Bikin Proyek The Happiness, Walls Definisikan Ulang Arti Kebahagiaan yang Tak Melulu Soal Materi
Pemaknaan dan nilai-nilai mengenai kebahagiaan, lanjutnya, penting dibangun sejak anak-anak.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Wall’s, brand es krim yang menghadirkan kebahagiaan selama 30 tahun di Indonesia, meluncurkan The Happiness Project, Jumat (18/3/2022).
Peluncuran proyek ini untuk memperingati Hari Kebahagiaan Sedunia 2022 yang diperingato setiap 20 Maret.
Program yang ditujukan untuk mengedukasi pentingnya memahami arti kebahagiaan ini menargetkan anak-anak usia 8-14 tahun, dengan menerapkan lima kunci kebahagiaan di dalam tumbuh kembang anak.
“Wall’s percaya kebahagiaan adalah hak semua orang tanpa terkecuali."
"Hal ini sejalan dengan purpose atau tujuan mulia Wall’s untuk membuat #SemuaJadiHappy."
"Namun, faktanya 80 persen masyarakat Indonesia masih memandang kebahagiaan sebagai sesuatu yang sifatnya materialistis."
"Padahal kebahagiaan itu dapat hadir dalam kehidupan kita dengan cara yang begitu sederhana,” ujar Bernardus Rendita Kusumo, Senior Brand Manager Wall’s, saat konferensi pers daring, kemarin.
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Personal Growth, aspek-aspek yang berkontribusi terhadap kebahagiaan seseorang meliputi; 90,4 persen memiliki rumah bagus, 83 persen kekayaan finansial, dan 66,2 persen prestasi akademik maupun profesional.
“Melalui The Happiness Project, Wall’s ingin mendefinisikan ulang pemahaman akan arti kebahagiaan yang memiliki manfaat positif, jika diterapkan dan dibangun sejak dini."
"Oleh karena itu, peran orang tua dan guru menjadi sangat krusial sebagai pendidik dalam proses pembelajaran dan tumbuh kembang anak,” papar Rendi.
Menanggapi survei tersebut, Ratih Ibrahim MM, psikolog klinis dan CEO Personal Growth mengatakan, kebahagiaan yang kerap dimaknai manusia umumnya selalu bersumber dari hal-hal yang bersifat materialistik.
Padahal, kebahagiaan yang sesungguhnya datang dari bagaimana manusia memaknai hidup dan nilai-nilai yang dijunjung, serta mengupayakannya dalam keseharian.
"Kebahagiaan memang bisa saja hadir dari prestasi akademis, kemapanan finansial, atau jabatan."
"Namun, adanya pandangan kebahagiaan hanya bersumber dari hal-hal yang bersifat materialistis, justru dapat menyebabkan seseorang merasa kebahagiaan adalah sesuatu yang sulit atau bahkan mustahil dicapai,” ulasnya.
Pemaknaan dan nilai-nilai mengenai kebahagiaan, lanjutnya, penting dibangun sejak anak-anak.