Penundaan Pengesahan KUHP Bangsa Sendiri Harus Dimaksimalkan untuk Sosialisasi
"Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Belanda, dan sampai sekarang ini tidak ada terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia,” papar Marcus.
Dokumen RKUHP yang telah dihasilkan saat ini, menurut Marcus, sudah bisa dilihat sebagai hasil maksimal dari proses panjang upaya Bangsa untuk mempunyai KUHP sendiri yang sudah dimulai sejak 1963. Penundaan yang terjadi saat ini merupakan kearifan Presiden memperhatikan suara elemen masyarakat yang keberatan atas beberapa rumusan delik yang bisa dijembatani dengan sosialisasi yang baik.
“Para perancang dan pembentuk UU telah memikirkan dan mempertimbangan berbagai aspek yang akan terdampak dengan keberlakuan semua tindak pidana tersebut, maupun konsekuensi jika perbuatan termaksud tidak dirumuskan sebagai tindak pidana. Potensi perbedaan pendapat atas suatu rumusan delik dalam RUU KUHP adalah hal yang wajar, tetapi jika kita bersedia melihat berbagai kepentingan yang ingin dilindungi dibalik rumusan delik yang telah digagas oleh para Guru Besar Hukum Pidana maupun ahli lainnya yang terkait sejak tahun 1964 itu mungkin kita baru mengerti maksud dan tujuan dari rumusan delik tersebut,” ujar Profesor Marcus.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sosialisasi RKUHP, Kemenkumham Bicara Sistem Pemidanaan Modern hingga Keadilan Restoratif
