Kemendagri Jabarkan Keuntungan Penerapan Ekonomi Sirkular dalam Pengelolaan Sampah
Pemerintah Indonesia mempunyai target bisa mengurangi sampah plastik hingga 30 persen pada tahun 2025.
“Dengan kata lain, ekonomi sirkular dapat dikatakan sebagai salah satu kendaraan yang dapat mendukung pencapaian dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals). Juga dapat menjadi penggerak menuju transpormasi ekonomi, khususnya mendukung strategi ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon,” tegas Safrizal.
Ditjen Bina Adwil Kemendagri memaparkan beberapa keuntungan penerapan ekonomi sirkular.
Pertama, berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp593-638 triliun pada tahun 2020.
Dampak langsungnya akan terjadi pada lima sektor, yakni makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, perdagangan grosir dan eceran, serta peralatan listrik dan elektronik.
Kedua, mengurangi limbah sebesar 18-52 persen, mengurangi emisi CO2 sebesar 126 juta ton, dan penggunaan air sebesar 6,3 miliar kubik pada tahun 2030. Ketiga, Indonesia akan mendapatkan keuntungan sosial dalam bentuk terciptanya lapangan pekerjaan sebanyak 4,4 juta pada tahun 2030.
Di sisi lain, penerapan ekonomi sirkular akan menghadapi berbagai tantangan. Pertama, kemungkinan terganggunya kenyaman konsumen, terutama mereka yang terbiasa menggunakan kemasan plastik. Kedua, kurangnya fasilitas pendukung untuk pengelolaan sampah.
Ketiga, kurangnya teknologi daur ulang. Safrizal mengatakan beberapa material membutuhkan teknologi tinggi untuk mendaur ulangnya.
“Untuk berhasil dalam mengimplementasikan ekonomi sirkular, dibutuhkan juga teknologi daur ulang yang mampu memenuhi industri secara kualitas dan kuantitas,” ucapnya.
Baca juga: Kemendagri Pastikan Tidak Ada Peluang Perpanjang Jabatan Kepala Daerah, Anies Bakal Nganggur?
Baca juga: Kemendagri Bocorkan 8 Titik Rawan Korupsi di Pemerintahan Daerah
Terakhir, peraturan daerah yang belum selaras dengan konsep ekonomi sirkular. Kemendagri mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk segera melakukan standarisasi penerapan ekonomi sirkulae secara merata di Indonesia.
“Forum ini (IIWAS) juga bertujuan agar semua pihak bisa menemukan letak penting dan urgensi dari ekonomi sirkular. Maka, hal ini akan sangat terbantu jika adanya regulasi yang tegas dengan batasan yang jelas untuk memulai perubahan,” terangnya.
Safrizal mengatakan pihaknya telah menyiapkan kebijakan pendukung ekonomi sirkular, seperti rencana aksi, pedoman, dan pengaktifan kemitraan lintas sektor.
Semua itu memerlukan kerja sama dari pelaku usaha sebagai implementator dan akademisi untuk pengembangan teknologi dan inovasi.
“Yang tak kalah penting, masyarakat dapat melakukan perubahan perilaku sehari-hari menjadi perilaku yang lebih mendukung keberlanjutan. Juga mendukung berbagai produk ramah lingkungan,” pungkasnya.