Perang Rusia Ukraina

Sanksi Ekonomi Tak Hentikan Invasi Rusia Terhadap Ukraina

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana mengatakan,sanksi ekonomi untuk Rusia tidak berpengaruh hentikan invasi Rusia.

Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Mochamad Dipa Anggara
Tangkapan layar Wartakotalive.com/ Mochammad Dipa
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana saat menjadi narasumber dalam Tribun Corner, Sabtu (26/2/2022). 

WARTAKOTALIVE.COM - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan, kendati negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia namun sanksi tersebut dianggap tidak akan efektif untuk menghentikan invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina.

Hikmahanto menyebutkan, alasan yang membuat sanksi ekonomi untuk Rusia tidak berpengaruh dalam menghentikan invasi, karena sanksi ekonomi baru bisa dirasakan dampaknya enam bulan atau setahun dari sekarang.  

“Kalau bagi saya untuk beberapa hari ke depan, langkah itu tidak akan efektif untuk menghentikan invasi Rusia, karena sanksi ekonomi itu baru terasa enam bulan dari sekarang atau satu tahun dari sekarang,” ujar Hikmahanto saat wawancara dalam sesi Tribun Corner, Sabtu (26/2/2022).

Selain itu, Hikmahanto menduga, bahwa Rusia akan melakukan penangkapan Presiden Ukraina yang berkuasa saat ini. Tujuannya, untuk menggantikan pemerintahan Ukraina yang lebih berpihak kepada Rusia. Ketika hal itu terjadi, maka invasi akan berhenti.

“Rusia melakukan serangan ke masyarakat sipil agar masyarakat sipil memberontak kepada pemerintahnya dan menggantikan pemerintahnya dengan pemerintah lain dengan harapan pemerintah lain tersebut lebih berpihak ke Rusia,” sebut Hikmahanto.

Lalu sampai kapan invasi Rusia ini terjadi? Menurut Hikmahanto, Invasi Rusia akan selesai dalam hitungan pekan dengan catatan bahwa Rusia berhasil menangkap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

“Kalau itu ditangkap dan diganti siapapun Presiden Ukraina yang pro terhadap Rusia, bisa saja nanti ada narasi dari Rusia yang mengatakan bahwa Rusia bersedia untuk membuat perjanjian perdamaian dengan pemerintah baru dari Ukraina yang pro terhadap Rusia dan membiarkan Ukraina hidup seperti sedia kala,” ungkap Hikmahanto.

Ia mengatakan, jika perang ini terus dibiarkan bisa bereskalasi jadi perang dunia ke III. Mengerikannya lagi, bisa saja perang ini akan berlanjut hingga perang nuklir.

“Bisa saja sampai terjadi perang nuklir, bukannya tidak mungkin kalau Rusia merasa terdesak dan dia harus melawan banyak negara Eropa Barat dan AS dimana Inggris, Perancis dan AS mempunyai senjata nuklir. Mungkin Rusia bisa bilang dari pada saya kalah, lebih baik kita kalah semua. Nah ini kan artinya semua negara di dunia bisa menjadi abu, ini yang tidak kita harapkan, berarti kan sudah di titik kiamat,” ungkapnya.

Lebih jauh, Hikmahanto menyarankan Presiden Jokowi (Jokowi) mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi untuk melakukan shuttle diplomacy dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak termasuk Sekjen PBB, Menlu Rusia, Menlu Ukraina, serta Menlu negara-negara Eropa Barat dan AS.

“Kita harus turut peran serta dalam upaya perdamaian, apabila bisa Presiden Jokowi mengutus Menlu untuk melakukan shuttle diplomacy berhubungan dengan Presiden dari Majelis Umum PBB, berhubungan dengan pihak-pihak yang bertikai, berhubungan dengan negara lain dan mengatakan bahwa ini merupakan masalah kita bersama, karena kalau kita tidak bisa menghentikan ini kita akan diambang perang Dunia ketiga,” pungkasnya. (dip)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved