Gempa Bumi Cianjur
Sambil Teriak Takbir, Empat Santri Sukabumi Terjun dari Lantai Tiga Ponpes Saat Gempa Bumi Cianjur
Gempa bumi di Cianjur menyisakan cerita pilu bagi korban yang selamat, seperti yang dialami empat santri Sukabumi.
Penulis: Nurmahadi | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar," takbir menggema dari para santri Ponpes Nurussyifa, Kecamatan Sukalarang, Sukabumi, saat asrama mereka digoyang gempa Cianjur.
Ratusan santri berlarian menyelamatkan diri, termasuk para santri yang masih terjebak di lantai dua maupun lantai tiga.
Di lorong menuju tangga, para santri berdesakan di lantai atas, berebut lebih dulu turun sambil dirundung kepanikan.
Kepanikan mencuat tatkala salah satu tembok kamar Ponpes tersebut jebol dan hampir rubuh.
Satu diantara santri, Ganda (22) menceritakan kepanikan tersebut. Kala itu, saat tanah mengguncang, ia masih terjebak di lantai tiga.
Namun dibanding ikut bersedakan, Ganda memilih mengambil cara ekstrem. Tanpa pikir panjang ia menaiki pagar lalu loncat dari lantai tiga dan mendarat di bumi dengan kaki kanannya.
Tentu meloncat dari ketinggian 8 meter memiliki resiko yang cukup besar. Akan tetapi Ganda paham, cidera yang didapat tidaklah sebesar tertimpa tembok reruntuhan.
"Pas itu kan pada panik, pada teriak takbir, ada yang lari, saya mau masuk tangga di situ berdesak-desakan, yaudah saya langsung lompat aja," ucapnya kepada Wartakotalive, Rabu (23/11/2022).
Baca juga: 11 Jenazah Korban Gempa Bumi di Desa Cibulakan, Cianjur Terpaksa Dimandikan dengan Air Parit
Sampai di depan gerbang Ponpes, Ganda pingsan tak kuat menahan nyeri karena engsel tumit kaki kanannya bergeser.
"Habis saya sampai di depan gerbang, di situ sudah enggak ingat apa-apa lagi. Saya pingsan, ucapnya
Cara ekstrem yang dilakukan Ganda pun diikuti oleh santri lainnya, salah satunya adalah Alif (12).
Melihat Ganda meloncat ia pun naik ke pagar dan bersiap terjun ke tanah. Pergerakan Alif dilihat oleh teman sekamarnya Hafiz (17).
Baca juga: UI Peduli, Buka Donasi untuk Korban Gempa Bumi di Cianjur, Aksi Satukan Hati dan Berbagi
Dengan tergesa-gesa, Hafiz pun berusaha menggapai tangan Alif yang hendak melompat dari lantai tiga.
Namun, takdir berkata lain, meski tangan Alif berhasil digapai, Hafiz pun ikut terjun karena tak kuat menahan berat badan Alif yang sudah bergelantung.
Keduanya pun akhirnya terjun ke tanah. Papan nama Ponpes yang tersenggol oleh badan Hafiz menimpa mereka berdua.
Ujung papan nama itu, menimpa pinggang Alif, hingga menyebabkan luka sobekan yang cukup besar.
"Saya juga panik, liat Alif lompat saya mau tahan, eh ga taunya saya juga ikut ketatik sama dia," kata Hafiz.
Lain halnya dengan Ilham, salah satu tembok kamar yang jebol itu bersebelahan dengan kamarnya.

Apalagi, jarak antara kamarnya ke akses tangga terdekat cukup jauh untuk digapai, mau tak mau ia pun ikut meloncat mengikuti tiga temannya.
Kini mereka berempat sudah ditangani secara medis, meski sudah bisa beraktifitas di pondok, namun mereka masih trauma dengan guncangan.
Imbas gempa Cianjur juga terasa oleh warga Desa Titisan, Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi.
Seperti cerita seorang warga, Fahru (62) yang rumahnya juga alami kerusakan akibat Gempa yang terjadi Senin 21 November kemarin.
Fahru bercerita, usai gempa sebesar 5.6 skala ritcher melanda Cianjur, ia yang kala itu sedang bekerja di kebun dekat rumahnya, bergegas pulang untuk mengecek keadaan keluarganya.
Beruntung, istri beserta anaknya tak ada satupun yang terluka meski plafon rumahnya sudah runtuh sebagian.

Takut akan gempa susulan, ia pun langsung mengajak warga lainnya untuk membangun sebuah posko pengungsian.
Posko akhirnya dibangun seadanya, terpal bekas dari sejumlah warga digunakan untuk dijadikan atap posko tersebut.
"Setelah gempa, saya langsung ngajak warga lain buat bikin posko, jadi ga ada yang nempatin rumah, yang bikin posko ada 9 orang," ucap Faruh saat ditemui wartakotalive.com, Rabu (23/11/2022).
Fahru mengatakan posko dengan lebar 2 meter dan panjang 8 meter itu diisi oleh 16 KK atau sebanyak 56 orang.
Setiap malam para penyintas yang mendiami posko itu selalu berdesakan ketika tidur. Bahkan Faruh mengaku laki-lakinya tidak tidur sama sekali.
"Ya gitu, kalo tidur desak-desakan, semua brek (ngumpul) di sini, kadang kita bapak-bapaknya ga tidur," ucapnya.
Jika hujan turun, Fahru mengatakan posko yang ia buat itu selalu bocor, air hujan pun membasahi barang-barang warga seperti selimut hingga tikar.
"Tiap hujan pasti bocor, tikar sama selimut pada basah, kalo malam dan hujan dingin kasian ke anak balita," katanya.
Hingga kini, Fahru mengaku para penyintas di Desa Titisan baru mendapat bantuan mie instan saja.
Yang paling jadi kendala kata Fahru, yakni tak ada dapur umum yang disediakan, sehingga ia dan penyintas lainnya kesusahan dalam memasak sesuatu.
"Bantuan ada kemarin mie instan aja, kalo selimut baru satu, kita ga disediain dapur umum, kalo masak buat kebutuhan makan suka bingung juga," ucap Faruh.
Fahru bersama penyintas lain di Desa Titisan berharap pemerintah segera memberi bantuan makanan, selimut, hingga obat-obatan.
"Yang paling kasian tuh anak-anak balita, anak kecil di sini kedinginan kekurangan selimut, kalau orang tuanya sih gapapa, yang penting anak balitanya," katanya.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News