Korupsi Banten
Pimpinan KPK Prihatin Korupsi di Wilayah Banten tak Ada Perbaikan, Terburuk di Pulau Jawa
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengingatkan Pemprov Banten beserta jajaran di bawahnya untuk sadar dan memperbaiki diri, tak lagi korupsi.
Penulis: RafzanjaniSimanjorang | Editor: Valentino Verry
"Sesuai dengan peraturan perundang-undangan saat ini, bu Atut mendapat program reintegrasi, yaitu pembebasan bersyarat," kata Yekti Apriyanti saat dikonfirmasi Wartakotalive.com, Selasa (6/9/2022).
"Jadi (Ratu Atut) bukan bebas murni atau masa tahanannya sudah habis, melainkan bebas bersyarat," ujar Yekti.
Setelah mendapat status pembebasan syarat itu, Ratu Atut Chosiyah diantar oleh petugas Lapas Kelas II Tangerang menuju Balai Pemasyarakatan Serang dan Kejaksaan Tinggi Banten.
Hal tersebut dilakukan, guna mengurus proses kelengkapan berkas pembebasan napi kasus tipikor tersebut.
Selanjutnya, Ratu Atut Chosiyah baru dijemput oleh pihak keluarga ataupun kerabat.
"Setelah bebas, ibu Atut langsung diantar oleh anggota kita ke Bapas Serang dan Kejaksaan Tinggi Banten," ucap Yekti.
"Mungkin disana (Ratu Atut) baru dijemput keluarganya, kalau di lapas enggak ada dijemput siapapun," terang Yekti.
Diketahui, mantan orang nomor satu di Provinsi Banten, Ratu Atut Chosiyah dituntut pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan.
Ratu Atut dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Ratu Atut dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Ratu Atut juga dinilai terbukti secara melanggar dakwaan kedua alternatif pertama, Pasal 12 huruf e UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ratu Atut Chosiyah didakwa merugikan keuangan negara Rp 79.789.124.106,35 dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3.859.000.000.