Penundaan Pengesahan KUHP Bangsa Sendiri Harus Dimaksimalkan untuk Sosialisasi
"Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Belanda, dan sampai sekarang ini tidak ada terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia,” papar Marcus.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di tengah-tengah masyarakat terus dilakukan, antara lain lewat focus group discussion (FGD) yang melibatkan pakar hukum pidana.
Penundaan pengesahan RKUHP diharap bisa disikapi bijaksana dan benar-benar dimanfaatkan untuk sosialisasi berkelanjutan kepada masyarakat.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum menilai potensi perbedaan pendapat atas suatu rumusan delik dalam RKUHP adalah hal yang wajar.
Saat ini, yang didibutuhkan adalah kesediaan melihat berbagai kepentingan yang ingin dilindungi melalui rumusan RKUHP yang sudah ada di tangan DPR saat ini.
“Proses sosialisasi atas RKUHP mutlak diperlukan, bahkan setelah disahkan sebagai UU sekalipun, penyuluhan hukum pidana yang baru tetap masih diperlukan,” ujarnya, Senin (15/8/2022).
Marcus menanggapi keputusan Presiden Joko Widodo agar RUU KUHP tidak buru-buru disahkan.
Pekan lalu, Presiden meminta Kemenkumham kembali membahas sejumlah materi yang dipandang masih kontroversial bersama DPR; sekaligus mensosialisasikan RUU tersebut kepada masyarakat.
Dokumen RKUHP yang kini telah dihasilkan, menurut Marcus, telah melalui proses penyusunan yang sangat panjang –hingga 58 tahun— dengan dinamika yang cukup alot. Pemerintah dan DPR sempat menargetkan RKUHP tersebut sudah bisa disahkan jelang 17 Agustus tahun ini sehingga menjadi kado 77 Tahun Kemerdekaan. Namun kita harus bersabar karena masih perlu proses sosialisasi agar RUU tersebut relatif bisa diterima.
Baca juga: VIDEO Sahabat Bongkar Fakta Isu AKP Rita Yuliana Simpanan Jenderal
Marcus optimistis Bangsa Indonesia akan segera mempunyai KUHP kebanggaan Nasional, menggantikan KUHP lama yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial. Dengan keseriusan Pemerintah dan DPR melakukan sosialisasi, serta dengan kesediaan semua pihak memahami kepentingan besar yang ingin dilindungi melalui RKUHP saat ini, Indonesia akan segera bisa mengesahkannya menjadi KUHP hasil karya dan untuk Bangsa Indonesia sendiri.
Menurutnya KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Wetboek van Strafrecht voor Nederland Indie peninggalan Pemerintah Hindia Belanda.
"Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Belanda, dan sampai sekarang ini tidak ada terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia,” papar Marcus.
Baca juga: Selain Datangi Rumah Ferdy Sambo, Komnas HAM Juga Minta Keterangan Bharada E di Bareskrim Polri
Ditinjau dari usianya, KUHP kita juga sudah terlalu tua, banyak hal sudah tidak memenuhi kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. WvS diterapkan di Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915, disusun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1881, dan merupakan konkordansi dari Code Penal Perancis 1791.
“Sebagai pemerintah kolonial, bukan tidak mungkin hukum yang dibawa dan diterapkan di negara jajahan mengandung misi-misi tertentu, yaitu untuk mengendalikan perlawanan masyarakat di negara jajahan kepada pemerintah kolonial,” ucapnya.
Kemudian, dilihat dari sistem nilai yang melatarbelakangi penyusunannya, WvS dibuat oleh masyarakat dengan latar belakang sistem sosial individualis dan liberalis, sedangkan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mono-dualis yang religius, yaitu masyarakat yang memberikan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan sosial dan bersifat religius.
“Jadi banyak hal yang sebenarnya tidak sesuai dengan sistem nilai masyarakat kita,” lanjut Marcus.
Baca juga: Tolak Permohonan Perlindungan, LPSK Temukan Gejala Masalah Kesehatan Jiwa pada Putri Candrawathi
