Kabar Duka
Sebelum Wafat, Buya Syafii Maarif Sumbang Kulkas ke Masjid Nogotirto untuk Persiapan Idul Adha
Kulkas itu dibelikan Buya Syafii Maarif untuk persiapan Idul Adha. Keluarga Buya Maarif pun tidak ada yang tahu perihal pembelian kulkas tersebut.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Feryanto Hadi
Perjalanan hidup sang buya
Berikut ini biografi KH Ahmad Syafii Maarif (86) yang wafat Jumat (27/5/2022) pagi ini.
Prof. Dr. KH. Ahmad Syafii Maarif lahir di Nagari Calau, Sumpur Kudus Minangkabau 31 Mei 1935.
Dalam keseharianya akrab disapa Buya Syafii adalah seorang ulama dan cendekiawan Indonesia.
Ia pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) dan pendiri Maarif Institute.
Ia lahir dari pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu, dan Fathiyah.
Bungsu dari 4 bersaudara seibu seayah, dan seluruhnya 15 orang bersaudara seayah berlainan ibu.
Ayahnya adalah saudagar gambir, yang belakangan diangkat sebagai kepala suku di kaumnya.
Sewaktu Syafii berusia satu setengah tahun, ibunya meninggal.
Syafii kemudian dititipkan ke rumah adik ayahnya yang bernama Bainah, yang menikah dengan adik seibu ibunya yang bernama A. Wahid.
Pada tahun 1942, ia dimasukkan ke sekolah rakyat (SR, setingkat SD) di Sumpur Kudus.
Sepulang sekolah, Pi'i, panggilan akrabnya semasa kecil, belajar agama ke sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah pada sore hari dan malamnya belajar mengaji di surau yang berada di sekitar tempat ia tinggal, sebagaimana umumnya anak laki-laki di Minangkabau pada masa itu.
Pendidikannya di SR, yang harusnya ia tempuh selama enam tahun, dapat ia selesaikan selama lima tahun. Ia tamat dari SR pada tahun 1947, tetapi tidak memperoleh ijazah karena pada masa itu terjadi perang revolusi kemerdekaan.
Namun, setelah tamat, karena beban ekonomi yang ditanggung ayahnya, ia tidak dapat meneruskan sekolahnya selama beberapa tahun.
Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau sampai duduk di bangku kelas tiga.
