Opini

Peran Intelijen dalam Pengawasan Pemilu

Benny Sabdo, Anggota Bawaslu Jakarta Utara, mengulas peran penting intelijen pada sebuah Pemilu. Tanpa intelijen hasil Pemilu pasti kurang.

Editor: Valentino Verry
Istimewa
Benny Sabdo, Anggota Bawaslu Jakarta Utara. 

Rangkuman berbagai data itu akan dikumpulkan dan dipilah berbagai gatra intelijen. Trigatra bersifat statis, yaitu demografi, geografi dan sumber daya alam.

Sedangkan Pancagatra bersifat dinamis, yaitu politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Saronto, 2018: 155). Hasil pulbaket data tersebut disebut dengan bahan keterangan dan informasi yang kemudian dapat dirumuskan dalam bentuk prediksi ancaman.

Dalam struktur organisasi Bawaslu, Bawaslu kabupaten/kota merupakan satuan kerja yang berada di wilayah dan dipimpin oleh lima atau tiga pimpinan tergantung kepadatan jumlah penduduk, dengan tingkat pendidikan rata-rata sarjana dan magister.

Karena itu, kemampuan identifikasi terhadap informasi sudah pasti dimiliki, sehingga pimpinan Bawaslu kabupaten/kota dapat berperan sebagai handler agent sekaligus sebagai analis. Dengan demikian, Bawaslu kabupaten/kota dapat dijadikan basis deteksi dini.

Konsep Bawaslu kabupaten/kota sebagai basis deteksi akan melahirkan fungsi intelijen yang strategis. Dan, dalam pelaksanaannya akan lebih membantu pencegahan lebih dini.

Sebagai bagian strategis, Bawaslu kabupaten/kota sebagai basis deteksi dapat melaksanakan kegiatan intelijen, yaitu penyelidikan, pengamanan serta penggalangan.

Dengan fungsinya ini, Bawaslu kabupaten/kota harus siap menghimpun dan menata setiap laporan pengawasan untuk dimanfaatkan sebagai intelijen dasar.

Sebagai acuan fungsi dan organ pengawas di lapangan, Bawaslu kabupaten/kota juga merupakan early detection system yang mendukung tugas pokok pengawas pemilu.

Untuk itu, diperlukan beberapa hal yang menjadi perhatian dalam pembentukan dan pengembangan Bawaslu kabupaten/kota sebagai basis deteksi dini, yaitu: pembangunan jaringan; pemetaan wilayah; influencing skill dan penyusunan database.      

The last but not least, politik tidak lahir di Firdaus, tidak pula beroperasi dengan idealisme transendental, tetapi politik adalah keragaman kepentingan yang beradu dan berlanjut menjadi kompetisi dan sengketa. Politik berakar dari sengketa dan silang-selisih (Herry-Priyono, 2022; 11).

Secara empiris, kompetisi politik pemilu cenderung menghalalkan segala cara, seperti politik uang, politisasi SARA, hoaks dan ujaran kebencian. Karena itu, Korps Bawaslu mesti memitigasi problematika ini sejak awal demi tegaknya keadilan pemilu pada 2024.       

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved