Nasional
Arys Hilman: Darurat Baca Buku Lebih Penting Dibanding Darurat Buku
Menurutnya, seharusnya ISBN (International Standard Book Number) tidak harus menjadi dewa bagi penerbitan buku.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Penguasaan literasi yang mumpuni akan membantu manusia secara personal dan komunal menghadapi dunia yang kian mengglobal.
Di sisi lain, pemerintah terus berupaya untuk membangun kegemaran membaca dan literasi.
Menurut Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas Deni Kurniadi, literasi merupakan aspek fundamental, karena menjadi prasyarat terwujudnya masyarakat berpengetahuan dan berkarakter.
Peningkatan literasi mencakup peningkatan budaya kegemaran membaca.
“Namun, tantangan terbesar dalam menumbuhkan kegemaran membaca adalah disparitas ketersediaan bahan bacaan dan tingkatan kegemaran membaca,” kata Deni Kurniadi dalam Webinar Duta Baca Indonesia “Indonesia Darurat Buku”, Rabu, (25/05/2022).
Deni mencatat pada 2022, karya cetak karya rekam (KCKR) yang terhimpun Perpusnas mencapai 2.939.008 eksemplar.
Jika mengacu rasio yang ditetapkan UNESCO dimana 1 : 3 buku baru tiap tahun, kondisi yang terjadi malah sebaliknya, 1 buku ditunggui oleh 90 orang.
Baca juga: Literasi Digital: Tak Hanya Sekedar Membaca, Tapi Harus Ciptakan Sesuatu
Baca juga: Literasi Keuangan Rendah, Generasi Muda Harus Cermat Agar Terhindar Pinjol Ilegal
Beberan fakta yang dipaparkan Perpusnas diamini oleh Duta Baca Indonesia (DBI) Gol A Gong.
Pada kegiatan Safari Literasi DBI, ia merangkum dua hal penting yang ditemui di lapangan.
Kondisi disparitas ketersediaan buku yang memang masih terjadi.
Memang di beberapa daerah banyak buku yang diterbitkan, namun hal itu dilakukan secara tergesa-gesa.
Tidak melalui perencanaan dan penulisan yang terstruktur.
“Meski ini sebenarnya bisa menjadi modal untuk mengatasi kesenjangan buku terhadap penduduk,” kata Gol A Gong.
Ia memaparkan, di beberapa wilayah di Provinsi Bali, secara nyata penduduk tidak tertarik dengan aktivitas menulis.