Mafia Minyak Goreng

Indrasari Diduga Tak Mengecek Lebih Dahulu Sebelum Terbitkan Persetujuan Ekspor Minyak Goreng

Dengan begitu, kata Febrie, Indrasari diduga tidak teliti dan tidak mengecek persetujuan ekspor minyak goreng.

Tribunnews/Igman Ibrahim
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, dinilai tidak teliti soal penerbitan persetujuan ekspor (PE) minyak goreng. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, dinilai tidak teliti soal penerbitan persetujuan ekspor (PE) minyak goreng.

Padahal, diduga kuat ada manipulasi di balik penerbitan izin ekspor tersebut.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menyampaikan, manipulasi yang dimaksud mengenai pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) yang harus diselesaikan oleh ketiga perusahaan swasta.

Baca juga: WHO Belum Cabut Status Pandemi Covid-19, PPKM Masih Penting

"Ketika izin ekspor ini diloloskan, namun DMO tidak terpenuhi."

"Maka dapat dipastikan semua syarat-syarat yang diajukan memang ada tindakan manipulasi," kata Febrie Adriansyah di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (22/4/2022).

Dengan begitu, kata Febrie, Indrasari diduga tidak teliti dan tidak mengecek persetujuan ekspor minyak goreng. Sebab, ketiga perusahaan swasta tetap bisa mengekspor meskipun tak memenuhi syarat.

Baca juga: Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat 1965-1966, Pemerintah Dinilai Cukup Mengakui dan Minta Maaf

"Ketika izinkan ekspor, IWW dapat kita pastikan tidak melakukan pengecekan, atau dalam kata lain sudah mengetahui bahwa kewajiban ini tidak terpenuhi."

"Jadi IWW ditetapkan tersangka besar, karena paling tinggi mempunyai kewenangan untuk meneliti pengajuan-pengajuan ekspor tersebut."

"Dengan syarat, itu diizinkan apabila sudah terpenuhi 20 persen, kemudian berubah 30 persen."

Baca juga: Peneliti BRIN Usulkan Komisi Ini Dibentuk untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

"Kenyataanya memang diizinkan tapi faktanya tidak terpenuhi. Seperti yang saya sampaikan, ini masih dalam proses penyidikan," papar Febrie.

Menurut Febrie, pihaknya masih mendalami apakah ada unsur kesengajaan Indrasari meloloskan ketiga perusahaan mengekspor minyak goreng meski tak memenuhi syarat.

"Mengenai siapakah nanti dalam proses ini yang mengetahui atau tindakan kesengajaan memberikan izin ekspor, tentunya proses dan buktinya masih kita kumpulkan."

Baca juga: Indonesia Dapat Kuota 100.051 Jemaah Haji, Maruf Amin: Kita Syukuri Meski Antrean Makin Panjang

"Tetapi siapapun yang terlibat dalam kasus ini akan kami proses," tegas Febrie.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka mafia minyak goreng.

"Tersangka ditetapkan empat orang," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaam Agung, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).

Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana, dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.

Lalu, Togar Sitanggang selaku General Manager PT Musim Mas, dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan Tumanggor.

Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.

"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen, dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli."

Baca juga: Mardani Ali Sera: Susah Minta Luhut Mundur, Jokowi Puas dengan Kinerjanya

"Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup, yaitu dua alat bukti," ungkap Burhanuddin.

Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan, para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor, juga kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.

"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat."

Baca juga: Cegah Kanker Serviks, Mulai Tahun Ini Perempuan Usia 12 Tahun ke Atas Wajib Divaksin HPV, Gratis!

"Telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO), dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," papar Jaksa Agung.

Burhanuddin menuturkan, ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.

"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor, padahal enggak berhak dapat."

Baca juga: Cak Imin: Pemukulan Ade Armando Akibat Bara Api yang Masih Terpendam di Dalam Bangsa Ini

"Karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO, yang bukan berasal dari perkebunan inti," jelas Burhanuddin.

Indrasari dan Parlindungan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, sedangkan Togar dan Stanley ditahan di Kejakasaan Negeri Jakarta Selatan.

"Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," terangnya.

Baca juga: Guru Besar UGM Mengaku Bercanda Tulis Sembelih dan Dibedil, Guntur Romli: Candaan Enggak Lucu.

Para tersangka dijerat pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f UU 7/2014 tentang Perdagangan, Keputusan Menteri Perdagangan 129/2022 jo nomor 170 tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri.

Juga, tiga ketentuan bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Ditjen Perdagangan Luar Negeri nomor 02 daglu per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved