Gratifikasi
Karena Lukas Enembe, Masyarakat Adat Papua Pernah Denda KPK Rp 10 Triliun
Gubernur Papua Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sementara KPK pernah didenda adat Rp10 Triliun oleh masyarakat adat Papua.
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Budi Sam Law Malau
Mereka memprotes upaya kriminalisasi Gubernur Papua oleh KPK yang juga dianggap sebagai upaya pembunuhan karakter terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe.
Karenanya masyarakat adat berunjuk rasa sebagai bentuk dukungan terhadap Gubernur Papua, yang dinilai telah menjadi korban kesewenang-wenangan KPK.
"KPK dianggap telah mempermalukan Gubernur Papua Lukas Enembe yang merupakan salah satu kepala suku besar di wilayah hukum adat Papua," kata Roy.
"Masyarakat adat Papua marah karena harkat, martabat, dan wibawa pemimpin mereka telah direndahkan oleh KPK," kata Roy kepada Warta Kota, Minggu (17/2/2019).
Denda KPK Dari 5 Wilayah Hukum Adat
Ia mengatakan denda adat masih berlaku di Papua meliputi 5 wilayah hukum adat yakni Ahim Ha, Lapago, Meepago, Mamta dan Saeran.
Denda adat ini kerap diterapkan masyarakat adat Papua untuk menyelesaikan sejumlah masalah diantara warga mulai dari pencemaran nama baik, perkawinan, perebutan hak hingga perang suku.
Secara konstitusi katanya denda adat ini diakui di Indonesia berdasarkan Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke- 4.
Baca juga: Kronologi Gubernur Papua Lukas Enembe Dideportasi dari Papua Nugini Hingga Trending Topik di Twitter
Bunyinya menyatakan negara mengakui serta menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Dalam konteks hukum adat, KPK dianggap oleh masyarakat adat Papua yang mencermati kasus ini sejak awal, telah mempermalukan pemimpin mereka Gubernur Papua," ujar Roy.
Karenanya KPK harus merespon putusan masyarakat adat dengan berkomunikasi kepada para pemimpin suku di masyarakat adat Papua.
Sebagai penegak hukum, kata Roy, KPK harus hadir ke Papua atas putusan denda adat ini dan memiliki kewajiban menyelesaikannya.
"Intinya KPK sebagai penegak hukum mesti mengkomunikasikan sanksi denda adat ini ke masyarakat adat Papua," kata Roy.
Baca juga: Gubernur Papua Lukas Enembe Dilarikan ke RSPAD Jakarta Gunakan Pesawat Carteran, Ternyata Karena Ini
Dengan mengkomunikasikan denda adat ke masyarakat adat Papua, kata Roy, KPK bisa menjelaskan permasalahan ini hingga menegosiasikan sanksi denda adat yang diberikan.
"KPK bisa meminta maaf kepada masyarakay adat Papua atas yang dilakukannya, juga meminta maaf ke Gubernur Papua.