Jenderal Doni Monardo
Sersan Nainggolan tak Kuasa Menahan Air Mata saat Jumpa Doni Monardo, Jenderal yang Baik Hati
Siapa yang tak kenal Jenderal Doni Monardo? Dia adalah mantan Kepala BNPB yang sangat baik hati dan piawai di srgala bidang.
Penulis: Suprapto | Editor: Valentino Verry
Doni sempat mengernyitkan dahi demi mendengar nama menu yang disebut Nainggolan. Ia seketika menoleh ke Kapten Purba yang mendampinginya. “Nah, Purba, kau cari sampai dapat mie gomak untuk Nainggolan, biar dia sembuh dan besok bisa bertanding,” perintah Letkol Doni kepada Kapten Purba.
Correct, Kapten Purba mengangkat tangan hormat sambil menjawab, “Siap!” Balik kanan dan menghambur ke luar barak, mencari mie gomak
Usai Kapten Purba pergi, Doni sejenak menemani Nainggolan, dan minta ia istirahat. Tenangkan pikiran, sambil menunggu mie gomak kesukaannya, yang sedang dicarikan oleh Kapten Purba.
“Jujur, perasaan saya campur-aduk, antara segan, takut, khawatir…. Bayangkan, di mana mencari mie gomak malam-malam begini. Di Cilodong pula!” kata Nainggolan, ekspresinya serius.
Mujur tak dapat ditolak, Purba berhasil mendapatkan mie gomak pesanan Nainggolan. Nainggolan sempat berpikir, ada kemungkinan Purba keliling Jakarta. Sebab, sebelum dinas di Batalyon 741, ia pernah dinas di wilayah Jakarta. Kemungkinan kedua, sebagai orang Batak, ia tak kurang akal untuk mencari orang Batak lain yang bisa menyiapkan mie gomak malam itu juga.
Entahlah. Nainggolan sendiri tak pernah mengetahui bagaimana “perjuangan” Kapten Purba melaksanakan perintah komandannya untuk mencarikan mie gomak bagi kesembuhan Nainggolan.
Yang ia tahu, Letkol Doni dan Kapten Purba kembali mendatangi tempat tidurnya, dan menenteng sebungkus mie gomak.
“Nah, ini makanan yang sangat kamu inginkan. Sekarang makanlah selagi hangat. Pakaianmu biar Kapten Purba yang menyiapkan. Sepatumu, biar Kapten Purba yang menyemir,” kata Doni, lalu melempar pandang ke Kapten Purba.
Sigap Kapten Purba melaksanakan perintah komandannya. Ia pun menyemir sepatu Nainggolan hingga kinclong.
“Di situ saya tak kuasa menahan air mata. Betapa besar perhatian komandan saya, Pak Doni Monardo, dan juga perwira Pasiops saya, pak Purba. Pangkat saya hanya Prajurit Satu, beliau-beliau perwira,” kata Purba. Matanya berkaca-kaca.
Seketika, Nainggolan merasa segar kembali. Demamnya menguap. Perhatian komandan dan perwira di Batalyon 741, ia rasakan benar-benar membesarkan hatinya. Kini ia bisa menyimpulkan, Doni Monardo sangat pandai membangun kesatuan. Doni seorang yang tulus dimana Nainggolan.
“Saat itu, suasananya benar-benar tidak ada kesenjangan antara perwira dan tamtama. Misi adalah segala-galanya. Hati saya seketika merasa membesar, semangat menyala-nyala, ingin rasanya malam segera berlalu, datang pagi dan bertanding. Saya akan berikan yang terbaik bagi komandan, bagi batalyon,” kata Nainggolan berapi-api.
Perhatian Doni tidak berhenti sampai di situ. Pagi-pagi sekali, ia sudah mendatangi barak prajurit, dan memastikan semua BAB.
“Itu keharusan. Setiap pagi, kami semua para atlet wajib BAB. Kata komandan, supaya tidak demam panggung saat mulai tanding. Bayangkan, soal-soal kecil seperti itu pun beliau perhatikan,” kata Nainggolan pula.
Saat bertanding pun tiba. Hasilnya, sungguh luar biasa. Nainggolan, tamtama berpangkat prajurit satu dari batalyon “antah berantah” berhasil menyisihkan para penembak otomatis kesatuan lain, dan berhasil menembus papan atas, dengan meraih Juara III. Dua juara di atasnya direbut Kopassus (Juara I), dan Divisi I Kostrad (Juara II).