Etika Pers
FOKSI Adukan Dua Media Online ke Dewan Pers Karena Pelintir Pernyataan LBP Soal Big Data
Menurut Natsir hingga saat ini surat koreksi kepada redaksi media online D dan C tidak dimuat sebagaimana adanya hak jawab dari pihak yang mengadukan
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Budi Sam Law Malau
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) Muhammad Natsir kembali menyambangi Kantor Dewan Pers di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (14/7/2022)
Kedatangannya menyerahkan tanggapan ke-2 perihal pengaduan tertanggal 28 April 2022 yang telah dibalas Dewan Pers dengan tiga surat yakni Surat no 406/DP-K/V/2022, Surat no 469/DP-K/V/2022 dan Surat No 484/DP-K/V/2022.
Usai menyerahkan surat tanggapan ke bagian administrasi Dewan Pers, Cak Natsir mengadakan aksi solidaritas dan jumpa pers di depan Gedung Dewan Pers bersama sepuluh orang rombongannya.
“Surat sudah diterima bagian administrasi barusan, dan perihal pengaduan ini masih dirapatkan oleh Dewan Pers. Beberapa hal tanggapan dalam surat itu, terkait penambahan bukti laporan atas pelanggaran kode etik, keberatan akan ketidakpastian hukum, menuntut Dewan Pers berlaku sesuai dengan peraturan Dewan Pers terkait Tugas Pokok dan Fungsi sesuai UU Dewan Pers, serta kami sudah mengajukan surat koreksi kepada redaksi D dan redaksi C pada tanggal 3 dan 4 Juni berdasarkan surat no 466/DP-K/V/2022 tertanggal 27 Mei 2022 tentang Penyelesaian Pengaduan,” terangnya. Kamis (14/7/2022).
Menurut Natsir hingga saat ini surat koreksi kepada redaksi media online D dan C tidak dimuat sebagaimana adanya hak jawab dari pihak yang mengadukan atau pihak dirugikan.
Baca juga: Kapolri Bertemu Dewan Pers, Sepakat Cegah Polarisasi Pemilu Hindari Upaya Pecah-belah Bangsa
Natsir menilai tidak ada itikad baik dari kedua media besar korporasi tersebut, berkaitan keluarnya surat kedua No 469/DP-K/V/2022 dengan tanggal sama yakni 27 Mei 2022.
Dimana berisi ralat penilaian dari Dewan Pers yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat Yadi Hendriana.
“Ini sangat mengherankan, bisa keluar dua surat di hari yang sama, surat kedua malah meralat keputusan pertama dengan ditandatangani oleh orang yang sama. Apakah Dewan Pers malapraktik administrasi, sehingga bisa menganulir surat sebelumnya dengan sesukanya?,” tanya Natsir.
Baca juga: Jadi Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra Ingin Perjuangkan Kesejahteraan Wartawan
Akibatnya, kata dia, masalah ini yang tadinya bisa selesai dengan adanya hak jawab, terkesan tidak ditanggapi oleh kedua media online tersebut.
Menurut Natsir, media D dan C. diduga telah menafsirkan sendiri terkait pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) di Podcast Deddy Corbuzier, yang mana big data 110 juta orang yang disebut oleh LBP, ditafsirkan oleh media tersebut untuk menunda pemilihan presiden.
Natsir mengatakan sepanjang Podcast tidak ada pernyataan seperti itu dikatakan oleh LBP.
Baca juga: Danone Indonesia Kolaborasi dengan Kemkominfo, Dewan Pers dan MAFINDO Gelar Kebal Hoaks Jurnalis
Ini katanya menunjukkan media membangun opini yang bisa menyesatkan dan melakukan pembohongan pada masyarakat.
“Saya bersedia memfasilitasi juga bersedia difasilitasi, bersama D dan C dan Dewan Pers untuk menonton ulang Podcast tersebut. Mari saksikan apakah ada dikatakan di sana 110 juta Big data menunda Pemilu Presiden. Kalau ada, saya bersedia dituntut hukum. Sebaliknya kalau tidak, kedua media harus bertanggung jawab meluruskan beritanya. Ini sudah semacam kesewenangan-wenangan karena korporasi di belakangnya, makanya seolah bisa bertindak sesuka hati,” kritik Natsir.
Natsir menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengenal secara pribadi dengan Luhut Binsar Pandjaitan.
Karenanya laporan pengaduan ini kata dia semata agar media besar tidak sesukanya membuat berita dengan tafsir sendiri.