Eksklusif Warta Kota

Gembong Warsono: Selalu Kritik Gubernur Anies Basedan Demi Warga Ibu Kota- (2)

Masa jabatan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Ahmad Riza Patria berakhir pada 16 Oktober 2022 mendatang.

Wartakotalive/Yulianto
Sekretaris DPD PDIP DKI, Gembong Warsono 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Masa jabatan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Ahmad Riza Patria berakhir pada 16 Oktober 2022 mendatang.

Presiden Joko Widodo melalui Kemendagri akan menunjuk pegawai eselon I dari lembaga vertikal menjadi penjabat atau Pj gubernur.

Meski Pj dipilih presiden, DPD PDI Perjuangan DKI menegaskan akan tetap bersikap kritis.

Apa yang mendasari hal tersebut? Seperti apa sosok Pj yang diharapkan DPD PDI Perjuangan (PDIP) bakal memimpin Ibu Kota?

Berikut lanjutan wawancara eksklusif Warta Kota bersama Sekretaris DPD PDIP DKI, Gembong Warsono yang berlangsung di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, belum lama ini:

Beberapa waktu lalu Gubernur DKI Anies Baswedan sempat disebut-sebut akan berpasangan dengan Puan Maharani pada Pilpres 2024 mendatang.

Ini berbeda 180 derajat dengan sikap DPD PDIP DKI yang kerap mengkritisi kebijakan Pemprov DKI di bawah Anies. Apa yang terjadi di belakang layar?

Pertama soal presiden itu bukan domainnya DPD tapi itu domain DPP (PDIP) sehingga ketika bicara soal calon presiden ya enggak elok kalau saya bicara, karena itu kewenangan DPP.

Saya enggak mau komentar soal itu. Tapi kenapa kami mengkritisi Anies, ya saya hanya menjalankan tugas pokok dan fungsi saja sebagai anggota dewan.

Kenapa kritis? Ya karena kami menuntut supaya kinerja lebih maksimal dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi warga Ibu Kota.

Cuma itu saja, enggak lebih dari itu ya. Sepanjang Pak Anies bisa menjalankan, itu pasti akan saya apresiasi. Kenapa saya belum memberikan apresiasi?

Karena memang belum tampak kinerja Pak Anies yang bisa dirasakan langsung oleh rakyat Jakarta.

Jadi saya menunggu mengeluarkan apresiasi cuma saya belum, karena menjelang akhir masa jabatan (Anies Baswedan) ini belum ada satu program yang memang betul-betul dirasakan manfaatnya secara maksimal oleh rakyat.

Baca juga: Kesal Tak Disambut Gubernur, Puan Dinilai Ingin Tegaskan Semua Kader Harus Tahu Siapa Pemilik PDIP

Bukankah Pemprov DKI menyediakan hunian DP nol rupiah dan sudah dimanfaatkan masyarakat?

Itu yang merasakan siapa? Kan waktu itu program yang digadang-gadang Pak Anies untuk membangun keberpihakan kepada warga miskin.

Bentuknya apa? Kapan lagi orang miskin punya rumah. Maka dia membuat yang namanya program DP nol rupiah. Tapi itu siapa yang merasakan, karena yang bisa mendapatkan rumah DP nol rupiah ini orang yang berpenghasilan Rp 14 juta per bulan.

Awalnya kan Rp 7 juta per bulan, sekarang naik Rp 14 juta per bulan. Lah itu apakah orang miskin, kan bukan.

UMP saja Rp 4 juta sekian per bulan, orang yang berpenghasilan UMP saja belum dapat kan rumah DP nol rupiah.

Kedua dari target 300.000 hunian, jangankan sesuai target, untuk 60.000 saja nggak terpenuhi.

Dari sisi target tidak tercapai, dan dari sasaran juga tidak sampai. Kalau sasarannya sampai mungkin saya acungi jempol buat Pak Anies.

Katakanlah sampai akhir jabatan Pak Anies dapat 10.000 rumah susun atau rumah yang janjinya dulu kan, bukan rumah susun, rumah tapak kan gitu.

Rumah tapak juga tidak. Tadinya rumah tapak tapi jadinya rumah susun. Dia enggak mau pakai istilah rumah susun, tapi rumah lapis ya sudah enggak apa-apa, terserah mau pakai istilah apa.

Tapi kalau sasarannya untuk rakyat miskin tercapai saya akan apresiasi, namun ini sasarannya tidak sampai. Kemudian target tidak sampai, terus apa yang mesti diapresiasi?

Secara hubungan personal, kami biasa-biasa saja, ya kami ketemu ketawa-tawa saja biasa. Alhamdulilah saya belum pernah diajak ngopi.

Kami sering ya ketemu di ruang paripurna, di ruang VIP biasa ngobrol, happy-happy (senang-senang) saja ngobrol. Tapi ngobrol khusus enggak pernah, ngopi berdua enggak pernah, makan berdua juga enggak pernah.

Bicara kepribadiannya, banyak sisi positifnya, orangnya baik, cerdas, pintar, sopan santun, dan bahasa komunikasinya luar biasa. Itu sisi bagus yang saya lihat.

Persahabatan antarpersonal sangat baik, cuma dari semua itu ada satu yang kurang yaitu eksekusinya yang enggak pernah ada.

