiswa dari Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) menolak UU Cipta Kerja.
Massa elemen buruh dan mahasiswa dari Gerakan Tolak Omnibus Law (GETOL) menolak UU Cipta Kerja. (surya.co.id/ahmad zaimul haq)

"Bahkan kerjanya bisa berjam-jam, lima jam dibayar, kadang dua jam baru dibayar tidak ada kepastian, makanya sikap kita tegas," terang Riden.

Selain menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law, para buruh juga menolak RUU Kesehatan.

Kemudian, para buruh meminta agar DPR RI mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved