Berita Kriminal
Sidang Kasus Oknum Bea Cukai Bandara Soetta Diduga Terima "Uang Bensin", Berikut Ini Pengakuan Saksi
Pengadilan Tipikor Serang gelar sidang ketiga kasus tindak pidana dugaan korupsi pemerasan/pungli libatkan oknum karyawan Bea Cukai Bandara Soetta.
WARTAKOTALIVE.COM, SERANG - Pengadilan Tipikor Serang menggelar sidang ketiga kasus tindak pidana korupsi pada Senin (18/4/2022).
Kasus tindak pidana korupsi ini mengenai dugaan pemerasan atau pungli yang diduga dilakukan oknum karyawan Bea Cukai Tipe C Bandara Soekarno-Hatta (Soetta).
Diketahui, kasus dugaan pungli tersebut terjadi Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea Cukai Tipe C Bandara Soetta.
Kasus ini melibatkan dua perusahan jasa importasi.
Di persidangan kemarin, dua pejabat Bea Cukai Bandara Soetta setingkat Kepala seksi (Kasi) , M dan A akui terima uang dari terdakwa VIM.
Mereka dihadirkan sebagai saksi atas kasus Tipikor dugaan pemerasan/pungli terhadap perusahaan jasa importasi PT SKK dan PT ESL, yang menjadikan VIM dan atasannya QAB, sebagai terdakwa.
"Benar menerima (uang), Rp 20 juta, tanggalnya lupa kira-kira akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 di ruangan saya," ujar saksi M di Pengadilan Tipikor Serang.
M dan A tersebut telah menerima sanksi setelah ada audit investigasi dari Irjen Kemenkeu di Bea Cukai.
M dinonjobkan dari jabatan Kasi, meski masih bekerja, sementara A diberhentikan dengan hormat.
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Serang, Banten, kemarin, M beberkan jika ia diberi tahu oleh VIM, bila uang tersebut untuk 'Beli Bensin'
"Bilangnya hanya untuk bensin, uangnya pas penyidikan saya kembalikan," katanya.
Istilah 'uang bensin' itu didapat dari setoran PT SKK pada kasus ini oleh dua terdakwa VIM dan QAB.
Kasus mencuat setelah terdakwa VIM akui terima Rp 3,5 miliar pada 2020-2021 dari PT SKK, soal permintaan uang Rp 1.000 dari setiap tonase importasi barang di Bandara Soetta.
Seorang majelis hakim bahkan penasaran berapa take-home pay untuk pejabat sekelas M, yang kemudian dijawab dirinya mendapatkan sekitar Rp 20 juta per bulan.
Hal ini berarti uang pemberian VIM setara dengan sebulan gaji M.
Selain M, saksi lainnya yang dihadirkan di persidangan Senin kemarin, A, juga mengakui menerima uang.
Namun, tidak dari VIM, A mengakui menerima uang dari rekannya bernama HM sampai sebesar Rp 150 juta yang diserahkan sebanyak lima kali.
HM sendiri adalah Kasi Pabean PFPC 2 yang juga teman seangkatan dengan terdakwa VIM, namun bukan sebagai anak buah langsung dari QAB.
Pemberian 'uang bensin' ini hanya beredar di kalangan teman-teman VIM seangkatan saat kuliah di STAN.
Di persidangan, A mengakui menerima uang itu dari teman seangkatan sewaktu kuliah di Prodip Bea Cukai STAN.
Bayu Prasetio, selaku penasihat hukum terdakwa QAB, mempertanyakan mengapa kliennya ikut dijerat kasus ini, padahal tidak ikut menerima "uang bensin" tersebut.
QAB yang sebelumnya menjabat Kabid PFPC 1 ikut didakwa karena dituduh menerima aliran dana dari PT SKK.
Padahal hingga tiga kali bergulir sidang kasus ini belum terbukti adanya QAB ikut menerima dana tersebut.
"Klien kami adalah junior dari terdakwa VIM dan para saksi yang menerima uang bensin" ungkapnya Bayu kepada wartawan di Serang, Senin kemarin.
Meski junior, QAB adalah atasan mereka di Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
"Pada saat persidangan, berdasarkan keterangan saksi dari team IBI Rudy Hartono, saat diperiksa terdakwa VIM menyatakan menerima uang dari PT SKK"
"dan baru akan memberikanya kepada QAB, setelah QAB nanti keluar atau mutasi dari jabatannya di Bea Cukai Soekarno-Hatta," ujar Bayu.
Menurut Bayu, hingga QAB keluar dan dimutasi ke Palangkaraya, menurut Bayu uang tersebut tidak pernah dapat dibuktikan diterima oleh QAB.
Sebab, kliennya memang tidak tahu dan tidak terkait tentang adanya penerimaan uang oleh VIM dari PT. SKK.
Di persidangan Senin kemarin, dua auditor dari Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan yakni V dan N juga dihadirkan untuk bersaksi atas kasus tersebut.
(Wartakotalive.com/CC)