Baca juga: Gembong Warsono : Target Raih 28 Kursi DPRD DKI di Pemilu Legislatif 2024 (1)

Masa jabatan Gubernur Anies akan berakhir 16 Oktober 2022, bagaimana Anda melihat sosok pengganti sementara di Jakarta sampai Pemilu 2024 nanti?

Penjabat (Pj) Gubernur itu yang menetapkan Presiden RI atas usul dari Kemendagri.

Siapa orangnya? Tentu Presiden lebih tahu tapi sebagai warga Ibu Kota dan pimpinan parpol, serta Ketua Fraksi PDIP, boleh dong berharap.

Kami ingin Pj gubernur yang memahami persoalan Jakarta sehingga dari sisa waktu yang ditinggalkan oleh Pak Anies sampai dengan Pemilu 2024 itu, Pj tadi mampu mengeksekusi program-progam yang belum sempat dilakukan oleh Pak Anies.

Contoh paling sederhana persoalan banjir, ini kan lima tahun belum sempat dieksekusi oleh Pak Anies.

Mudah mudahan Pj yang ditunjuk presiden nanti bisa mengeksekusi progam yang notabene adalah persoalan prioritas warga Ibu Kota.

Kalau bidang transportasi sudah baik dan oke karena sistem integrasinya mulai membaik. Sekali lagi dalam konteks transportasi, ini adalah proses panjang yang sudah dilakukan oleh gubernur sebelumnya.

Di periode akhir ini, semua yang dilakukan oleh Pak Anies adalah mengintegrasikan seluruh moda yang ada di Jakarta. Alhamdulillah di sisi itu saya pernah memberikan apresiasi.

Kami juga akan tetap mengkritik sosok Pj gubernur nanti sekalipun itu gubernur usulan PDIP karena ini bicara kepentingan rakyat.

Saat kebijakan yang dikeluarkan Pj Gubernur tidak sesuai dengan warga Ibu Kota, tugas kami menyuarakan itu. Jadi karena sekarang Pak Anies bukan gubernur yang diusung PDIP, lalu kemudian kami menyerang terus-terusan, ya tidak juga.

Baca juga: Elektabilitas Anies Baswedan dan Ridwan Kamil Dinilai Tak Terlalu Menggiurkan Bagi Parpol

Kemudian seperti apa PDIP memotret figur yang akan menjadi calon kepala daerah di DKI Jakarta tahun 2024 mendatang?

Target partai seperti itu tapi yang pertama begini, ketika bicara Pilgub 2024 yang akan datang, kami akan melakukan inventarisasi persoalan pascapemindahan IKN sehingga ketika kami memahami persoalan pasca-pemindahan Ibu Kota, kami akan cari sosok yang paling tepat untuk didorong sebagai calon Gubernur DKI.

Sosoknya siapa? Banyak. Kami memiliki banyak kader yang mantan kepala daerah pun yang saat ini masih menjadi kepala daerah yang dianggap berhasil membangun daerahnya.

Itu bisa kami majukan sebagai calon yang akan bertarung di DKI Jakarta.

Kalau bicara kesempatan semua juga punya tapi lihat realita bahwa tantangan Jakarta jauh berbeda dengan daerah lain.

Karena itu konsekuensi logis yang harus diambil partai adalah mencari sosok yang memang punya kemampuan kualifikasi lebih, dalam arti bisa mengentaskan persoalan Jakarta yang sangat kompleks.

Beberapa nama mulai digadang-gadang sebagai kandidat gubernur DKI seperti Gibran Rakabumi Raka, Tri Rismaharini, dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dari beberapa figur itu kira-kira siapa yang cocok?

Jakarta ini keras bung, maka kami juga harus mencari sosok yang mampu menghadapi kerasnya Jakarta itu. Siapa sosok yang paling tepat? Tentunya untuk kualifikasinya partai sudah punya.

Sebagai dasar adalah pengalaman memimpin suatu daerah yang dianggap berhasil, itu menjadi catatan tersendiri bagi partai.

Tapi apakah harus seperti itu? Yah belum tentu juga karena bisa saja orang yang tanpa memimpin suatu wilayah, kemudian dia dicalonkan oleh partai itu juga bisa saja.

Tapi sekali lagi, catatan kritisnya adalah pengalaman sebagai rekam jejak yang bersangkutan untuk bisa ditetapkan sebagai calon.

Kalau Anies Baswedan kembali maju pada Pilkada 2024, apakah PDIP ada kemungkinan mendukung?

Itu kewenangan DPP kalau soal apakah mungkin yang saat ini menjabat dicalonkan oleh PDIP. Dalam dunia politik kan tidak ada yang tidak mungkin tetapi itu semua soal penetapan menjadi domain DPP. Tugas kami di DPD hanya memberikan masukan bahwa ini lho persoalan Jakarta.

Saran kami yang tepat adalah sosok yang seperti ini, orangnya siapa? DPP yang menentukan. Kami enggak boleh menentukan karena bukan kewenangannya.

Yang jelas tahun 2017 itu pengalaman yang paling pahit yang tidak boleh terulang di republik ini, cukup sekali itu sajalah.

Jangan sampai Pemilu 2017 itu terulang karena itu menyakitkan dan merusak tatanan kehidupan kita semua, tidak hanya di Jakarta.

Kita semua berdoa semoga hal-hal itu tidak terulang sehingga kerukunan antarumat, antarwarga bisa kita pelihara dengan baik, karena perbedaan itu sebetulnya kekuatan kita bersama. (faf/eko)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved