Pilpres 2024
Sistem Pileg Proporsional Tertutup Dinilai Rentan Nepotisme dan Suap, Feri Amsari: Dibereskan Dulu
Sistem pileg proporsional tertutup rentan nepotisme dan suap, dikatakan Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari.
WARTAKOTALIVE.COM - Daftar calon anggota legislatif (caleg) dalam sistem pileg proporsional tertutup dinilai rentan ditentukan oleh faktor nepotisme dan suap.
Sistem pileg proporsional tertutup rentan nepotisme dan suap, dikatakan Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari.
Sebagai informasi, saat ini gugatan terhadap pasal UU Pemilu yang mengatur soal sistem pileg proporsional terbuka sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagian kalangan berharap agar pemilu di Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka yang berlaku sejak 2009.
Baca juga: Pemilu 2024, Anies Baswedan Dukung Sistem Proporsional Terbuka: Lebih Sehat, Baik untuk Demokrasi
Baca juga: Isu Sistem Proporsional Tertutup Muncul Saat Tahapan Pemilu Berjalan, AHY: Kita Dibikin Tak Tenang
Baca juga: Demokrat dan Nasdem Sepakat Jadi Garda Terdepan Tolak Wacana Pemilu Sistem Proporsional Tertutup
"Tidak ada mekanisme pemilihan internal untuk seseorang bisa dicalonkan. Semua bicara soal kemampuan mendekati titik kekuasaan partai."
"Akhirnya, orang bicara bagaimana memengaruhi seseorang agar bisa menjadi calon" ungkap Feri dalam diskusi virtual yang disiarkan akun YouTube Reri Lestari Moerdijat, Rabu (22/2/2023).
Feri mengistilahkan upaya "mendekati titik kekuasaan partai" ini dengan empat bentuk "perda". Empat "perda" tersebut merupakan kependekan dari pertalian daerah, pertalian dakwah, pertalian darah, dan pertalian dana.
Tiga pertalian awal merupakan bentuk nepotisme.
Pertalian dakwah, secara khusus, merujuk pada kesamaan latar belakang organisasi antara bakal caleg dengan elite partai politik yang berwenang menentukan daftar caleg.
Sementara itu, pertalian dana merujuk pada upaya menyuap elite partai politik untuk memperoleh tiket terbaik dalam kontestasi, misalnya nomor urut kecil atau jaminan melenggang ke parlemen.
Oleh karena itu, Feri menilai argumen bahwa sistem proporsional tertutup ditujukan untuk mengentaskan politik uang dari caleg ke pemilih tidak tepat.
Hal itu dikarenakan peredaran uang diperkirakan hanya berpindah tangan dari pemilih ke elite partai politik.
"Problematika ini yang perlu dibereskan terlebih dahulu. Kita muncul dari tidak melalui mekanisme yang patut dalam proses berpemilu," tambah Feri.
Sebagai informasi, dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen.
Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik.
Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.
Anies Sebut Proporsional Terbuka Lebih Sehat, Baik untuk Demokrasi
Anies Baswedan mengatakan, sistem proporsional terbuka dalam Pemilihan Umum 2024 dinilai lebih sehat untuk demokrasi di Indonesia.
Disebut Anies Baswedan, sistem pemilihan di Indonesia saat ini telah memberikan ruang partisipasi yang sangat besar pada para pemilih.
"Saya rasa ini kan sudah pada fase memberikan ruang partisipasi yang luas kepada publik," ujarnya Anies Baswedan yang merupakan Mantan Gubernur DKI Jakarta, saat ditemui di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu (22/2/2023).
Bakal calon presiden ini mengatakan, ruang partisipasi yang luas itu akan memberikan kesempatan pada tokoh politik peserta pemilu untuk bisa langsung terhubung kepada pemilih.
Inilah yang dinilai Anies dapat menjadi jalan baik untuk demokrasi di Indonesia.
