Berita Depok
Kekerasan pada Anak dan Perempuan di Depok Meningkat, Pemkot Depok Gelar Pencegahan
Pemerintah Kota Depok bertekad menekan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang cenderung meningkat di wilayahnya.
Penulis: Hironimus Rama |
WARTAKOTALIVE.COM, DEPOK - Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di UPTD PPA Kota Depok pada 2017 hingga 2021 cenderung meningkat.
Kenaikan tersebut juga karena peran kader dan satgas yang sekarang begitu aktif melaporkan setiap ada kejadian, termasuk deteksi dini
Karena itu Pemerintah Kota Depok bertekad terus menekan kasus KDRT tersebut dengan sejumlah program.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Depok, Nessi Annisa Handari mengatakan, ada beberapa program yang telah dilakukan Pemkot Depok untuk menghapus KDRT ini.
"Untuk pencegahan KDRT kita melakukan penguatan ketahanan keluarga melalui 8 fungsi keluarga, sosialisasi PKDRT dan penguatan kelembagaan PKDRT," kata Nessi saat sosialisasi UU PKDRT di Kelurahan Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Minggu (30/1/2022).
Baca juga: Pemkot Depok Tetap Gelar PTM 100 Persen, Meski 8 Sekolah Terpapar Covid-19
Penguatan ketahanan keluarga dilakukan dengan dengan memperkokoh fungsi keluarga seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosial dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.
"Dinas DP3AP2KB juga rutin melakukan sosialisasi UU No.23 Tahun 2014 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) seperti dilakukan hari ini di Kelurahan Tugu," tuturnya.
Sementara untuk penguatan kelembagaan PKDRT, Pemkot Depok telah membentuk Satgas Pencegahan KDRT di 63 kelurahan sejak 2018 lalu.
"Untuk tingkat kecamatan kita bentuk Satgas PKDRT sejak 2020 lalu," imbuh Nessi.
Menurut dia, pembentukan Satgas PKDRT ini sesuai UU No.23 Tahun 2004.
Baca juga: Pemkot Depok Gelar PTM 100 Persen di Seluruh Sekolah Senin Besok, Kantin Wajib Tutup
"UU ini mengamanatkan bahwa semua warga negara berhak mendapati rasa aman dan bebas dari tindak kekerasan," jelas Nessi.
Nessi menambahkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan setiap tindakan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi dan penelantaran rumah tangga.
"Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya antara suami-istri, bisa juga anak atau keponakan," ungkapnya.
Nessi menyebut ada 4 tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yaitu:
1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
4. Memlihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA), prevalensi kekerasan terhadap anak di Indonesia cenderung menurun selama pandemi Covid-19.
Baca juga: Bantah Lakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Nurdin Rudythia Tolak Rujuk dengan Nita Thalia
Kekerasan terhadap anak laki-laki turun dari dari 62,31 persen pada 2018 menjadi 34 persen pada 2001.
Sementara kekerasan terhadap anak perempuan turun dari 62,75 persen pada 2018 menjadi 41,05 pada 2021.
Untuk jenis kekerasan, tindakan kekerasan emosional dialami 3 dari 10 anak laki-laki dan 4 dari 10 anak perempuan.
Kekerasan fisik dialami 15 dari 100 anak laki-laki dan 10 dari 100 anak perempuan
Sementara kekerasan seksual dialami 4 dari 10 anak laki-laki dan 8 dari 10 anak perempuan.
"Sekira 47-73 % pelaku adalah teman sebaya dan 12-29% pelaku adalah pacarnya," tambah Nessi.
Baca juga: Inul Daratista Alami Luka Lebam di Tangan hingga Dikabarkan Jadi Korban Tindak KDRT, Benarkah?
Sementara Data dari DP3AP2KB Kota Depok menunjukkan laporan jumlah kekerasan terhadap anak dan perempuan di UPTD PPA Kota Depok pada 2017 hingga 2021 cenderung meningkat.
"Pada 2017 ada 117 laporan, 2018 ada 179 laporan, 2019 ada 149 laporan, 2020 ada 200 laporan dan 2021 ada 204 laporan," ungkap Nessi.
Dengan kata lain dalam kurun waktu empat tahun terakhir kenaikan kasus KDRT yang terlaporkan di Kota Depok mencapai 74,3 persen.
Rinciannya, kekerasan terhadap anak pada 2017 ada 96 kasua, 2018 ada 101 kasus, 2019 ada 88 kasus, 2020 ada 121 kasus dan 2021 ada 104 kasus.
Lalu kekerasan terhadap perempuan pada 2017 ada 21 kasus, 2018 ada 78 kasus, 2019 ada 61 kasus, 2020 ada 79 kasus dan 2021 ada 100 kasus.
Kekerasan pada anak tertinggi terjadi di Kecamatan Beji dan Tapos (16 kasus), Pancoran Mas (15 kasus), Sawangan (10 kasus), Bojongsari, Cilodong, Cimanggis, dan Sukmajaya (9 kasus), Cipayung (5 kasus), Cinere (3 kasus), Limo (1 kasus), Lainnya (3 kasus).
"Penyebab KDRT umumnya karena faktor ekonomi, agama, pendidikan serta faktor sosial politik budaya," papar Nessi.
Sementara Lurah Tugu Bambang mengatakan, kegiatan sosialisasi UU No.23 Tahun 2024 tentang Penghapusan KDRT ini sangat bagus.
"Saya apresiasi kegiatan ini. Apalagi pembicaranya ada anggota DPR dari Fraksi PKS Nur Azizah Tamhid dan Kepala DPAPMK bu Nessi. Jadi cocok itu ada ahlinya," kata Bambang.
Dia berharap warga Kelurahan Tugu yang ikut acara ini memahami materi yang disampaikan dan bisa menyampaikan kembali kepada warga di lingkungannya.
"Ini kan ada tokoh agama, tokoh masyarakat dan perwakulan RT/RW," tuturnya.
Kelurahan Tugu sendiri sudah memiliki Satgas Penghapusan KDRT.
"Kalau ada lapofan KDRT, Satgas yang akan menyelesaikannya," pungkas Bambang.