Pemilu 2024
Ahmad Basarah: Pemilu Proporsional Terbuka Bikin Konflik Internal Parpol dan Biaya Kampanye Mahal
Menurutnya, sistem pemilu proporsional terbuka justru menimbulkan persaingan antar-calon legislatif (caleg).
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menilai sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka, seperti mekanisme pasar bebas dan biaya kampanyenya mahal.
"Seharusnya pemilu legislatif itu berdasarkan sistem proporsional tertutup, bukan dengan mekanisme pasar bebas dengan suara terbanyak seperti yang sekarang ini," kata Basarah saat ditemui di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12/2022).
Menurutnya, sistem pemilu proporsional terbuka justru menimbulkan persaingan antar-calon legislatif (caleg), dan menimbulkan konflik di internal partai politik (parpol).
Basarah menilai pemilu proporsional terbuka alias coblos caleg, menghabiskan biaya kampanye atau ongkos politik yang cukup mahal.
"Biaya kampanye menjadi mahal."
"Sehingga akhirnya yang lahir adalah bukan kader-kader partai politik yang memang sudah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya oleh partai politik untuk mewakili di parlemen, tetapi hasil dari pertarungan demokrasi liberal itu sendiri," papar Basarah.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 30 Desember 2022: 10 Pasien Wafat, 904 Orang Sembuh, 552 Positif
Wakil Ketua MPR itu menjelaskan, apabila mengacu pada Undang-undang Dasar (UUD) 1945, maka pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup.
"Kalau kita berdasar pada sumber hukum tertulis kita di UUD, telah disebutkan di sana bahwa peserta pemilu legislatif adalah partai politik," ungkap Basarah.
Karena itu, kata Basarah, yang berhak menentukan kader-kadernya untuk menjadi anggota parlemen adalah parpol.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, Jokowi Tetap Pertahankan Status Darurat Kesehatan Usai Cabut PPKM
"Sehingga turunan kebijakannya dari amanat konstitusi itu, memang seharusnya pemilu legislatif itu berdasarkan sistem proporsional tertutup, bukan dengan mekanisme pasar bebas dengan suara terbanyak seperti yang sekarang ini," bebernya.
Saat ini, sejumlah politisi mengajukan uji materi terhadap UU 7/2019 tentang Pemilu, ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka meminta MK menyatakan pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. (Fersianus Waku)