Varian Omicron
Presiden Jokowi Imbau Masyarakat Tetap Tenang, Sistem Kesehatan Siap Hadapi Lonjakan Omicron
Presiden Jokowi langsung merespons lonjakan kasus virus Covid-19 yang kini terjadi. Dia meminta masyarakat tetap tenang
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat untuk tetap tenang terhadap lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron saat ini.
Menurut Jokowi, pemerintah sudah belajar dari kasus tahun lalu untuk mempersiapkan sistem kesehatan sebaik mungkin.
Seperti diketahui, kasus Covid-19 pada 3 Februari 2022 melompat menjadi 27.197, naik sekitar 10.000 kasus dari sehari sebelumnya.
Melihat keadaan ini, Presiden Jokowi pun bereaksi. Orang nomor satu di Indonesia itu meminta masyarakat untuk tidak panik dalam menyikapi hal tersebut.
Baca juga: JADWAL SIM Keliling Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Jumat 4 Februari Mulai 08.00 WIB
"Perlu saya sampaikan beberapa hal sebagai berikut. Lonjakan ini sudah diperkirakan dan diantisipasi oleh pemerintah. Dengan kesiapan kita yang sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu," ungkapnya pada kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (3/2/2022).
Simak Video Berikut :
Kesiapan tersebut baik dari segi rumah sakit, obat obatan dan oksigen.
Begitu juga dengan fasilitas isolasi dan tenaga kesehatan.
Presiden Jokowi pun menyebutkan jika kondisi rumah sakit saat ini masih terkendali.
"Untuk itu, saya minta bapak ibu dan saudara semuanya tetap tenang," katanya.
Varian Omicron memang memiliki tingkat kemampuan dengan penularan yang cukup tinggi.
Namun, tingkat fatalitas lebih rendah dibandingkan varian Delta.
Baca juga: Jelang Persija Vs Arema FC: Riko Simanjuntak Sembuh, Giliran Coach Sudirman Positif Covid-19
Hal ini bisa terlihat dari kasus Covid-19 di beberapa negara. Tingkat keterisian rumah sakit relatif rendah.
Jokowi pun menyebut hal ini juga terjadi di Indonesia. Meski kasus melonjak cukup tinggi, namun keterisian rumah sakit masih terkendali.
Selain itu Jokowi pun menyebutkan jika varian Omicron dapat disembuhkan tanpa harus ke rumah sakit.
Pasien terpapar varian ini cukup melakukan isolasi mandiri di rumah, minum obat, dan multivitamin. Lalu segera tes kembali setelah lima hari.
Selain itu Jokowi juga memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, koordinator PPKM, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, koordinator untuk kawasan Jawa dan Bali, untuk mengevaluasi level PPKM.
Baca juga: Charly Van Houten Geluti Bisnis Skincare Charly Kustik, Tampak Glowing Setelah Cuek Merawat Diri
"Saya minta pada gubernur, bupati, wali kota dan jajaran pemerintah daerah, dibantu jajaran TNI dan Polri untuk memastikan penerapan prokes dilaksanakan masyarakat dan vaksinasi terus dijalankan dan dipercepat," tegasnya.
Ia pun mengingatkan masyarakat tetap tenang dalam menghadapi berbagai varian Covid-19. Tetap disiplin dan kurangi aktivitas tidak perlu.
"Bagi yang belum divaksin segera divaksin. Bagi yang sudah divaksin lengkap dan sudah waktunya disuntik booster, agar segera vaksin booster," pungkasnya.
Menurut Dr.dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K), Dokter Spesialis Penyakit paru dari RSUP Persahabatan, sejak awal Januari 2022, terjadi perkembangan yang signifikan.
"Di awal tahun masih di bawah 200 kasus. Kemudian, meningkat hingga ribuan. Kematian akibat Omicron juga sudah dilaporkan," kata dokter Erlina dalam webinar yang digelar SOHO Global Health dengan tema 'Jangan Lengah, Tingkatkan Daya Tahan Tubuh untuk Mencegah Penularan Covid', Kamis (3/2).

Ia memaparkan, Omicron merupakan salah satu varian dari Covid-19. Salah satu karakteristik yang harus diketahui dari Omicorn adalah, Omicron sangat mudah menular dibandingkan Delta,
Hal ini, terlihat dari angka peningkatan kasus harian yang sangat cepat.
Kalau sebelumnya, di pertengahan Desember, kasus Omicron merupakan imported cases, yang dibawa dari orang luar negeri atau Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN).
Tetapi, setelah berlangsungnya waktu, sekarang sudah terjadi penularan di komunitas.
Dan diduga penularan di komunitas sudah lebih dari 20 persen.
"Asumsi saya, kalau dilakukan pemeriksaan, sebagian besar kasus yang terjadi di Indonesia sudah Omicron," kata dokter Erlin.
Alasannya, kalau omicron naiknya tinggi, terjadi lonjakan seperti pada Juli-Agustus 2021, maka kemungkinan sistem kesehatan juga akan kewalahan.
Pasalnya, makin banyak kasus, maka makin banyak juga orang yang perlu dirawat baik secara isolasi mandiri (isoman) di rumah, maupun di berbagai Rumah Sakit.
“Virus ini tertular karena ada interaksi antar manusia. Jadi, kalau tidak penting-penting banget, janganlah bepergian. Saya juga sarankan jangan makan bersama di kantor, melainkan makan sendiri-sendiri di ruangannya masing-masing. Karena pada saat makan, kita buka masker dan kemungkinan penularan tinggi," ujarnya.
"Sementara itu, kita terlena bahwa kasus Omicron tanpa gejala dan ringan. Jadi masyarakat ngga perlu panik. Saya setuju ini, tapi waspada itu tetap harus," ujar dokter Erlina lagi.
Data menunjukkan, penyakit yang ditimbulkan Omicron lebih ringan daripada Delta.
Namun, perlu diwaspadai gejala ringan terjadi pada kelompok mereka yang sehat dan muda.
"Tetapi, untuk kelompok tertentu, contohnya orang lanjut usia, anak-anak balita yang belum divaksin, orang kormobid (penyakit bawaan yang kronis dan tidak terkendali) menjadi tidak gejala ringan lagi, sehingga perlu dirawat di Rumah Sakit," kata dokter Erlina.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan sistem imun yang turun, orang-orang dengan kelompok itu mudah sekali tertular.
Apalagi, mereka yang lansia sekaligus kormobid, ditambah lagi tidak divaksinasi.
"Jangan terlalu meremehkan, karena ada kelompok-kelompok yang rentan yang harus kita lindungi," kata dokter Erlina.
Ia pun berpesan, perlu ditingkatkan lagi protokol kesehatan.
"Selain itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh, seperti makan makanan bergizi, vitamin untuk membantu meningkatkan imunitas dan istirahat yang cukup," kata dokter Erlina.
Sementara itu, Prof.Dr. dr. Iris Rengganis Sp.PD-KAI, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi dari RSCM Jakarta mengatakan, meningkatkan daya tahan tubuh, jadi hal penting di tengah kasus Omicron yang semakin.
Ia mengingatkan, saat ini dua kali vaksinasi tidak cukup. Harus memberikan dosis booster atau dosis penguat.
"Dosis penguat ini menjadi sangat penting, karena itu akan melengkapi semua kebutuhan seseorang dalam menjaga sistem daya tahan tubuh, terutama di masa pandemi," katanya.
Selain itu, sistem daya tahan tubuh seseorang berbeda-beda dan bersifat individual. Mulai dari genetis, microbio, infeksi sebelumnya, indeks masa tubuh, nutrisi, ada-tidaknya kormobid, termasuk status psikis emosional.
Semuanya, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi sistem imun tubuh seseorang.
“Penanganan setiap orang itu harus case-by-case atau tailor made bergantung pada kondisi masing-masing orang. Namun, penanganan yang berlaku untuk semua orang adalah upaya Prokes (protokol Kesehatan), ini yang nomor satu," kata Prof Iris.
Mereka yang sudah divaksinasi dua kali, sebaiknya mengonsumsi suplemen imunomodulator. Apalagi, bagi yang belum mendapat dosis penguat atau booster.
“Di masa pandemi, kita tidak pernah tahu kondisi di luar itu seperti apa. Artinya, selain sudah divaksinasi dan jaga prokes, tidak ada salahnya juga kita menguatkan daya tahan tubuh kita dengan mengonsumsi imunomodulator," ujarnya.
Prof Iris mengingatkan, untuk menjaga daya tahan tubuh, terdapat berbagai faktor yang saling melengkapi.
Ia menyebut, vaksinasi itu sifatnya wajib, selain itu tentunya, makan makanan bergizi, istirahat yang cukup, mengelola stres, dan juga dalam meningkatkan daya tahan tubuh, bisa menambahkan dengan mengonsumsi vitamin, mineral, maupun imunomodulasi.
"Apabila status nutrisi kita merasa tidak seimbang, rasanya masih ada sesuatu yang dirasakan tidak enak (seperti pilek dan sebagainya), maka suplemen maupun imunomodulasi tetap membantu untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan sistem imun tubuh kita," katanya.
Prof. Iris menambahkan, suplemen yang mengandung Echinacea yang bekerja untuk memodulasi sistem imunitas, terutama terhadap deteksi virus.
Selain itu, vitamin C bekerja sebagai antioksidan dan co-faktor penting dalam fungsi imunitas.
Dan Vitamin D bekerja sebagai hormon yang reseptornya banyak ditemukan dalam sistem imun dan berfungsi sebagai imunomodulator yang efektif.
“Kalau semua itu diberikan secara sinergis, maka itu potensial untuk mengoptimalkan kerja sistem imun dalam melawan deteksi virus," kata Prof. Iris.