Angkot

Pengamat Sebut tak Mudah Pemisahan Angkot Berdasarkan Jenis Kelamin, Lebih Baik Lewat Aplikasi

Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna tak setuju dengan wacana pemisahan tempat duduk di angkot berdasarkan jenis kelamin.

Editor: Valentino Verry
warta kota/leonardos wical
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan wacana pemisahan tempat duduk di angkot dampak dari pelecehan seksual bakal bikin ribet. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Wacana pemisahan angkutan umum (angkot) berdasarkan jenis kelamin oleh Dishub DKI Jakarta, menimbulkan pro kontra dalam masyarakat.

Hal tersebut setelah ramai dibicarakan kasus pelecehan seksual di angkot.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna angkat bicara terkait wacana yang dibuat oleh Dishub DKI Jakarta itu.

"Pertama begini, yang harus dihitung adalah pada angkot. Apakah per satu angkot satu jenis kelamin, atau satu angkot dibagi dua antara penumpang laki-laki dengan perempuan," ujar Yayat, Jumat (15/7/2022).

Yayat menjelaskan, apabila dalam satu angkot misalnya kapasitas terdapat 10 orang penumpang.

Menurut Yayat, agak sedikit susah kalau dibagi dua di masing-masing sisi angkot berdasarkan jenis kelamin.

Hal tersebut karena memang pasti belum dapat dipastikan data secara valid pengguna aktif angkot antara laki-laki dengan perempuan. 

Lebih lanjut Yayat juga memastikan, apabila perbedaan angkot dibagi berdasarkan jenis kelaminnya. Hal tersebut juga akan susah.

"Jadi kalau supply-demand (permintaan dan penawaran) tidak jelas, maka akan sulit untuk membagi komposisi angkot,” ujarnya.

Baca juga: Cegah Pelecehan, PKS Usul Angkot Khusus Laki-laki dan Perempuan, Ini Tanggapan Pemprov DKI Jakarta

“Berapa angkot yang dikhususkan nanti buat perempuan, dan berapa angkot yang dikhususkan untuk laki-laki," imbuh Yayat.

Yayat menjelaskan, apabila belum diketahui lebih rinci seperti apa yang dibutuhkan, maka akan semakin bingung untuk menentukan penawaran yang dapat dilakukan.

"Makanya saya bilang, kalau mau begitu pakai aplikasi. Harus menyebutkan identitas dulu," ujar Yayat.

Terkait aplikasi, lebih lanjut Yayat mengatakan agak sedikit mudah karena segala sesuatunya sudah tersistem.

Baca juga: Buntut Maraknya Kasus Pelecehan Seksual, BKOW DKI Jakarta Dukung Angkot Khusus Perempuan

Dibanding dengan mengkhususkan angkot berdasarkan jenis kelamin.

Karena menurut Yayat akan lebih ribet penyesuaiannya apabila angkot dipisahkan berdasarkan jenis kelamin.

"Kalau saya daripada bikin ribet dan bikin masalah, mendingan di setiap angkot dikasih rambu-rambu tentang keamanan bagi perempuan yang terkait dengan tata tertib," ujar Yayat.

Lebih lanjut Yayat menjelaskan, setiap penumpang harus paham bahwa naik angkot itu harus menghormati sesama penumpang.

Tangkapan layar terduga pelaku pelecehan seksual di dalam angkot M 44.
Tangkapan layar terduga pelaku pelecehan seksual di dalam angkot M 44. (Instagram @merekamjakarta)

Tidak melecehkan perempuan, dan tahu sanksi juga hukumannya apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.

Jadi menurut Yayat, lebih bagus aturannya ditegakkan dan dipertegas, daripada angkotnya dibagi-bagi. 

"Nantinya, aturan itulah yang membentuk perilaku. Kalau misalnya angkotnya dibagi dua, yang dikhawatirkan itu ada pemborosan waktu juga," ujar Yayat.

Kecuali apabila model seperti kereta rel listrik (KRL). KRL memang sudah ada peraturan di mana tempat laki-laki atau campur, dan mana tempat khusus perempuan. 

Jadi kalau ada penumpang perempuan yang tidak nyaman di tempat laki-laki, penumpang tersebut bisa memilih gerbong perempuan. 

Yayat mengatakan, tapi apabila perempuan mau pindah bergabung dengan laki-laki, hal tersebut tidak menjadi masalah juga.

Ilustrasi angkot.
Ilustrasi angkot. (Wartakotalive.com/Nur Ichsan)

"Tapi bagi perempuan yang merasa takut dilecehkan, silahkan gabung di gerbong perempuan. Dan ternyata di gerbong perempuan tidak menjadi garansi," ujar Yayat sembari tertawa kecil.

Lebih lanjut Yayat mengatakan, menurutnya daripada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta susah mengatur antara supply-demand tadi, lebih baik mempertegas rambu-rambu dalam angkot.

"Nanti itu ribet mengatur supply dan demand. Karena sampai sekarang tidak jelas berapa jumlah demand-nya penumpang perempuan," ujar Yayat.

Yayat menambahkan, belum lagi apabila perempuan pasti harus ditanya lagi usianya apakah anak-anak, remaja, atau dewasa.

Menurut Yayat, apabila anak-anak, hal itu pasti akan lebih ribet lagi.

"Jadi kalau menurut saya, daripada ribet membagi komposisi umur untuk anak remaja lagi gitu, lebih baik dipertegas aturan dan rambu di dalam angkot," ujar Yayat.

Aturan yang dimaksud adalah terkait etika dan norma ketika berada di dalam angkot.

Yayat mengatakan, yang terpenting jangan takut bagi penumpang apabila mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti pelecehan dan lain sebagainya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved