Viral Media Sosial

Beda dengan Emil, Sabil Boleh Panggil Dedi Mulyadi 'Maneh': Sunda Asli Itu Tidak Terkenal Undak Usuk

Tak Kapok Setelah Ditandai Ridwan Kamil, Sabil Malah Panggil Dedi Mulyadi 'Maneh', Kang Dedi: Sunda Asli Itu tidak Terkenal Undak Usuk

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
YouTube @KangDediMuyadiChannel
Dedi Mulyadi dan Sabil, Guru Honorer asal Cirebon yang dipecat karena sebut Ridwan Kamil 'maneh' 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Viralnya kata 'maneh' pasca Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Emil) menandai komentar Muhammad Sabil Fadilah (34) memicu polemik.

Buka hanya soal Sabil yang dipecat setelah mengkritisi Emil, tetapi juga soal kata 'maneh' yang dinilai Emil kasar dan tidak sopan.

Terkait hal tersebut, Dedi Muyadi berkesempatan menemui langsung Sabil di Cirebon, Jawa Barat pada beberapa waktu lalu.

Pertemuan keduanya terekam dan diunggah Kang Dedi lewat akun instagramnya @dedimulyadi71 pada Minggu (19/3/20230.

Dalam kesempatan tersebut, Dedi Mulyadi bersama Sabil mengulas soal kata 'maneh' yang dinilai Emil tak sopan.

"Jadi saya boleh panggil maneh ke akang?," tanya Sabil.

"Boleh dong," balas Dedi Mulyadi disambut tawa Sabil.

Baca juga: Sering Ketemu Sampai Pede Panggil Maneh, Ternyata Sabil Salah Sangka Soal Emil, Malah Viral-Dipecat

Baca juga: Ridwan Kamil Ribut Soal Maneh, Dedi Mulyadi Temui Budayawan Cirebon: Sunda itu Ideologi, Bukan Etnis

Dijelaskan Dedi Mulyadi, dirinya bukan seseorang yang tersinggung apabila dipanggil 'maneh'

Sebab dirinya menganut ideologi Sunda Asli.

"Jadi gini, saya ini orang yang termasuk penganut bahwa di Sunda yang asli itu tidak terkenal undak usuk," ungkap Dedi Mulyadi.

"Jadi kalau saya itu Sunda itu (Asli), satu Sunda itu adalah Sunda awal, yaitu Banten, ke bawah itu sebagian Sukabumi, sebagian Bogor, itu kan ke sananya ke arah Pakuan Pajajaran," jelasnya.

Pakuan Pajajaran diketahui merupakan ibu kota dari Kerajaan Sunda yang pernah berdiri pada tahun 1030-1579 M di Tatar Pasundan, wilayah barat pulau Jawa.

Pada masa lalu, di Asia Tenggara terdapat kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya, sehingga Kerajaan Sunda sering disebut sebagai Kerajaan Pajajaran.

"Jadi di situ tidak ada tingkatan, jadi ada bahasa-bahasa di kita (orang Sunda) yang ditabukan, di sana menjadi hal yang biasa diucapkan," ungkap Dedi Mulyadi.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved