Eksklusif Warta Kota
Mohammad Taufik : Saya Membangun Partai Gerindra DKI Jakarta dari Nol
Karier politik Taufik di Partai Gerindra resmi berakhir setelah dipecat berdasarkan hasil sidang Mahkamah Kehormatan Partai (MKP)
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Muhammad Taufik merupakan politisi yang ikut membangun Partai Gerindra DKI Jakarta dan mengubah partai yang dinakhodai Prabowo Subianto itu menjadi penguasa di DKI Jakarta.
Taufik pernah membawa pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 serta 2017.
Setelah 12 tahun memimpin Gerindra DKI, Taufik digantikan Ahmad Riza Patria--yang juga wakil gubernur DKI--pada tahun 2020.
April lalu, DPP Gerindra kembali "mencopot" Taufik dari jabatan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.
Karier politik Taufik di Partai Gerindra resmi berakhir setelah dipecat berdasarkan hasil sidang Mahkamah Kehormatan Partai (MKP) yang berlangsung, Selasa (7/6/2022).
Kepada manajer online Warta Kota Dr Suprapto, M Taufik membeberkan kisahnya dengan Partai Gerindra yang belakangan ini ramai dibicarakan publik.
Ia merasa semua ini terjadi lantaran mendoakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon Presiden pada Pemilu 2024 mendatang.
Baca juga: Giring Berniat Jadi Gubernur DKI Jakarta, M. Taufik: Nggak Usah Ditanggepin, Dia Memang Begitu
Berikut petikan wawancara Eksklusif Warta Kota dengan M Taufik yang berlangsung di Kantor Redaksi Warta Kota, Gedung Kompas Gramedia, Jalan Palmerah Barat, Jakarta Pusat, Rabu (8/6) lalu:
Anda mengaku bingung dipecat dari Partai Gerindra. Apa yang terjadi sebetulnya?
Saya itu mengetahui ada pemecatan dari media saat saya sedang berolahraga dan santai-santai. Ada yang mengirim berita saya dipecat.
Saya berpikir bahwa MKP (Mahkamah Kehormatan Partai) itu tidak ada kewenangan memecat.
MKP itu fungsinya menyediakan dan mengeluarkan rekomendasi, kemudian rekomendasi itu disampaikan ke DPP, DPP yang mengambil keputusan, apakah diiyakan untuk dipecat atau tidak.
Mekanisme itu harus diluruskan terlebih dahulu, jadi kalaupun mau memecat saya, saya kira itu salah juga.
Artinya makhamah partai hanya memproses pengadilan, tapi untuk kebutuhan organisasi ya, jadi tidak ada wewenang. Yang memutuskan untuk keluar itu adalah DPP. Saya kira MKP yang keliru, menurut saya.
Baca juga: Mencoba Legowo Dipecat, M Taufik Kepada Kader yang Lain: Sayangi dan Cintai Partai Gerindra
Sampai saat ini (sewaktu diwawancarai--red), Anda sudah mendapatkan surat pemberhentian dari Gerindra?
Belum menerima surat sama sekali. Oleh karena itu, saya kemarin menyampaikan bahwa sampai hari ini saya belum menerima pemecatan.
Kan yang mengeluarkan surat pemecatan bukan MKP, tetapi DPP Partai. Inikan organisasi besar Partai Gerindra, masa MKP-nya begitu?
Kok keputusannya begini ya, padahal saya yang membesarkan Gerindra Jakarta dari nol (0).
Bisa Anda jelaskan lagi seperti apa proses membangun Partai Gerindra di Jakarta?
Saya sebagai manusia menyayangi Partai Gerindra. Saya ikut membangun partai ini di Jakarta.
Saya pernah kampanye di depan tiga orang hingga dapat enam kursi, kemudian (bertahap dapat) 15 dan 19.
Dua kali pemilihan gubernur yang menang sebenarnya adalah Gerindra.
Ketika Gerindra berkoalisi dengan PDIP, kami menang saat Gubernur Jokowi-Ahok (Basuki Tjahaja Purnama).
Begitu Gerindra koalisi dengan PKS, menang Anies-Sandi.
Ketika ada Gerindra mampu menang dua kali. Kemudian kami bisa menempatkan Wakil Gubernur Ariza (Ahmad Riza Patria).
Kalau lihat perjalanan itu, saya kira orang ya pasti sama pemikiriannya dengan saya. Kalau itu menjadi keputusan organisasi, saya akan taati keputusannya.
Apakah tidak berencana mengajukan pembelaan diri ke Prabowo Subianto atau pihak yang bisa menganulir keputusan tersebut?
Kan keputusan belum ada, saya harus ngomong dengan siapa? Jangan sampai saya nanti ke ketua harian atau ke pak Prabowo, tetapi belum ada keputusannya.
Saya paham mekanisme itu, jadi tolong luruskan dahulu. Ini genit-genit saja gitu.Ada dua pemicu dalam pemecatan, yang pertama Anda dianggap tidak mampu mendirikan gedung Gerindra di DKI Jakarta.
Yang kedua adalah gagal memenangkan Prabowo dalam Pilpres di DKI Jakarta.
Apa seperti itu? Argumen yang mengada-ada ya, kalau argumen soal Pilpres, kenapa baru sekarang? Yang kedua daerah lain juga sama dengan DKI Jakarta. Kemudian soal gedung.
Ketika saya jadi pimpinan partai, targetnya adalah kursi. Kalau targetnya gedung, ya memang kami harus punya gedung? Tidak serta merta harus punya kan.
Yang perlu diketahui itu bahwa Jakarta mahal. Boleh ditanya anggota DPRD DKI Jakarta apa yang saya minta kepada mereka.
Partai kan ujungnya adalah kekuasaan dan dua kali kita punya gubernur, dan sekarang punya wagub. Ya terus kalau itu tidak dinilai, tidak apa-apa juga.
Kalau itu tidak dinilai, saya menyatakan bahwa saya memang belum sempurna dan kesempurnaan bukan milik manusia, tetapi Allah SWT. Ya betul Pilpres belum menang, faktanya seperti itu, ya tidak apa-apa.
Apakah Pak Prabowo mengetahui kondisi Anda di Partai Gerindra?
Waktu saya diganti sebagai ketua DPD oleh Pak Ariza, tiga hari setelahnya saya diundang Pak Prabowo ke kantornya yaitu Menteri Pertahanan (Menhan).
Ada beberapa pekerjaan yang saya lakukan, saya tidak menanyakan kepada Pak Prabowo mengapa diganti.
Saya menghargai keputusan Pak Prabowo. Kan beliau sudah menandatangani, jadi saya menghormati beliau.
Kalau mengobrol dan menanyakan terkait itu, maka tanda tangan harus dicabut kembali.
Saya menghargai keputusan itu. Yang terpenting adalah tugas saya jalani. (m34/eko)