"Dan hubungan antara pemilih dengan orang-orang yang dipilih itu terbangun, dengan terbuka, karena itu lah akan lebih sehat, lebih baik untuk demokrasi kita," ucap Anies.
Adapun wacana sistem pemilu proporsial tertutup yang diusulkan PDIP ditolak oleh 8 parpol di DPR RI.
PDIP sebelumnya menganggap sistem proporsional terbuka atau mencoblos calon anggota legislatif yang dilakukan saat ini membuat ongkos Pemilu mahal.
Kedelapan parpol yang menolak sistem proporsional tertutup yakni Partai Gerindra, Golkar, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Mereka menyebut sistem proporsional terbuka yang diterapkan di pemilu Indonesia saat ini merupakan kemajuan demokrasi sehingga tak seharusnya diganti.
AHY: Kita Dibikin Tak Tenang
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) heran, wacana sistem proporsional tertutup muncul saat tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan.
Menurutnya, ada pihak-pihak yang seakan ingin membuat Bangsa Indonesia, termasuk partai politik, tidak tenang dalam menyiapkan diri menuju 14 Februari 2024.
Hal ini disampaikan AHY, usai bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (22/2/2023).
"Dan yang lebih mengherankan adalah ketika tahapan pemilu sudah berjalan, sudah semakin mendekat menuju ke 14 Februari 2024 nanti."
"Kok tiba-tiba masih saja dibikin supaya tidak tenang, kita semua untuk mempersiapkan diri menuju pemilu," kata AHY.
Padahal, menurutnya sesuatu yang sangat fundamental seperti sistem pemilu seharusnya dibicarakan bersama, tanpa ada paksaan tertentu.
"Justru sesuatu yang sangat fundamental harusnya dibicarakan baik-baik melibatkan semua.
"Jangan ada paksaan-paksaan tertentu yang bisa kita sesali sebagai bangsa," tutur AHY.
Berkenaan dengan itu, Demokrat bersama Nasdem akan jadi garda terdepan untuk menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup.
Sebab menurutnya, sistem pemilu proporsional tertutup tidak relevan dengan perkembangan dan perubahan zaman yang telah Bangsa Indonesia lewati.
Sistem tertutup menurutnya hanya akan membawa demokrasi Indonesia mundur belasan tahun ke belakang, dan merampas hak rakyat Indonesia dalam memilih wakil rakyatnya.
Sehingga, sistem proporsional terbuka dipandang jadi hal yang lebih relevan dan dibutuhkan oleh demokrasi Indonesia yang majemuk dan dinamis.
"Oleh karena itu kami sepakat ini semua harus kita jaga, jangan sampai ada upaya yang mengembalikan kita ke demokrasi yang sentralistik."
"Inilah sejatinya bagaimana kita ingin mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka," bebernya.
KPU RI: Proporsional Terbuka Sesuai dengan Aturan yang Berlaku
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik tegaskan, Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.
Pernyataan Pileg 2024 dengan sistem proporsional terbuka itu disampaikan Idham Holik dalam Diskusi Kedai Kopi: OTW 2024 bertajuk Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu, dii Erian Hotel, Gondangdia, Jakarta, Minggu (19/2/2023).
"Tentunya kita semua tahu mungkin sudah hampir dua bulan, diskursur kita berkaitan dengan sistem pemilu ini seperti berada di wilayah polemik," kata Idham Holik, Minggu (19/2/2023).
Ditegaskan Idham Kholik, pihaknya saat ini masih menjadwalkan Pileg 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Kami tegaskan bahwa sampai saat ini kami masih melaksanakan ketentuan Pasal 168 Ayat 2 Undangan-Undang Nomor 7 2017 yang mana sistem pemilh untuk pemilu legislatif adalah sistem proporsional terbuka," tegasnya.
Idham melanjutkan karena norma yang terdapat di Pasal168 Ayat 2 tersebut masih efektif berlaku.
Sehingga saat ini pihaknya masih merancang peraturan dengan sistem proporsional terbuka, dan begitu juga dengan sistem informasi yang sedang dirancang.
"Karena kami harus menyelenggarakan pemilu sesuai dengan aturan yang berlaku, salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu adalah berkepastian hukum, pemilu harus sesuai aturan,"
"Meskipun di publik ini luar biasa perdebatannya antara proporsional terbuka dan tertutup. Tentunya sah-sah saja dalam sebuah ruang diskursur demokrasi itu tudak masalah," jelasnya.
Selain itu Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tersebut juga bantah isu penundaan pemilu menurutnya saat ini tahapan pemilu sudah berjalan.
"Terkait dengan isu penundaan pemilu, Pasal 167 ayat 1 Undang-Undang 7 tahun 2017 dimana dijelaskan penyelenggaraan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali," kata Idham.
Idham melanjutkan pasal tersebut merupakan turunan atau merujuk pada Bab 7 Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945, yang mana pasal itu tak hanya bicara asas pemilu tapi pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.
"Jadi perintah pemilu 5 tahun sekali ini adalah perintah UUD, konstitusi kita, oleh itu saya katakan demorkasi kita adalah demokrasi konstitusional," jelasnya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu menjelaskan bahwa saat ini proses pemilu sudah berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
"Dan saat ini menuju hari H ini tinggal 1 tahun kurang, sejak tahapan diluncurkan oleh kami 14 juli 2022, ini ternyata sudah berlalu 8 bulan lebih, tidak terasa tinggal 12 bulan kurang artinya sudah di depan, dan kami menyakini tahapan ini on the track," sambungnya
Idham melanjutkan yang mana pada tanggal 14 Februari 2024 nanti pemilih Indonesia baik di dalam atau di luar ini akan memakai hak pilihnya datang ke TPS
"Kami sangat yakin itu, kenapa? Karena penyelenggaraan pemilu diselenggarakan 5 tahun ini tidak sekedar perintah UU Pemilu tetapi perintah dari UUD 1945," tegasnya.
Menurut Idham KPU sebagai penyelenggara pemilu optimis karena optimisme tersebut akan meningkatkan antusiasme publik atau pemilu untuk berpartisipasi di semua tahapan penyelenggaraan pemilu.
"Karena pemilu yang partisipatif tidak hanya sekedar datang ke TPS, tetapi mengikuti semua tahapan penyelenggaraan pemilu," tutupnya.
PPP Siap 2024 Pakai Sistem Proporsional Terbuka Atau Tertutup
Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhamad Mardiono menyatakan, pihaknya siap mengikuti sistem apa pun yang akan diterapkan pada Pemilu 2024.
PPP, kata dia, siap jika sistem pemilu digelar secara proporsional terbuka maupun tertutup.
Hal tersebut ia sampaikan usai acara Puncak Harlah Ke-50 PPP di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Jumat (17/2/2023).
"Bagi PPP itu mau proporsional terbuka atau tertutup, PPP selalu siap."
"PPP telah memiliki pengalaman panjang di dalam mengikuti pemilihan umum."
"PPP ini sudah 10 kali mengikuti pemilu, dan besok itu adalah lima kali sejak reformasi."
"Jadi kami sudah mempunyai pengalaman banyak, apakah itu proporsional tertutup, atau semi tertutup, atau semi terbuka. PPP siap," tegasnya.
Sebelumnya, delapan fraksi parpol di DPR menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup.
Delapan fraksi itu adalah Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.
Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyatakan, sikap tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan delapan elite parpol yang digelar beberapa waktu lalu.
"Setelah dikeluarkannya rilis itu, pertama kemarin adalah atas komunikasi, jadi atas komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan fraksi masing-masing."
"Setelah tanggal 3 Januari kepada pimpinan partai politik, maka delapan partai politik, ketua umum-ketua umumnya sepakat, untuk melakukan pertemuan yang sudah terjadi pada tanggal 8 Januari di Hotel Dharmawangsa."
"Dari pertemuan itu juga kemudian disepakati dan kemudian juga diberikan arahan kepada masing-masing fraksi lagi untuk melakukan langkah-langkah," beber Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Doli mengatakan, Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemilihan langsung, terutama dalam pemilihan presiden, kepala daerah, dan pemilihan legislatif.
Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat diberi kesempatan untuk bisa mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang per orang, tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya kepada kewenangan partai politik.
"Itulah kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi kita Indonesia, perpaduan yang sangat indah antara keharusan kedekatan rakyat dengan wakilnya, dan keterlibatan institusi partai politik yang tetap harus dijunjung."
"Rakyat kita pun juga sudah terbiasa berpartisipasi dengan cara demokrasi seperti itu," ucapnya.
Berikut ini pernyataan sikap penolakan wacana sistem proporsional tertutup delapan fraksi di DPR yang dibacakan Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia.
1. Bahwa kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju;
2. Kami meminta MK tetap konsisten dengan keputusan MK nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat 2 UU 7/2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia; dan
3. Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai dengan amanat undang-undang tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Kacaukan Tahapan Pemilu Legislatif
Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang jujur dan adil jadi tantangan tersendiri. Salah satunya gugatan terhadap sistem proporsional yang dinilai bisa menganggu tahapan pemilu legislatif.
Prof. Dr. R. Siti Zuhro (BRIN) atau akrab dipanggil Wiwiek itu menyoroti persoalan kapasitas maupun integritas para penyelenggara Pemilu dan situasi penegakan hukum yang dianggap bermasalah.
”Perdebatan (gugatan) sistem pemilu proporsional mengganggu, membingungkan dan membuat kacau tahapan Pemilu legislatif,” ujarnya berdasar keterangan, Sabtu (11/2/2023).
Ia mewanti-wanti agar elit atau aktor politik tidak constraining (membatasi) setiap tahapan Pemilu.
Seperti diketahui sistem pemilu proporsional terbuka digugat PDIP di Mahkamah Konstitusi (MK).
Jika gugatan tersebut dikabulkan, penentuan caleg yang akan duduk di parlemen tidak lagi didasarkan pada hasil pilihan terbanyak rakyat tetapi dari keputusan partai politik.
Dalam Dialog Kebangsaan "Refleksi Seperempat Abad Reformasi" yang digelar Forum 2045 di Ballrom UC UGM, ia menilai kesuksesan Pemilu 2024 ditentukan oleh kelancaran setiap tahapan.
Ia pun minta seluruh pemangku kepentingan terkait penyelenggaraan Pemilu mengedepankan komitmen, konsistensi dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsi yang mereka emban.
”Kita perlu penyelenggara Pemilu yang profesional, terpercaya, dapat diandalkan, kerjanya terukur dan netral untuk mewujudkan harapan agar Pemilu 2024 dapat menjadi tiang pancang kebangkitan Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Forum 2045 Dr. Untoro Hariadi mengatakan momentum Pemilu 2024 harus jadi momentum bersama untuk memperbaiki kualitas demokrasi sekaligus memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa.
Forum 2045 sebagi wadah kolaborasi guru besar, akademisi dan pegiat sosial dari berbagai kampus dan institusi prihatin seiring penurunan kualitas demokrasi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.
”Pemilu 2024 harus sukses secara prosedural dan substansil. Disamping dijalankan secara jujur, adil dan profesional, Pemilu mustinya mendorong pembicaraan bagaimana kita bisa mencapai tujuan-tujuan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.
(Kompas.com/Vitorio Mantalean/Singgih Wiryono/Tribunnews.com/Danang Triatmojo/Rahmat Fajar Nugraha/Gita Irawan)
sistem pileg proporsional terbuka
sistem pileg proporsional tertutup
sistem proporsional terbuka
sistem proporsional tertutup
Pakar Hukum Tata Negara
nepotisme dan suap
Feri Amsari
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.