Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Lebih Tua dari Masjid Istiqlal, Ini Awal Mula Pembangunan Gereja Katedral
Gereja Katedral sudah menjadi ciri khas umat katolik di Jakarta.Banyak sejarah Jakarta yang terkait dengan perkembangan Gereja Katedral.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Desy Selviany
Bangunan ini sebenarnya adalah gedung dengan sebuah ruangan luas di antara dua baris pilar. Di kedua sisi panjangnya dilengkapi dengan gang.
Di tengah atap dibangun sebuah menara kecil enam persegi. Di sebelah timur sebagian dari rumah asli tetap dipertahankan untuk kediaman pastor dan di sebelah barat untuk koster. Altar Agungnya merupakan hadiah dari Komisaris Jenderal du Bus Ghisignies.
Gereja yang panjangnya 35 meter dan lebarnya 17 meter ini pada tanggal 6 November 1829 diberkati oleh Monseigneur Prinsen dan diberi nama Santa Maria Diangkat ke Surga.
Gereja itu cukup membantu para imam dalam menjalankan misi pelayanannya di Batavia. Umat yang mengikuti misa semakin banyak.
Untuk pertama kalinya, pada tanggal 8 Mei 1834, empat orang pribumi suku Jawa dibaptis di gereja ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, gereja tersebut mengalami banyak kerusakan. Perbaikan yang dilakukan hanya bersifat tambal sulam saja. Kemudian pada tahun 1859 diadakan renovasi yang cukup besar.
Sejarah Gereja Katedral tahun 1891 - 1901
Para imam dan umat mulai mengupayakan dibangunnya gereja yang baru. Tanggal 1 November 1890 ditandatangani sebuah kontrak antara Monseigneur Claessens dan pengusaha Leykam tentang pembelian tiga juta batu bata. Ukurannya harus sesuai dengan contoh yang dilampirkan dan harganya ditetapkan 2,2 dan 2,5 sen sebuah.
Mulai tanggal 1 Desember 1890, setiap bulannya harus diserahkan 70.000 buah batu bata dari perusahaan pembakaran.
Jumlah batu bata yang retak dan pecah tidak boleh melebihi 10 persen. Dari kondisi ini jelaslah bahwa pembangunan gereja dilakukan secara lebih professional.
Orang yang ditunjuk dan dipercaya untuk menjadi perencana dan arsitek pembangunan gereja ini adalah Pastor Antonius Dijkmans, SJ seorang ahli bangunan yang pernah mengikuti kursus arsitektur gerejani di Violet-le-Duc di Paris, Prancis serta Cuypers di Belanda.
Pastor Antonius Dijkmans SJ yang sudah tiba di Jakarta dua tahun sebelum gereja runtuh, sebelumnya sudah membangun dua gereja di Belanda. Ia juga merancang dan membangun kapel Susteran Jl. Pos 2, pada tahun 1891.
Pada pertengahan tahun 1891 mulai dilakukan peletakan batu pertama untuk memulai pembangunan gereja tersebut. Setelah kurang lebih setahun berjalan pembangunan terpaksa dihentikan karena kurangnya biaya.
Selain itu, pada tahun 1894 Pastor Antonius Dijkmans, SJ harus pulang ke Belanda karena sakit dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1922. Pekerjaan pembangunan macet dan misa tetap dilaksanakan di garasi Pastoran.
Uskup baru, Mgr E.S. Luypen SJ (1898-1923) mengumpulkan dana di Belanda dan Insinyur M.J. Hulswit memulai pembangunan lagi. Batu "pertama" diletakkan dan diberkati pada tanggal 16 Januari 1899, sebagai tanda dimulainya lagi pembangunan gereja ini. Pada bulan November balok-balok atap di pasang.
Untuk mendukung dana pembangunan gereja, umat tidak tinggal diam saja. Badan Pengurus Gereja bersama umat dua kali mengadakan undian (loterai), satu kali sebelum pelatakan fondamen, kemudian sebelum pembangunan atas dimulai.
Karena subsidi dari pemerintah tetap ditolak, maka menutup kekurangan itu dikeluarkan obligasi sebesar Fl 50.000,- dan pengumpulan derma di kalangan umat Katolik maupun di luarnya ditingkatkan.
Selain arsitek baru, ada juga seorang kontraktor bernama van Schaik. Sedangkan Ir. van Es mewakili Badan Pengurus Gereja sebagai bouwheer. Konstruksi besi kedua menara digambar dan dikerjakan oleh Ir. van Es sendiri.
11 tahun sesudah keputusan Badan Pengurus Gereja, 10 tahun sesudah peletakan batu pertama, gereja selesai.
Perlu diingat bahwa selama 7 tahun pembangunan gereja terhenti karena kehabisan dana, sehingga pembangunan sebenarnya hanya berlangsung 3 tahun.
Kemudian "De Kerk van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming - Gereja Santa Maria Diangkat Ke Surga" diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, seorang Vikaris Apostolik Jakarta pada tanggal 21 April 1901.
Dalam upacara peresmian tersebut banyak dihadiri para pejabat dan umat.