ACT

Ada Perjanjian Kerja Sama, Ketua Umum Koperasi Syariah 212 Mengaku Terima Rp10 Miliar dari ACT

Nurul menjelaskan, Koperasi Syariah 212 mengakui adanya perjanjian kerja sama dengan ACT.

act.id
Ketua Umum Koperasi Syariah 212 Muhammad Syafei mengaku menerima dana Rp10 miliar dari Aksi Cepat Tanggap (ACT).  

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ketua Umum Koperasi Syariah 212 Muhammad Syafei mengaku menerima dana Rp10 miliar dari Aksi Cepat Tanggap (ACT)

"Ketua Umum Koperasi Syariah 212 mengakui menerima dana sebesar Rp10 miliar dari Yayasan ACT," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah di Kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2022).

Nurul menjelaskan, Koperasi Syariah 212 mengakui adanya perjanjian kerja sama dengan ACT.

Baca juga: Kuasa Hukum Beberkan Kondisi Jasad Brigadir Yosua Saat Autopsi Ulang, Otak Dipindahkan ke Dada

Hal itu berdasarkan Nomor:003/PERJ/ACT-KS212/II/2021 dan Koperasi Syariah 212 Nomor :004-001/PKS/KS212-ACT/III/2021.

Menurut Nurul, surat perjanjian tersebut berisikan perjanjian kerja sama kemitraan penggalangan dana sosial dan kemanusiaan.

"Surat perjanjian tersebut berisikan tentang pemberian dana pembinaan UMKM sebesar Rp10 miliar, dan kemitraan penggalangan dana (fundraising) sosial dan kemanusiaan," terangnya.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Oranye Covid-19 di Indonesia: Meluas Jadi 17, Jakarta Paling Banyak

Sebelumnya, Bareskrim Polri memeriksa Ketua Koperasi Syariah 212 Muhammad Syafei (MS), karena diduga menerima aliran dana penyelewengan donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dana yang diterima Koperasi Syariah 212 terkait bantuan Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu. Total, dana yang mereka terima sebanyak Rp10 miliar.

"Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang menerima aliran dana Boeing dari ACT yang tidak sesuai peruntukkannya."

Baca juga: DAFTAR Lengkap PPKM Jawa-Bali Hingga 1 Agustus 2022: Semua Provinsi Bertahan di Level 1

"Di antaranya Ketua Koperasi Syariah 212 atas nama MS pada Hari Senin 1 Agustus 2022," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Nurul menuturkan, penyidik juga tengah melacak aset para tersangka kasus ACT. Namun, dia belum merinci daftar aset yang disita penyidik.

"Kami melakukan asset tracing terhadap harta kekayaan, baik yayasan maupun para tersangka dan pihak yang terafiliasi," terangnya.

Kecipratan Rp10 Miliar

Pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar, diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing alias Boeing Community Investment Found (BCIF) untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyampaikan, dana BCIF yang disalurkan Boeing sejatinya mencapai Rp138 miliar.

Namun, sebanyak Rp34 miliar di antaranya tidak digunakan sesuai peruntukannya.

Baca juga: DAFTAR 10 Perusahaan Cangkang ACT, Diduga Ikut Menerima Donasi Publik

"Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar, kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp103 miliar."

"Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," kata Helfi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Ia menuturkan, uang Rp34 miliar tersebut digunakan untuk pengadaan armada truk Rp2 miliar, program Big Food Bus Rp2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban di Tasikmalaya Rp8,7 miliar.

Baca juga: Pangkas Donasi ACT 30 Persen, Ahyudin Digaji Rp450 Juta Tiap Bulan, Ibnu Khajar Rp200 Juta

Selanjutnya, kata Helfi, uang itu disalurkan untuk koperasi syariah 212 Rp10 miliar, dana talangan CV Vun Rp3 miliar, dan dana talangan PT MBGS Rp7,8 miliar.

"Total semua Rp34,573,069,200. Selain itu juga digunakan untuk gaji para pengurus."

"Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan, yaitu akan dilakukan audit pada ini," paparnya.

Terancam 20 Tahun Penjara

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan, keempat tersangka diduga melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE, hingga pencucian uang.

"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," terang Ramadhan.

Hal itu termaktub dalam pasal 372 KUHP dan atau pasal 374 KUHP dan atau pasal 45A ayat (1) jo pasal 28 Ayat (1) UU 19/2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 25 Juli 2022: 14 Pasien Meninggal, 4.048 Positif, 4.023 Orang Sembuh

Lalu, pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo pasal 5 UU 16/2001, sebagaimana telah diubah UU 28/2004 tentang Perubahan atas UU 16/2001 tentang Yayasan.

Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP.

Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 saksi.

Baca juga: Hindari Amandemen, MPR Pakai Cara Konvensi Ketatanegaraan untuk Masukkan PPHN ke UUD 1945

"Penyidik memeriksa saksi, 26 saksi yang terdiri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ITE, satu ahli bahasa, dua ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan, para tersangka terancam hukuman paling lama 20 tahun penjara.

"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," cetusnya.

Empat Orang Jadi Tersangka

Bareskrim Polri menetapkan pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar, sebagai tersangka dugaan kasus penyelewengan donasi publik.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (25/7/2022).

"Pada pukul 15.50 WIB, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).

Baca juga: Dokter Forensik RSPAD Ikut Autopsi Ulang Jenazah Brigadir Yosua, Panglima TNI Minta Jaga Integritas

Penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya berinisial HH dan NIA, selaku anggota Pembina ACT.

Helfi menyampaikan, keempat tersangka belum ditahan, karena penyidik masih melakukan diskusi internal terkait rencana tersebut.

"Sementara kami masih melakukan diskusi internal terkait penangkapan dan penahanan," paparnya. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved