Minyak Goreng Langka
Rektor IPB Soroti Krisis Minyak Goreng, Ini Solusi Ketahanan Pangan yang Ditawarkan
Rektor IPB Arif Satria ternyata concern pada krisis minyak goreng yang kini terjadi. Sebagai teknokrat Arif pun menawarkan solusi ketahanan pangan.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: Valentino Verry
WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR - Di awal tahun 2022 ini, masyarakat menghadapi masalah ketahanan pangan mulai dari minyak goreng, tahu, dan tempe yang sulit ditemukan serta kenaikan harga gula pasir dan daging sapi.
Khusus minyak goreng, persoalan ini tak kunjung usai sejak tahun lalu meski pemerintah mengguyur subsidi dan mengatur pasokan dalam negeri.
Institut Pertanian Bogor (IPB) ikut menyoroti permasalahan ketahanan pangan tersebut.
Baca juga: Dilengkapi Solar Panel dan Smart Home, DP Rumah di Graha Laras Sentul Hanya 1 Persen
Menurut rektor IPB Prof Dr Arif Satria, SP, M.Si, pihaknya memiliki inovasi-inovasi yang bisa menjadi solusi di tengah krisis ketahanan pangan.
"Soal ketahanan pangan itu, saya pikir salah satu solusinya adalah bagaimana inovasi-inovasi yang ada di kampus dan lembaga penelitian dipercepat proses hilirisasinya," kata Arif Satria dalam wawancara eksklusif dengan pemimpin redaksi Warta Kota Domu D Ambarita belum lama ini.
Dia mengambil contoh masalah kelangkaan tempe karena kurangnya pasokan bahan baku berupa kedelai bulan lalu.
"Saya pikir soal kedelai ini, kita butuh inovasi-inovasi unggul. IPB sudah punya teknik budidaya yang bisa menghasilkan 4,6 ton per hektare. Sedangkan rata-rata nasional itu 1,5 ton per hektare, artinya kami tiga kali lipat," ujarnya.
Menurut Arif, kalau inovasi-inovasi dari kampus ini semakin banyak dikembangkan, maka produksi kedelai akan bisa terdongkrak.
Baca juga: Nurhayati Sebut Keponakannya Tiga Bulan tak ke Dokter Sakit Jiwa, Nekad Bakar Rumah di Tambora
"Namun problem kedelai di kita adalah meskipun produksi bisa tinggi, tetapi pasar merespons dengan harga yang tidak menggiurkan sehingga petani-petani kita lebih cenderung menanam tanaman lain dari pada kedelai," tuturnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, IPB mempunyai alternatif lain untuk menggantikan kedelai yaitu kacang tunggak.
"Kami sudah bisa membuat kacang tunggak itu menjadi lebih putih, jadi mirip kedelai. Kacang tunggak bisa menjadi subtitusi kedelai," jelas Arif.
Mantan Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) ini menambahkan sebenarnya banyak sekali produk-produk substitusi yang bisa dihasilkan di Indonesia, sehingga tidak terlalu harus bergantung kepada satu jenis produk.

Kalau kedelai langka, maka ada kacang tunggak yang bisa diproduksi dengan sistem tumpang sari dan bisa ditingkatkan produktivitasnya.
"Kami bisa memproduksi tempe dari kacang tunggak dengan rasa yang hampir sama dengan tempe dari kedelai. Karena itu, sebenarnya kita tidak perlu khawatir tentang masa depan tempe karena banyak produk-produk substitusi yang bisa dihasilkan," tutur Arif.
IPB juga mempunyai inovasi lainnya untuk ketahanan pangan yaitu IPB3S yang bisa menghasilkan 12 ton padi per hektare dan IPB 9G untuk padi gogo lahan kering yang bisa hasilkan 12 ton per hektare.
Baca juga: Polisi Jaga Ketat Kampung Bahari, Bandar Sabu kini Pilih Beraksi di Apartemen